Bismillahirrohmaanirrohiim

Sejarah Shalat dalam Pandangan Jawwad Ali

Jika Anda bertanya kepada setiap pemeluk Islam tentang shalatnya; bagaimana shalat diwajibkan? Maka jawaban pada umumnya adalah “aku tidak tahu (la adri). Sungguh Allah telah mewajibkan shalat kepada kita dan cukup itu saja jawabannya”
[Dr. Jawwad ‘Ali]

Statemen tersebut sederhana tapi sangat menggelitik umat Islam yang mengerjakan ritual agama sebagai sebuah “tradisi” belaka, tanpa menelaah lebih jauh sejarah yang melatarbelakanginya. Kapan, dimana, dan kenapa shalat diwajibkan? Pertanyaan semacam ini memang sering dijawab dengan ketidaktahuan. Dr. Jawwad ‘Ali menilai fenomena ini sebagai sebuah ironi bagi siapa pun yang mengaku Islami. Tanpa berapologi, ia tergerak untuk meneliti dan menggali secara arkeologis sejarah shalat guna menyuguhkan informasi yang “bergizi”.

Dengan berbekal analisa kritis dan data-data primer otoritatif, Dr. Jawwad ‘Ali berhasil mempersembahkan kepada umat Islam sebuah karya genial berjudul Tarikh al-Shalat fi al-Islam (Sejarah Shalat dalam Islam). Pada mulanya karya ini adalah kumpulan artikel yang terbit di surat kabar Risalah Mashriyah pada tahun 1940. Setelah melewati proses revisi dan elaborasi lebih detail, akhirnya diterbitkan dalam bentuk buku pada tahun 1968; sebuah karya yang diproyeksikan guna merintis kebangkitan kesadaran historis-kritis di kalangan umat Islam.

Dr. Jawwad Ali adalah sejarawan modern terkemuka dan pemikir kritis yang dilahirkan di kawasan Kadhimiyah, Baghdad, Irak, pada tahun 1907 M. Setelah menyelesaikan jenjang pendidikan dasar di Kadhimiyah pada tahun 1925, ia melanjutkan pendidikan menengah di Madrasah Imam al-A’dham Abu Hanifah. Gelar Lisencenya diperoleh dari Universitas Dar Mualimin Jurusan Tarbiyah pada tahun 1931. Pada tahun berikutnya ia mendapat kesempatan mengajar di Madrasah Tsanawiyah Baghdad. Berkat talenta yang dimiliki, ia mendapat beasiswa program doktoral di Universitas Hamburg, Jerman. Gelar doktornya diraih pada tahun 1938 dengan disertasi yang berjudul Der Mahdi der Zwolfer-schia und schia vier scbire (Mahdi al-Muntadzar ‘inda Syiah Itsna ‘Asyariyyah/Imam Mahdi yang Dinanti-nanti Kedatangannya Menurut Aliran Syiah Itsna ‘Atsyariyyah).

Setelah menyelesaikan studinya di Hamburg, ia kembali ke Irak sebelum terjadinya Revolusi Irak pada tahun 1941. Ia juga sempat merasakan hidup di balik jeruji bui akibat kebijakan politiknya bergabung di barisan gerakan revolusioner. Beberapa tahun berikutnya, ia keluar dari penjara dan berkerja di Lembaga Penerjemahan dan Penerbitan Departemen Pendidikan Irak pada tahun 1947.

Pada tahun 1952 ia menjadi anggota Lembaga Bahasa Arab di Cairo, Mesir. Pada tahun 1957 tangga karirnya terus menanjak saat ia menjadi dosen terbang di Universitas Harvard, Amerika. Pada tahun yang sama ia juga menjadi dosen bidang sejarah di Jurusan Tarbiyah Universitas Baghdad. Berkat karir akademisnya yang gemilang, ia dianugerahi julukan Guru Ahli (ustadz mutamaris); sebuah julukan prestisius bagi kalangan akademisi Irak.

Kepakarannya dalam bidang sejarah memang diakui oleh kalangan akademisi Irak. Mazin Lathif, dalam surat kabar Jiran, Baghdad, menjuluki Dr. Jawwad ‘Ali sebagai Syaikh al-Mu`arrikhin; gurunya para sejarawan. Dr. ‘Adb al-Aziz al-Dauri juga melontarkan pujian senada. Menurutnya, Dr. Jawwad ‘Ali adalah penulis yang mencurahkan kapasitas intelektualnya dalam bidang sejarah Arab pra Islam. 

Ketakjuban pada sosok Dr. Jawwad ‘Ali juga datang dari Dr. Ibrahim Khalil al-‘Alaf dalam artikel yang bertitel Jawwad ‘Ali wa Ta`rikh li al-‘Arab Qabla Islam (Jawwad Ali dan Historiografi Arab pra Islam). Dalam testimoninya ia berkata, “Kita merasa bahwa ilmu dan akhlak telah menyatu dalam diri Jawwad ‘Ali. Kekaguman kami bertambah ketika ia menyuguhkan materi sejarah Arab dan kami pun tahu betapa tinggi kedudukannya di mata para pakar sejarah di Irak dan negara-negara lain”. Untuk mengokohkan betapa luasnya wawasan Dr. Jawwad ‘Ali, Dr. Jamal Hasan al-‘Atabi menyatakan bahwa “Jawwad ‘Ali adalah laksana gudang pengetahuan yang tak terkunci. Ia adalah lautan yang memancarkan ilmu, kharisma, dan kepasitas intelektual yang menyihir”.

Puji-pujian itu tak terlepas dari pendekatan metodologi kritis yang didapuk oleh Jawwad Ali dalam merekontruksi sejarah Arab-Islam. Baginya, para sejarawan sering terjebak dalam generalisasi dan sektarianisme. Oleh karena itu, “Wajib bagi sejarawan melepaskan diri dari pengaruh sektarianisme dan wajib pula baginya melakukan kritik transmisi (naqd riwayat). Setelah itu mengkomparasikan data-data dari riwayat-riwayat. Sejarawan juga harus menilai watak sejarah sebagai hal manusiawi yang terikat dengan hukum alam dan politik”, kata Jawwad Ali. Statemen ini menjelaskan kepada kita betapa pentingnya objektivitas serta netralitas dari fanatisme sektarianistik. Selain itu, kecenderungan sosio-antropologis yang ia tawarkan tampaknya hendak dijadikan alternatif bagi pendekatan teosentris yang sering menghinggapi para sejarawan pada umumnya.

Dr. Jawwad ‘Ali pun sangat menyayangkan intervensi penguasa yang sering merecoki sejarah Arab. Menurutnya selama ini banyak sekali sejarah yang dibuat-buat oleh sejarawan pro pemerintah guna mengokohkan supremasi. Berangkat dari keprihatinan ini, ia menjelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam penulisan sejarah:

Pertama, sejarah harus berangkat dari realitas empiris dimana sejarah itu muncul. Hal ini bisa dicapai setelah melalui proses analisa kritis atas informasi-informasi oral-transmisional; kedua, kodifikasi sejarah harus selaras dengan hasil objektif ijtihad; ketiga, netral dari keberpihakan kepada sekte dan aliran madzhab apa pun; keempat, sejarawan harus seorang yang alim dan adil. Ia juga harus menelaah sumber riwayat serta biografi perawinya; kelima, sejarawan tidak boleh melihat fakta sejarah dari kulitnya saja, tetapi harus mendalami aspek politik, sosial, kultural, dan lain-lain; dan keenam, sejarawan modern tidak boleh memonopoli sejarah sebagai sejarah penguasa saja, melainkan harus memperhatikan sejarah lintas kelas sosial, tak terkecuali komunitas-komunitas proletar-marginal.

Dr. Jawwad ‘Ali adalah penulis yang cukup prolifik. Karya-karyanya antara lain adalah al-Tarikh al’Am (1927), Ashnam al-‘Arab (1967), Tarikh ‘Arab Qabla al-Islam (1956-1960) yang terdiri dari 8 volume, al-Mufashal fi Tarikh al-‘Arab Qabla al-Islam yang terdiri dari 10 volume (1947-1968), Tarikh al-Shalat fi al-Islam (1968), dan lain-lain. Beberapa karyanya masih dalam bentuk manuskrip dan diantara yang sudah diterbitkan adalah Tarikh al-Shalat fi al-Islam.

Tarikh al-Shalat fi al-Islam merupakan karya yang sangat penting karena pembahasannya menyangkut persoalan pokok agama. Menurut Jawwad Ali, shalat bukanlah wilayah “tak bersejarah” atau “meta-historis” (a la tarikhi/ma wara'a tarikh). Shalat bukanlah ritual yang jatuh dari langit atau muncul tiba-tiba dalam ruang agama Islam. Shalat memiliki sejarah panjang sebelum Islam datang. Buku ini hendak menyibak tirai historisitas ritual-ritual sakral dan menelusuri akar sejarah perkembangannya dengan pelbagai perspektif. Mula-mula Dr. Jawwad ‘Ali menelaah secara filologis kata shalat. Baginya, shalat berasal dari bahasa Aramaic-Ibrani.

Pandangan ini dikuatkan oleh pendapat seorang sahabat terkemuka, yakni Ibn Abbas, yang menyatakan bahwa “kata “shalat” berasal dari bahasa Ibrani “shaluta” yang bermakna “tempat ibadah Yahudi”. Istilah shaluta pada perkembangan berikutnya masuk ke dalam bahasa Arab melalui kontak-interaktif dengan komunitas Yahudi”. Kemudian Jawwad Ali berupaya mengkomparasikan shalat dengan ritual Yahudi dan Nashrani. Selain menggunakan pendekatan filologis, metode komparatif terhadap riwayat-riwayat hadits yang kontradiktif pun menjadi tumpuan peneletian. Untuk mensinkronkan kontradiksi tersebut, penulis mencurahkan daya kritisnya guna melakukan kritik matan hadits (naqd matan).

Ala kulli hal, buku ini sangat penting dan wajib dibaca oleh siapa pun yang ingin mengetahui sejarah perkembangan ritual keagamaannya. Buku ini juga bermanfaat untuk meningkatkan kualitas dialog inter-religious karena mengetengahkan pembahasan tentang “relasi ritualistik” antar agama-agama.

Dapatkan terjemah buku ini yang akan diterbitkan Elkaf


.

PALING DIMINATI

Back To Top