Bismillahirrohmaanirrohiim

FIQH SIYASAH DALAM GUGATAN

Kerangka Analisis Masalah

Beberapa kali kami melihat forum bahtsul masa’il di berbagai tempat dihadapkan pada dilema menjawab persoalan-persoalan siyasi. Setting negara kita yang jelas berbeda dengan konsep yang tertuang dalam kitab-kitab siyasi mu’tabarah, seperti Al-Ahkam as-Sulthaniyah dan lain sebagainya, membuat fiqh siyasi kita cenderung stagnan dan mulai dipertanyakan relevansinya. 

Saat forum mengangkat pertanyaan; ‘apa status DPR menurut perspektif fiqh siasi?’, muncul berbagai tawaran jawaban. Ada yang menilai semakna dengan istilah ahl as-syuro, sebagian menyamakan dengan ahl al-halli wa al-‘aqdi, dan lain sebagainya. Beberapa istilah seputar peran dan jabatan formal di lingkungan fiqh siyasi terlihat ‘compang-camping’ (meminjam bahasa kritikus liberal) ketika dihadapkan pada konteks negara tertentu seperti Indonesia. 

Pendefinisian wazir, waly al-madzalim dalam struktur aparatur negara, atau amil, sa’i, dalam permasalahan zakat menjadi sebagian contoh istilah-istilah yang sulit teraplikasikan. Semenjak tahun 70-an sampai bahtsul masa’il edisi 2009, masih ada saja even bahtsul masa’il yang mengangkat topik klasik ‘amil zakat’ yang nyata-nyata tidak pernah ditemukan gambaran utuhnya di Indonesia. 
Meskipun mayoritas dari kita mengakui bahwa aturan-aturan dalam fiqh siyasi tidaklah baku, dan yang terpenting adalah tegaknya nilai dan prinsip dasar agama melalui nalar mashlahah-mafsadah-nya, namun kelihatannya kita membutuhkan nyali untuk mulai beranjak dari fiqh siyasi menuju pemaknaan yang lebih nyata. Bukan dengan tujuan mengesampingkan kitab kuning, namun menempatkan teks-teks agama sesuai dengan proporsinya.

Sail: Pengurus FMPP

Pertanyaan
a. Dapatkah dibenarkan menjawab persoalan siyasi di masa sekarang dengan mengacu pada pertimbangan mashlahah-mafsadah-nya, pada saat usaha mendapatkan penjelasan sharih dari fiqh siyasi mengalami kebuntuan?

Jawaban
a. Dapat dibenarkan namun pertimbangan maslahah dan mafsadah itu harus berdasarkan maslahah dan mafsadah yang telah dirumuskan oleh ulama ahli ijtihad dalam nushush A'immatul Madzâhib.

REFERENSI
1. Al-Thuruq Al-Hukmiyyah Fi Al-Siyasah Al-Syar'iyyah hlm. 13-14
2. Fiqh Al-Islamy wa Adillatihi vol. I hlm. 107
3. Fiqh Al-Islamy wa Adillatihi vol. IV hlm. 107 2861-2862 
4. Al-Ushul Al-Fiqh Al-Islamy vol. II hlm. 79
5. Sab'ah Al-Kutub Mufidah hlm. 8

Pertanyaaan 
b. Apakah ada kewajiban menjawab dan merumuskan fiqh siyasi di negara kita, Indonesia?

Jawaban
b. Ada kewajiban, selama hal itu diperlukan dan ada kemampuan, dalam rangka qiwâm ad-dunyâ (penegakkan tatanan dunia) dan atau amar ma'ruf nahi munkar.

REFERENSI
1. Mu'inu Al-Hukam hlm. 177
2. Buhyah Al-Mustarsyidin hlm. 7
3. Tasyri' Al-Janai vol. II hlm. 223


.

PALING DIMINATI

Back To Top