Bismillahirrohmaanirrohiim

Peletak pertama (yang menertibkan) ilmu nasab adalah Hisyam al-Kalbi ?

Siang tadi, sehabis nDerek pertemuan Gus Idror Maimoen di nDalem Mbak Lusi (anggota DPRD Jepara), saya melanjutkan aktivitas intelektual seperti biasanya (gokil!!!).

Namun kali ini berbeda karena literatur yang saya "konsumsi" hari ini adalah karya Lora Madura bernama Lora Ibrahim bin Amin bin Khalil al-Khalili (setelah mumet dengan bahasa-bahasa Keminggris).

Literatur ini merupakan hadiah dari Lora Muhammad Ismael Al Kholilie waktu kami bertemu di pameran manuskrip Syaikh Abdul Hamid al-Quddusi, seorang imam mazhab Syafi'i di Tanah Haram asal Kudus, Jawa Tengah (sangat disayangkan saya lupa meminta tapak asma beliau--semoga kelak bertemu beliau dan muallifnya).

Judulnya macam kitab babon, dan isinya juga gak kalah babon:

الألفية الخليلية المسماة ب
التعريف والثقيف
بألفية علم التأليف والتصنيف
Seribu Bait yang Disusun Ra Al-Khalili,
Judulnya:
"Pengenalan dan Pencerdasan"
Seribu(an) Lebih Bait dalam Ilmu Penulisan dan Penyusunan Kitab

Ini, sih, bukan seribu lagi. Alfiyah Ibn Malik bilang seribu, faktualnya 1002. Tapi al-Ta'rif berisi hampir 1500 bait. Makanya saya sebut "Seribu(an) Lebih".

Saya terhenti pada bait ke-196:

اول من ضبط علم النسب # هشام الكلبى دون ريب
Tanpa ada keraguan, peletak pertama (yang menertibkan) ilmu nasab adalah Hisyam al-Kalbi (w. 204 H)

Ini merupakan pandangan umum, bahwa sarjanawan genealogis pasti langsung menyebut genealog asal Kuffah ini sebagai tokoh pertama (bahkan paling awal).

Sayid Mahmud al-Mar'asyi, putra Ayatullah Syihabuddin al-Mar'asyi (yang menemukan al-Syajarah al-Mubarakah) memiliki pemahaman yang sama. Hingga analis dan genealog Barat seperti Hugh Kennedy dan Kazuo Morimoto juga tidak jauh berbeda. Ketiganya menilai al-Kalbi adalah pionir tadwin (penulisan kitab) di bidang nasav.

Dasarnya, salah satu dari seluruh sumber, ialah pengakuan dari al-Qunnuji (w. 303 H) dalam kitabnya yang berjudul Abjad al-'Ulum menulis:

والذى قتح هذا الباب وضبط علم الانساب هو الامام النسابة هشام بن محمد بن السائب الكلبى
Orang yang membuka pintu sekaligus menertibkan ilmu nasab adalah Imam al-Nassabah Hisyam bin Muhammad bin al-Sa'ib al-Kalbi (w. 204 H)

Awalnya, dalam penelitian (dan buku komersil yang mau saya terbitkan), saya menempatkan al-Kalbi juga sebagai pionir. Namun, semua itu berubah ketika korespondensi saya dengan Sayid Mahdi al-Raja'i (pemberi tsabat Bani Alawi di masa-masa awal isu nasab) menghasilkan obrolan yang mengejutkan:

"Hisyam al-Kalbi bukan yang pertama. Coba cek lagi penemuan Dr. Shalahuddin Munjid," kata beliau. Dr. Munjid yang dimaksud Sayid al-Raja'i adalah seorang kolektor manuskrip cum genealogis.

Pada suatu ketika, beliau jalan-jalan ke Maroko pada tahun 1958 untuk ketemu Sayid Ibrahim al-Kattani, dan tentu saja sambil mencari manuskrip tua. Dilalah, seperti Ayatullah al-Mar'asyi menemukan al-Syajarah al-Mubarakah di Turki, Dr. Munjid menemukan manuskrip yang tak kalah tua (atau seperti itulah kisahnya, saya agak lupa).

Di dalam kolofon, manuskrip tersebut ditulis dalam khat Kufi abad ketiga Hijriyah, melalui transmisi (tsabat) dua orang: Muhammad bin al-'Abbas al-Yazidi, dari Abu Ja'far Ahmad al-Yazidi, dari Mu'arrij bin 'Amr al-Sadusi (muallif).

Sudah seperti silsilah min al-dzahab, Gais.

Ia akhirnya membawa pulang mikrofilm manuskrip tersebut, disunting secara kritis (tahqiq), dan akhirnya ia terbitkan untuk kali pertama di Kairo, Mesir, pada tahun 1960.

Kitab tersebut berjudul "Hadzf min Nasabi Quraish" yang ditulis oleh genealog awal Islam bernama Mu'arrij bin 'Amr bin al-Harits al-Sadusi. Saat saya cek di kitab-kitab tarajim dan thabaqat, ternyata ia wafat pada tahun 195 H, lebih tua dari dari Hisyam al-Kalbi, meskipun semasa.

Dalam deklarasinya, Dr. Munjid berkata:

"Seperti yang sudah jelas, manuskrip ini adalah sumber paling awal di bidang nasab yang bisa kita raih. Maka, asumsi sebelumnya bahwa pionir dan penulis (tadwin) kitab nasab pertama ialah Hisyam al-Kalbi (seperti dugaan Haji Khalifah), terbukti keliru."

Beginilah cara saya dalam mendudukkan "isu nasab" menjadi lebih beradab dan "ngilmiah", Gais. Yaitu lewat temuan dan mengurai kerja-kerja intelektual yang berjibaku di sana.

Salam,
Rumail Abbas


.

PALING DIMINATI

Back To Top