Oleh KH. Ma'ruf Khozin
Masalah ini adalah murni khilafiyah dalam ijtihad ulama kontemporer. Ini pula menjadi penanda bahwa tidak semua persoalan ibadah akan terjawab dengan ayat atau hadis Nabi. Sebelumnya saya cuma membaca banyak tulisan tentang tata cara Salat di pesawat, kereta api dan sebagainya. Semua hampir berangkat dari analisa kekinian, tapi sayangnya tidak memiliki alur hukum menurut Mazhab. Sependek bacaan saya.
Setelah saya baca kitab I'lam Zamrah Sayyarah, karya para guru dan kiai-kiai Indonesia yang belajar di Mekah, yakni Syekh Ismail bin Zain, yang mengulas tata cara Salat di pesawat, saya merasa kitab ini menggunakan titian kitab di masa klasik dengan kontekstual keadaan saat ini.
Beliau memiliki kesimpulan Salat di pesawat tidak sah. Karena posisinya terlepas dari menginjak tanah secara langsung atau tersambung dengan bangunan yang tertancap ke tanah. Dalil yang beliau sampaikan adalah:
وَجُعِلَتْ لِىَ الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا
Hadis: “Allah jadikan bagiku tanah bumi sebagai tempat sujud dan alat bersuci.” (HR Bukhari)
Tidak hanya berpijak dari zahir hadis, tetapi juga ulasan ulama Syafi'iyah, Syaikhul Islam Zakariya Al Anshari dan Syekh Syaubari:
( قَوْلُهُ يُشْتَرَطُ فِي الْفَرِيضَةِ الِاسْتِقْرَارُ ) فَلَوْ حَمَلَهُ رَجُلَانِ وَوَقَفَا فِي الْهَوَاءِ أَوْ صَلَّى عَلَى دَابَّةٍ سَائِرَةٍ فِي هَوْدَجٍ لَمْ تَصِحَّ
"Syarat salat fardu adalah menetap ke tanah. Jika ada orang yang digendong oleh 2 orang di udara atau di kendaraan yang berjalan maka tidak sah salatnya" (Asna Al-Mathalib, 2/297)
Di samping itu Salat wajib di kendaraan tidak dilakukan oleh Nabi sebagaimana dalam hadis berikut:
وَعَنْ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ رضي الله عنه قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَتْ بِهِ - مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ . زَادَ اَلْبُخَارِيُّ : - يُومِئُ بِرَأْسِهِ , وَلَمْ يَكُنْ يَصْنَعُهُ فِي اَلْمَكْتُوبَةِ -
Amir Ibnu Rabi’ah Radliyallaahu ‘anhu berkata: "Aku melihat Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam sholat di atas kendaraannya ke arah mana saja kendaraan itu menghadap". (Muttafaq Alaihi). Bukhari menambahkan: "Beliau memberi isyarat dengan kepalanya (untuk rukuk dan sujud), namun beliau tidak melakukannya untuk salat wajib" (Bulugh Al-Maram Hadis No 211)
Khusus bagi pengikut Mazhab Syafi'i ada uraian dari Imam Ibnu Hajar Al Haitami yang membolehkan salat di atas kendaraan yang berjalan tapi tetap harus mengulang salatnya setelah sampai di tujuan:
أما الفرض ولو جنازة ومنذورة فلا يصلي على دابة سائرة مطلقا لأن الاستقرار فيه شرط احتياطا له نعم إن خاف من النزول على نفسه أو ماله وإن قل أو فوت رفقته إذا استوحش به كان له أن يصلي الفرض عليها وهي سائرة إلى مقصده ويومىء ويعيد
"Salat Fardu tidak boleh dilakukan di kendaraan yang berjalan. Sebab posisi menetap ke tanah adalah keharusan saat salat. Jika turun untuk salat kuatir pada dirinya, hartanya, ketinggalan teman maka ia boleh salat di kendaraan yang sedang berjalan dengan isyarat tapi harus mengulang / qadha’ jika sampai" (Manhaj Qawim 1/128)
Meski demikian saya tetap menampilkan keterangan lintas Mazhab soal pelaksanaan salat yang tidak memungkinkan untuk bersuci, pakaian najis, tidak sempurna dalam gerakan salat, posisi menghadap kiblat dan sebagainya, dengan mengutip 3 pendapat berikut:
وَقِيلَ : يُؤَدِّيهَا بِلَا طَهَارَةٍ وَلَا يَقْضِي كَالْعُرْيَانِ . وَقِيلَ : يَقْضِي وَلَا يُؤَدِّي . وَقِيلَ : يُؤَدِّي وَيَقْضِي عَكْسُ الْأَوَّلِ
1. Melaksanakan salat tanpa bersuci, tidak wajib mengulang. 2. Wajib meng-qadla’ dan tidak salat di awal waktu (di pesawat). 3. Melakukan salat di waktu salat (menjaga kemuliaan waktu salat di pesawat) dan qadla’ (Hasyiah as-Shawi 1/346)
Pada intinya, saya condong dengan pendapat Syekh Ismail bin Zain Al-Yamani Al-Makki. Tapi jika ada yang tidak dapat melakukan salat di kendaraan yang berjalan tetap niatkan untuk melakukan salat setiba di lokasi. Jangan pernah meninggalkan salat. Dan jika melihat ada orang yang salat di kendaraan umum jangan segera menyalahkan, karena boleh jadi ia melakukan salat sunah atau salat untuk menjaga kemuliaan waktu salat.
∆ Foto saat selesai salat di kereta api eksekutif di gerbong yang menyediakan tempat salat di ruangan kantin KA. Maaf saya tidak memakai formalin sehingga manisnya tidak awet.
