Bismillahirrohmaanirrohiim

Metodologi Penyusunan Kurikulum Tafsir - Hadis Yang Berwawasan Internasional

KH. DR. Ahsin Sakho Muhammad 

Pendahuluan.
Dalam arus globalisasi yang sedang melanda dunia dewasa ini hampir semua sisi kehidupan terkena imbasnya termasuk didalamnya dunia pendidikan. Indikator dari pengaruh globalisasi dalam bidang pendidikan adalah munculnya lembaga lembaga pendidikan yang berwawasan Internasional, mulai dari tingkat TK sampai Perguruan Tinggi. Lembaga lembaga yang berwawasan Internasional tersebut adakalanya meracik sendiri kurikulumnya atau mengadopsi kurikulum dari lembaga di Luar Negeri dan adapula yang bekerjasa sama dengan lembaga semisal di Luar Negeri dalam berbagai macam bentuknya seperti Tween Degree sebagaimana yang dilakukan oleh salah satu Universitas di Malaysia atau Singapore dengan Melbourne University dan lain lainnya.

Dalam kasus Indonesia sudah banyak lembaga pendidikan yang mempunyai wawasan Internasional baik dari pendidikan umum maupun islam. Sekolah sekolah umum karena pendanaannya yang luar biasa besar dan peluang yang menjanjikan bagi lulusannya dengan cepat merebut pangsa pasar di Indonesia. Sementara lembaga pendidikan islam masih belum kentara. Salah satu contoh soal lembaga luar yang membuka cabang di Indonesia adalah LIPIA (lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab). Semua kurikulumya diambil secara penuh dari Jami’ah Al-Imam Muhammad bin Su’ud Al-Islamiyyah di Riyadl Saudi Arabia. Sistem pengajarannyapun juga demikian.

Wawasan Internasional.
Pengertian institusi berwawasan Internasional bisa berarti sebuah lembaga yang mempunyai sarana dan prasana yang memadai, sistim kerja yang bagus, kurikulum yang menjanjikan, dosen yang berkwalitas, mahasiswa yang mempunyai kapabilitas tertentu setelah melalui saringan yang cukup ketat, iklim keilmuan yang kondusif, punya jaringan Internasional dan reputasinya diakui pada tingkat internasional. Untuk menuju kepada kondisi ini maka sebuah institusi harus mempunyai rancangan strategis dan matang, punya cadangan biaya operasional yang cukup dan didukung oleh SDM yang handal yang sanggup bekerja secara full time di lembaga yang bersangkutan.

Sarana dan Prasarana.
Institusi yang berwawasan internasional tidak mesti mempunyai bangunan yang mewah dan modern. Banyak perguruan tinggi di India diakui reputasinya di dunia internasional tapi dilihat dari segi bangunan fisiknya tidak menampakkan kemewahan dan modern. Namun jika melihat banyaknya mahasiswa yang melakukan penelitian, penuhnya perpustakaan oleh pengunjung, hasil penelitian yang diterbitkan di jurnal yang diakui oleh dunia internasional, walaupun dengan kwalitas kertas buram, situasi dan iklim keilmuan yang kondusif, maka institusi tersbut sudah bisa dikatakan institusi yang berwawasan internasional. Pendeknya India lebih mementingkan substansi daripada penampilan lahiriah. Masalahnya adalah bagaimana Perguruan Tinggi Islam di Indonesia lebih memperhatikan kepada hal hal yang bersifat substansial ini daripada penampilan lahiriah.

IT atau teknologi informasi sudah tentu merupakan hal yang sangat penting dalam institusi yang berwawasan internasional, apalagi pada alam globalisasi saat ini. Namun harus dilihat juga bahwa IT secanggih apapun harus didukung oleh sistim pembelajaran yang intensif yang mengarahkan para mahasiswa untuk bisa selalu menggunakan IT. Tanpa adanya sistim pembelajaran yang memadai hanya akan menjadikan alat alat yang canggih itu sebuah onggokan alat yang tidak berfungsi dengan baik. Para pemikir islam yang berwawasan internasional seperti Syekh. Abu Al-Hasan Ali An-Nadwi, Maududi, Yusuf Qardlawi dan lain lainya besar kemungkinan belum banyak menggunakan IT sebagaimana yang kita ketahui sekarang. Namun mereka mempunyai metode berfikir yang berwawasan global, jadilah karya mereka menjadi rujukan dan monumental.

Bahasa Asing.
Persoalan bahasa asing menjadi persoalan tersendiri. Bahasa asing mestinya menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari institusi yang berwawasan internasional terutama bahasa inggris dan bahasa arab bagi institusi keislaman. Namun demikian bukan berarti pengantar di kelas harus dengan kedua bahasa tersebut. Bisa saja pengantar di kelas masih menggunakan bahasa Indonesia, tapi mahasiswa sudah mempunyai kehalian memahami kedua bahasa tersebut. Dengan demikian maka institusi ini masih tetap berpijak pada ranah Indonesia sebagai bentuk empati nasionalisme, sementara buah pikiran yang dihasilkan oleh institusi tersebut berwawasan global. Apa yang dilakukan Jepang dengan tetap berpijak pada kearifan lkal, nasionalisme yang tinggi, tidak mengurangi pengakuan internasional kepada negara tersebut. Begitu juga dengan China, Taiwan dan lain lainnya. 

Kurikulum Tafsir.
Sebagaimana diketahui sebuah kurikulum dirancang agar sesuai dengan Visi, Misi dan Tujuan dari sebuah institusi pendidikan. Menurut hemat penulis tujuan kurikulum dalam prodi Tafsir/Hadis pada program sarjana strata satu secara umum adalah:
“ agar mahasiswa bisa menjabarkan ayat ayat Al-Qur’an kedalam konteks kehidupan dewasa ini, sehingga Al-Qur’an bisa terus berperan serta dalam membimbing manusia ke jalan yang diridloi Allah”. 

Sedangkan tujuan secara khusus adalah agar mahasiswa bisa : 
1. memahami bagaimana cara menafsirkan Al-Qur’an. 
2. mengetahui kaidah kaidah dalam menafsirkan Al-Qur’an. 
3.mengetahui ilmu bantu yang dibutuhkan dalam menafsirkan Al-Qur’an.
3.mengetahui beragam aliran dalam tafsir Al-Qur’an dan metodologinya.
4.mengetahui nama nama kitab tafsir, pengarangnya, masa penulisannya, dan tempat dimana kitab kitab tersebut ditulis.
4.bisa mengambil pelajaran dan kesimpulan dari ayat yang ditafsirkan.
5.mampu menghubungkan antara ayat yang sedang ditafsirkan dengan situasi dan kondisi saat ini.

Untuk itu maka kurikulum yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
1.Ulumul Qur’an dan Ushul Tafsir 
Perlu diketahui bahwa komponen Ulumul Qur’an bisa terbagi menjadi 4 macam saja yaitu : 
A.hal hal yang menjadi penguat bahwa AlQur’an adalah Kalamullah. Dalalm hal ini maka yang perlu dipelajari adalah :
a.Wahyu dan sejarah penulisan wahyu tersebut.
b.kemukjizatan Al-Qur’an.
B.bab tentang bagaimana cara membaca teks Al-Qur’an. Pembahasannya tercakup dalam Ilmu Qira’at dan permas’alahannya.
C.bab tentang bagaimana cara memahami teks Al-Qur’an. Pembahasanya tercakup dalam Ilmu Tafsir. Kajian tentang Ilmu Tafsir ini bisa terbagi menjadi dua bagian yaitu Ilmu kebahasaan dan Ushul Fikih.
D.bab yang menjadi kelengkapan. Seperti Fadla’il Al-Qur’an, Khawasshshhul Qur’an dan lainsebagainya.
Dari beberapa komponen dasar diatas bisa dipilih mana yang komponen yang punya bobot yang bisa diajarkan..
2.dirasat kutub tafsir. Atau kajian terhadap kitab kitab tafsir, dalam berbagai macam alirannya, baik manqul atau ma’qul.(manahij al-mufassirin). Dalam tatanan ini mahasiswa perlu diajak untuk mempelajari beberapa tafsir yang bisa mewakili sebuah aliran
3.tafsir tahlili. Yang dibahas disini adalah bagaimana teknik menafsirkan ayat ayat Al-Qur’an secara tahlili secara tuntas. Ayat yang dipilih adalah beberapa ayat tertentu saja semisal ayat ahkam.
4.tafsir maudlu’i. yaitu memilih tema tema tertentu baik yang ada pada Al-Qur’an atau dari kenyataan yang ada dalam masyarakat asalkan dibahas dengan cukup oleh Al-Qur’an. Sistimatikanya sesuai dengan sistimatika dalam tafsir maudu’i.
5.ad-Dakhil. Yaitu hal hal yang merasuk dalam tafsir Al-Qur’an yang berasal dari luar islam seperti israiliyat. Kisah kisah yang maudlu’ah.
6.syubuhat haulal qur’an. Yaitu beberapa lontaran yang bernada memojokkan Al-Qur’an pada semua seginya. Dalam kajian ini mahasiswa diajak untuk bisa memahami lontaran lontaran tersebut dan bagaimana mengkanternya.
7.balagatul Qur’an. Yaitu kajian sastrawi terhadap ayat ayat Al-Qur’an. Pada tataran ini kajian balagatul Qur’an bisa dimasukkan dalam komponen bahasa arab yang diajarkan pada semester semester awal. 
8.i’jaz Al-Qur’an. Term ini akan lebih bagus diajarkan pada satu mata pelajaran tersendiri. 

Kurikulum Ilmu Hadis.
Tujuan umum yang hendak dicapai dalam kurikulum Ilmu Hadis adalah : agar mahasiswa mampu menjabarkan hadis hadis nabi dalam konteks masa kini, sehingga hadis nabi bisa terus memberikan pencerahannya dalam kehidupan masyarakat untuk mencari ridla Allah”. 
Sedangkan tujuan khususnya adalah :
1.mahasiswa mampu memahami hadis hadis nabi dan menjabarkannya dalam kehidupan masa kini.
2.mahasiswa mengetahui seluk beluk tentang hadis baik dari segi riwayah dan dirayah.
3.mahasiswa mengetahui cara mengistinbatkan hukum atau pelajaran tentang kehidupan sosial (fiqhul hayat wal ahkam) atau lainnya.
4.mahasiswa mengetahui kitab kitab hadis yang masyhur, metodologinya dan karakteristiknya masing masing.
6.mahasiswa mengetahui “syubuhat” tentang hadis dan mampu menjawabnya.
7.mahasiswa mampu mentakhrij hadis dan bisa mengetahui kesahihan satu sanad dan kelemahannya.

Kurikulum yang bisa menunjang tuuan tersebut adalah sebagai berikut :
1.Musthalah Hadis atau Ulumul Hadis.
2.Dirasat Kutub Al-Hadis.
3.Hadis Tahlili dalam hal ini diusulkan Hadis Ahkam. Pada tataran ini dikaji bagaimana cara menjelaskan hadis, baik dari segi sabab wurud hadis, kosa kata, komentar para ulama dan bagaimana mengistimbatkan hukum dari hadis yang sedang dikaji.
4.Hadis Maudlu’i. kriteria tentang hadis maudlu’I berbeda dengan tafsir maudlu’I yang mempunyai batasa batasan yang jelas. Tapi hadis maudlu’I lebih tepat mengetengahkan hadis hadis yang berkaitan dengan satu tema tanpa batasan yang ketat.
5.Takhrij Hadis.pada materi ini diajarkan bagaimana cara mentakhrij hadis dari smber sumbernya.
6.Ilmu Rijal Al-Hadis. Pada materi ini dikaji para perawi hadis, baikyang masyhur maupun yang tidak tsiqah (adl-Dhu’afa’ wal Matrukun)
7.Dirasat Kutub Al-Hadis. Yang dikaji adalah kitab kitab hadis yang masyhur seperti al-kutub as-sittah.
8.Syubuhat haulal Hadis. Maksudnya adalah lontaran sinis terhadap hadis baik dari kalangan kaum muslimin sendiri atau dari kalangan orientalis.
9.Naqdul Hadis. yang dimaksud dengan materi ini adalah bagaimana cara menilai satu hadis dari berbagai macam sudut pandang. Materi ini diajarkan pada semester akhir.

Tahqiq Makhthuthat.
Ada satu kecenderungan yang belum mendapatkan perhatiandari praktisi perguruan tinggi islam di Indonesia yaitu perihal tahqiq al-makhthuthat atau menulis kembali manuskrip kuno, menganalisa dan memberikan komentar terhadapna. Padahal persoalan ini mendapatkan perhatian yang cukup besar dan serius oleh perguruan tinggi di dunia timur dan barat. Koleksi manuskrip di perpustakaan negara barat dan negara arab cukup banyak. Banyak buku buku bibliograpi yang menginformasikan keberadaan manuskrip pada pustaka di timur dan barat. Khazanah intelektual islam masih banyak yang masih berupa makhthuthah yang memerlukan kajian yang mendalam dan menerbitkannya. Pada saat in nama nama makhthuthah sudah bisa diakses melalui nternet, sebagaimana ang dlakukanoleh Universitas AlAzhar d Mesir. Untuk itu perlu difikirkan mnculnya lembaga yang menangani mas’alah ini dengan membuka kerjasama dengan lembaga di luar negeri. 

Refferensi.
Refferensi yang dibutuhkan untuk untuk menunjang kesuksesan program studi Tafsir-Hadis baik yang berupa pustaka manual biasa taupun elektronik. Untuk menunjang keaktifan mahasiswa dalam optimalisasi kepustakan, maka maka diperlukan bimbingan bagaimana mengakses kepustakan.

Penutup. 
Sebelum penulis mengakhiri tulisan ini ada beberapa usul yang bisa dipetimbangkan yaitu :
Prtama : dibentuk “Forum kajian Tafsir-Hadis” dan menerbitkan jurnal yang terkait dengan forum ini. Annual Conference yang diadakan oleh UIN Pekanbaru baru baru ini bisa dijadikan ajang untuk bertemunya ahli ahli dalam kedua bidang tersebut. Namun akan lebih bagus jika tema tema dalam Annual Conference sudah ditentukan sebelumnya. 
Kedua : mahasiswa di UIN ada baiknya dimasukkan dalam pesantren yang didalamnya ada kegiatan kegiatan yang menunjang terlaksananya tujuan dari prodi yang ada.
Terakhir, mudah mudahan tulisan ini ada manfaatnya bagi kita semua. 

Jakarta, 12 Desember 2007.
___________ 
Makalah ini disampaikan pada acara “Pelatihan Pengelolaan Kelas Internasional Bagi Dosen Tafsir-Hadis Dan Pimpinan Fak.Ushuludin di UIN Pekanbaru, yang diadakan oleh UIN Pekanbaru pada tanggal 12 s/d 15 Desember 2007.
(*) Penulis adalah salah satu angauta Dewan Pakar di Pusat Studi Al-Qur’an Jakarta pimpinan Prof.Dr. Quraisy Syihab dan Rektor Institut lm Al-Qur’an jakarta.


.

PALING DIMINATI

Back To Top