Bismillahirrohmaanirrohiim

DUKA HABIBIE DUKA KITA SEMUA (Oleh: Jum’an Basalim)

Bukan maksud saya untuk mengusik kebahagiaan yang sedang anda rasakan, bukan pula mengingatkan akan datangnya duka. Karena kita akan merasa sama sedihnya bila kehilangan orang yang tercinta. Banyak orang
nampak tidak terlalu mengkhawatirkan kematian dirinya tetapi lebih takut akan kehilangan orang yang dicintainya. Alangkah tidak berdayanya manusia mengelak dari maut. Jika datang saatnya tidak akan lebih awal tidak
pula lebih akhir. Pada usia 74 tahun dan setelah hampir setengah abad menempuh hidup bersama, Bacharudin Jusuf Habibie ditinggalkan oleh isteri tercintanya Hasri Ainun Habibie. Tidak menunggu umur 80 sehingga
lebih lama menikmati hidup bersama, bahkan 75 tahun juga tidak. 22 Mei 2010 adalah tanggal rahasia yang sudah ditulis oleh malaikat untuk memanggil pulang Ibu Hasri Ainun Habibie.

Saat pertama saya dapati orang yang saya cintai dipanggil Yang Maha Kuasa dengan tiba-tiba, perasaan saya terguncang keras, seperti lantai tempat saya berdiri tiba-tiba hilang dan saya jatuh melayang-layang. Akal sehat
saya buyar dan semua yang biasa menjadi berbeda. Saya panggil namanya tetapi dia tidak menjawab. Padahal biasanya selalu menjawab apalagi dari jarak sedekat ini. Saya ulangi tetap diam, berkedippun tidak. Saya
goyangkan badannya tidak bangun, saya remas tangannya tidak membalas. Saya peluk dan saya cium juga diam. Atau nanti sebentar lagi? Tidak juga. Jadi saya sudah tidak boleh berkata- apa-apa lagi dengan dia? Sepatah
dua patah kata saja juga tidak? Bepergian bersama-sama juga tidak boleh? Mulai sekarang ini besok dan untuk selamanya? Tidak mungkin, tidak mungkin. Serasa sebilah pedang yang sangat tajam telah membelah diri
saya hingga separohnya hilang. Kalau begitu apa artinya hidup ini.

Datanglah malam. Ia tidak lagi tidur dikamarnya. Tetapi diruang tamu, tanpa bantal dikerumuni orang mengaji. Tengah malam saya mencoba berbaring ditempat tidurnya. Ini bantalnya , ini kain selimutnya dan ini
mukenanya. Saya akrab dengan baunya, saya hidu dalam-dalam mumpung masih ada aroma hayatnya. Biasanya sebelum tidur ada saja yang dia minta. Tolong matikan lampu, saya sudah terlanjur berselimut. Dan
yang remeh-temeh seperti itu.

Hari-hari berikutnya muncullah berbagai ingatan dan rasa bersalah yang menambah kesedihan. Kenapa saya tidak datang lebih awal padahal bisa, hingga sempat berjumpa sebelum berpisah untuk selamanya. Mengapa
minggu yang lalu tidak saya sempatkan pulang kampung bersama padahal dia sudah berkali-kali mengajak? Banyak sekali janji yang belum terpenuhi, banyak rencana yang belum terlaksana. Sekarang sudah terlambat
semuanya.

Anda ingat waktu salah satu gigi anda copot? Lidah anda tidak henti-hentinya meraba-raba bekasnya. Mengukur-ngukur lebar lubang yang ditinggalkannya, menekankan lidah kebagian tajam dari akar gigi yang masih
tersisa. Terasa sakit, tetapi ada kenikmatan untuk mengulang-ulangnya. Terus menerus mengulang kembali detil-detil kenangan orang yang kita cintai seperti menikmati siksaan karena memberi kepuasan meskipun
menambah kesedihan.
Kita belum akan pulih sebelum pilu yang paling menyayat kita lalui. Oleh karena itu kita jalani saja. Kalau perlu menangis menagislah, jangan berjuang untuk melupakannya dengan seketika. Allohummaghfir li ruhi Hasri
Ainun Habibie.


.

PALING DIMINATI

Back To Top