Bismillahirrohmaanirrohiim

KEBERKAHAN SOWAN GARJO

Oleh Zaki Abigeva

Di usia 85 tahun, langkahnya masih tegak berjalan meski terlihat sedikit membungkuk. Meski kerutan tak dapat disembunyikan, namun masih terlihat anggun dengan balutan kerudung putih. Lisannya masih jelas meski terkadang dawuhnya sering diulang-ulang. Bagi yang muda seperti kami seakan sedang diberi pelajaran tentang arti kesempatan dan semangat. Intinya, jangan sampai kalah sama yang sepuh-sepuh. 

Bertemu beliau seperti kembali teringat cerita bapak kami yang pernah nyantri di Tegalrejo. Menurut cerita, bapak tak seperti teman-teman sebayanya. Jika sudah tidur, bapak sangat susah dibangunkan untuk budal (berangkat) ngaji. 

Melihat kondisi bapak seperti itu, Mbah Chudhori hanya mendiamkan dan enggan memarahi. Malah bapak kerap ditimbali (dipanggil) ke ndalem dan nurut saat disuruh makan. Bisa jadi karena keseringan makan dengan piring-sendok yang dipakai Mbah Yai dan dengan nasi serta lauk yang sama, turut membentuk bapak kami mendapat sirr dan berkah dari para gurunya. Begitu juga setelah bapak boyong, sepupu kami Kak Dul (putra Mbah Halim Baidhowi) juga merasakan hal yang sama. Tak pernah ditegur jika sering bolos ngaji.

Usut punya usut ternyata Mbah Chudhori pernah dawuh, bahwa alasan membiarkan mereka adalah karena alasan adab kepada guru beliau. Dalam prinsip Mbah Chudhori, adalah satu nikmat dan anugrah besar jika di pondok asuhannya ditunggui dzurriyah guru dan kyai-kyai beliau. Meski jarang ngaji yang penting masih mau mondok dan dekat dengan beliau itu sudah lebih dari cukup. Ibarat jimat, kesempatan ngemong (mengasuh) putra-putra guru beliau adalah bentuk khidmah beliau kepada guru.

Inilah kemudian yang kami yakini menjadi salah satu kunci sukses para sesepuh dalam mencari keberkahan. Dengan sowan Tegalrejo, setidaknya saya juga ingin ngalap berkah para sesepuh agar bisa meniru keikhlasan dan ketawadhu'an mereka.

Dan setiap ingin pamit Mbah Nyai Chudhori, saya selalu menjadi sangat canggung. Karena setiap kali izin pulang beliau selalu menyelipkan sesuatu dan membawakan berbagai oleh-oleh melimpah untuk kami bawa pulang. Seharusnya kami yang mestinya ngaturi beliau, ini kok malah sebaliknya!!? Dan setiap kali ditolak beliau akan terus memaksa hingga kami menyerah. 

Ternyata kegalauan ini pernah juga dialami oleh Mas Yai Wagub Taj Yasin Maimoen saat sowan Mbah Nyai sebelum bertemu dan ngobrol sejenak bersama kami disela-sela kunjungan Al-Habib Ali Al-Jufri di UIN Walisongo Semarang rabu lalu (04/12/19). Tak pelak setiap ingat kejadian ini kami hanya bisa sungkan dan pekiwuh sendiri, semoga ini bukan bentuk su'ul adab kami kepada beliau. 

"Sehat terus Mbah Nyai, panjang yuswo..."

Kami masih butuh bimbingan dan teladan dari kehidupan piyantun-piyantun kuno seperti panjenengan agar tidak menjadi generasi yang 'kepaten obor' (kehilangan jejak laku para sesepuhnya). 

Aamiin 🤲🤲


.

PALING DIMINATI

Back To Top