Oleh Yuda Muhammad Aga
Untuk menjawab itu, mari langsung sahaja di rujuk kitab nya
(قَالَ سَيِّدُنَا) أي أكرمنا (الْحَبِيْبُ) أي المحبوب السيد (عَبْدُ اللهِ الْحَدَّاد) صاحب الطريقة المشهورة، والأسرار الكثيرة. فاصطلاح بعض أهل البلاد أن ذرية رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا كان ذكرا يقال له: "حبيب"، وإن كانت أنثى يقال لها: "حبابة"، واصطلاح الأكثر يقال له: "سيد وسيدة".
Sebetulnya ada banyak petunjuk yang bisa di gunakan dalam memahami setidaknya ada dua kalimat Sayyid yang perlu dicermati
Yang pertama, disebutkan didalamnya Sayidina سيدنا dan kata Al sayyid السيد jelas keduanya berbeda satu sama lain. Pada kata pertama Sayyid Ma'rifah dengan dimudhofkan pada ism dhomir yang Ma'rifah. Dhomir mutakalim baik berupa wahdah atau ma'a ghoir merupakan yang paling jelas diantara ism Ma'rifah yang ada, kenapa demikan ? Sebab Ism dhomir tidak bermakna yang lain kecuali dzat itu sendiri sehingga Kami (dhomir nahnu) yang ada di kata sayyidina tidaklah merujuk orang lain kecuali Shaikh Nawawi sendiri dan kalimah sesudah sayyidina merupakan badal dari sayyidina itu sendiri, sebab isim Ma'rifah yang Maarifahnya karena mudhof dengan dhomir tidak mungkin sesudahnya disifati dengan sifat yang Zaid ala dzat karena dianya A'roful Ma'arif. Sedangkan pada kalimah Al sayyid masih tidak jelas sebab dia masih menerima shifat yang Zaid ala dzat.
Berkata Mulla Jami dalam Syarah Ibnu hajib
(و المضمر لا يوصف) [4] لأن ضمير المتكلم و المخاطب أعرف المعارف و أوضحها، [5] فلا حاجة لهما إلى التوضيح.(و لا يوصف به) لأنه ليس في المضمر معنى الوصفية [1] و هو الدلالة على قيام معنى بالذات؛ لأنه يدل على الذات لا على قيام معنى بها.
Tetapi jika kita melihat lebih dalam lagi bahwa Kata Al Sayyid itu merupakan badal (sifat/Zaid ala dzat) dari Almahbub yang menjadi Syarah atas kalimah Alhabib maka Al Sayyid disana sebetulnya masih ada kemungkinan mempunyai makna yang sama dengan Sayyiduna pada kata yang awal sebab keduanya merujuk pada Sosok yang sama yaitu Abdullah Al Hadad, akan tetapi jika demikian adanya maka Kata Sayyid yang disebutkan sebagai Sifat ataupun badal daripada Almahbub disini itu muspra sebab Tahsilul Hasil karena hal itu sudah dijelaskan dalam kata sayyiduna di awal dan Tahsilul Hasil merupakan sesuatu yang mustahil.
Kedua, Shaikh Nawawi menyebutkan lagi bahwa termasuk adat sebagian penduduk suatu negeri bahwa mereka menyebut mereka yang masih ( katakanlah klaim sebagai) keturunan Nabi dengan gelar habib untuk laki - laki dan hubabah untuk perempuan. Sedangkan kebanyakan masyarakat ketika itu menyebutnya dengan gelar Sayyid dan Sayyidah. Disini kita tau bahwa sebutan Sayyid atau habib merupakan sebuah adat dan adat itu diakui sebagai sumber hukum Islam, Yang lebih menariknya Shaikh Nawawi menyebutkan itu dengan redaksi يقال dengan menggunakan Redaksi majhul pada shigot majhul sekurang - kurangnya ada tiga makna
Makna Pertama karena Failnya gak jelas, menjadi umum (عدم التخصيص) dan tidak terfokus pada Fail itu sendiri. Shaikh Nawawi hanya menceritakan adat masyarakat satu kawasan yang mana adat dan tidak berniat menelusuri siapa yang memulai sebutan itu.
Makna Kedua Karena gak penting disebutkan (مراعة عرض السمع) bisa jadi karena sudah menjadi kemasyhuran yang umum jadi tidak ada gunanya menyebutkan Failnya.
Makna Ketiga, karena meremehkan Failnya (تحقير فاعله) hal ini tidak mungkin terjadi karena baik yang menggelari Sayyid ataupun habib kepada keturunan nabi semuanya. Jika dengan memakai shigot itu kemudian bermaksud meremehkan Failnya maka artinya Shaikh Nawawi sebetulnya sedang mencela mereka yang memiliki tradisi memanggil keturunan nabi dengan Sayyid dan juga habib sebab semuanya disebutkan dalam redaksi yuqol artinya Shaikh Nawawi sedang mencela orang yang menggelari gurunya Shaikh nawawi sendiri yang ahli bait dan digelari Sayyid oleh orang masyarakat yaitu Sayyid Zaini dahlan.
Ketiga, jika dari ibarat diatas dikatakan Shaikh Nawawi adalah orang yang tidak mengitbat dan tidak pula menafikan nasab baalawi, kata - kata itu sebetulnya Waton suloyo alias gak bermakna sama sekali dan tidak pantas diucapkan oleh hayawan yang dianggap berilmu sebab qoidah bilang
لا واسطة بين الاثبات و النفي
Tidak ada kemungkinan ketiga antara isbat dan Nafi
Tidak mungkin seorang berhadats disaat yang sama, pada latar belakang yang sama dia juga suci. Pada kasus nasab baalawi dan pada latar belakang yang sama, tidak mungkin seorang tidak mengitsbat dan juga tidak menafikan nya.
Dari sini ada sebuah kesimpulan sederhana yang kita ambil bahwa sebetulnya Shaikh Nawawi juga mengitsbat Nasab Abdullah Al Hadad walaupun tidak menutup kemungkinan Shaikh Nawawi mengistbat nya dengan taqlid saja bahwa Benar bahwa Abdullah alhadad seorang Sayyid atau habib dan sayyid atau habib merupakan gelar yang diberikan kepada mereka (katakanlah yang mengaku) sebagai keturunan nabi. Saya sebagai pembaca teks sangat susah sekali menemukan makna kalau Al Sayyid disana bukan bermakna keturunan Nabi, tolong sebutkan dalilnya kalau seandainya bukan.
