Bismillahirrohmaanirrohiim

Sepakbola dan Falsafah Hidup (Hanya Catatan Ringan, Oleh Gus Irwan Masduqi)

Usai sudah perhelatan world cup 2010 di Afrika Selatan. Timnas Spanyol tampil sebagai winners, sementara Belanda hanya mampu menjadi runner up. Tim Matador yang terdiri dari sederet bintang sekelas Xavi Hernandez, Andres Iniesta, David Villa, Cesc Fabregas, Carlos Puyol, Gerrard Pique, dan lain-lain telah mempertontonkan permainan tiki-taka yang cantik nan menyihir.

Gaya permainan tiki-taka mengharamkan bola menganggur lama di kaki pemain. Begitu mendapat bola, para jugador Spanyol akan segera menyusun formasi rapat agar bola bisa mengalir pendek dari kaki ke kaki. “Ya, dengan menguasai bola sesering mungkin, peluang menciptakan gol pasti lebih banyak”, kata Vicente del Bosque, pelatih Spanyol.

Setelah perhelatan olah raga akbar tersebut telah usai, lalu hikmah apa yang bisa kita ambil? Apa manfaat sepakbola bagi kehidupan kita? Apakah sepakbola hanya sebuah permainan perebutan bola belaka ataukah dapat kita tafsiri sebagai falsafah hidup? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang akan kita cari jawabannya.

Spanyol dengan gaya tiki-taka mengajarkan kepada kita bahwa “teamwork” selalu melampuai kebintangan pemain dengan skill individunya. Dalam sistem teamwork, masing-masing pemain harus mampu mengatasi ego dan bermain bersama-sama secara kolektif. Andres Iniesta meskipun diakui sebagai pemain midfielder dengan drible skill di atas rata-rata, namun ia tetap membutuhkan assist dari para pemain lain hingga akhirnya mampu melesakkan gol dengan tendangan setengah bicycle kick yang akrobatik.

Sistem teamwork sangat selaras dengan tabiat manusia yang notabene merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan gotong royong dan solidaritas guna mencapai sebuah tujuan dan kemenangan. Di sisi lain manusia harus menundukkan egonya dalam bermasyarakat agar tidak menjadi makhluk individualis.

Sepakbola—yang menurut Gus Mus konon cikal-bakalnya berasal dari permainan Tsu-chu Cina zaman dinasti Han abad 3-4 sebelum Masehi dan akhirnya distandardkan dengan pembentukan federasi sepak bola dunia (FIFA) tahun 1907—juga mengajarkan kepada kita bahwa setiap pemain mempunyai tugas dan fungsi masing-masing; mulai dari kiper, central defender, wing defender, midfielder jangkar, midfielder sayap, hingga striker. Hal ini sesuai dengan prinsip bermasyarakat dimana struktur sosial senantiasa terbangun oleh kolektivitas kerja individu yang mempunyai fungsi masing-masing; mulai dari petani, pedagang, pemerintah, agamawan dan lain-lain. Beragam fungsi pemain dan lapisan masyarakat ini harus dipadukan demi mencapai goal, kemenangan, dan kemaslahatan bersama.

Agar sepakbola berjalan lancar dan enak ditonton, diciptakanlah aturan-aturan main beserta hukuman pelanggarannya. Sebagaimana sepakbola, kehidupan manusia juga membutuhkan aturan syariat agar kehidupan berjalan dengan baik. Aturan ini kemudian dijalankan oleh seorang wasit dalam mengawal pertandingan. Wasit harus bertindak adil agar semua pemain dan supporter merasa lega. Jika wasit memihak pada salah satu tim maka akan menimbulkan anarkisme dalam bentuk tawuran antar supporter.

Sama persis dengan wasit, seorang hakim juga harus bertindak adil dalam menegakkan hukum di masyarakat. Wasit dan hakim sama-sama harus bersih apabila ingin terhindar dari segala bentuk skandal mafia hukum. Di pihak lain, para pemain dan masyarakat pun harus tunduk pada aturan yang ditetapkan agar pertandingan dan kehidupan berjalan dengan fair play.

Dalam konteks global, sepakbola telah mengambil peran signifikan bagi kemaslahatan hidup. Kofi Annan selaku Sekretaris Jendral PBB dan Joshep S. Blatter selaku Presiden FIFA telah mendiskusikan nilai-nilai olah raga sepakbola yang dapat membawa kemajuan manusia, perdamaian dunia dan toleransi. Sepakbola bisa berperan sebagai school of life bagi anak-anak dan manusia di seluruh dunia, sebagai media peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan bagi negara terbelakang, dan sebagai media kampanye gerakan anti rasisme.

Namun tak jarang sepakbola menjadi ajang perjudian. Sepakbola juga menghadirkan fenomena unik berupa takhayyul dan khurafat ramalan Gurita Paul. Inilah kehidupan dan sepakbola yang senantiasa diwarnai oleh unsur al-hasanat dan al-sayyiat. Man ‘amila shalihan fa lahu ajruhu; barang siapa beramal baik akan mendapatkan imbalan pahala dan barang siapa bermain bagus akan menjadi man of the match. Fastabiqul khayrat; berlomba-lombalah dalam kebaikan seperti halnya para pemain bola berlomba-lomba menciptakan gol dan menjadi top scorer.


.

PALING DIMINATI

Back To Top