Bismillahirrohmaanirrohiim

Kita Bukanlah Siapa - Siapa

Kita ini bukan siapa siapa

Syaikh Mutawalli as-Sya'rawi rahimahullah dalam perjalanan pulang dari mengisi kuliah umum di sebuah Universitas, memilih berhenti di area toilet umum. Supir yg mengantar beliau merasa heran, Syaikh Mutawalli ternyata sedang membersihkan dan menyikat lantai toilet,
"Apa yg anda lakukan, wahai Syaikh?"

"Saya sedang menebus dosa yg baru saja saya lakukan. Saya merasa bangga ketika pulang dari kuliah umum dan mendapatkan penghormatan yg luar biasa dari Universitas. Dengan begini, saya sedang menenangkan hati saya sendiri bahwa saya bukan siapa-siapa." Syaikh Mutawalli menjawab sambil menahan isak.

Dari kisah tersebut, kita dapat mengambil pelajaran penting bahwa sekian panjang perjalanan hidup, sesungguhnya tugas besar manusia adalah noto ati (menata hati).

Kata Baginda Nabi Saw, hati adalah pusat segala energi yg mampu menarik manusia pada dua keadaan : tenang dan gemrungsung atau panik.

Hati tenang adalah hati yg lepas dari kecenderungan duniawi : pujian, sanjungan, kehormatan dan bangga diri.

Hati gemrungsung adalah hati yg mengikat pada semua kecenderungan dan keinginan. Apa saja yg tampak menyenangkan, mengenyangkan, memuaskan, ia jejalkan ke dalam hati sehingga menjadi ramai. Hati yg terlalu ramai dengan kecenderungan duniawi, sesungguhnya sedang pelan-pelan menutup diri dari cahaya Allah.

Itulah sebabnya, menata hati adalah ibadah yg paling berat. Manusia bisa mendirikan shalat sehari semalam tanpa henti, manusia bisa menuntaskan puasa berhari-hari, manusia bisa membiasakan diri berangkat ke tanah suci. Tetapi, seluruh energi ibadah itu akan sia-sia jika hati sebagai pusat dari energi sesungguhnya, justru ramai, keruh bahkan gelap karena banyaknya tumpukan keinginan-keinginan duniawi.

Termasuk keinginan dimuliakan, diistimewakan dan dielu-elukan adalah kecenderungan manusia yg bisa menghambat petunjuk Allah. Petunjuk Allah meliputi ilmu, hikmah dan berkah.

Hati adalah tempat dimana Allah berhak hadir di dalamnya. Manusialah yg justru menghadirkan selain Allah di dalam hatinya. Menempatkan diri sebagai manusia biasa adalah satu dari sekian panjang usaha lahir batin menata hati. Itulah yg dicontohkan oleh orang-orang shaleh dahulu : tidak menuntut keistimewaan atas nama keren dan wibawa.

Kiyai Adlan Ali Cukir Jombang rahimahullah, seorang Kiyai besar yg mempunyai ribuan santri justru setiap pagi dan sore hari menyapu sendiri lingkungan pesantrennya. Sampai-sampai suatu ketika pernah disuruh-suruh angkat koper dan karung oleh santri baru yg melihat Kiyai Adlan tampak seperti orang biasa.

Apa yg sesungguhnya orang-orang shaleh upayakan itu adalah untuk menetralisir atau menenangkan energi hati yg sewaktu-waktu bisa menyeret manusia pada kesombongan.

Imam Ghazali pernah berkata, "Tidak ada kemampuan yang lebih berat, lebih besar daripada kemampuan mengendalikan hati sendiri."

Sebab, mustahil hati mampu menampung dua kecenderungan atau lebih, kecuali manusia yg sedang mempersiapkan kehancuran dirinya sendiri.

Wahai Dzat Yang Membolak-balikkan hati, tetapkanlah mantapkanlah hati kami dalam jalan agama-Mu serta beribadah ta'at kepada-Mu.....

اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد

#regolngabul

by Ust Hisyam Zamroni


.

PALING DIMINATI

Back To Top