Bismillahirrohmaanirrohiim

Menyimak Cerita Mistik Gus Dur tentang Tebuireng

Menyimak Cerita Mistik Gus Dur tentang Tebuireng

Ketika duduk di bangku Madrasah Aliyah Salafiyah Syafi’iyah Tebuireng Jombang, kami diajar oleh seorang kiai sepuh, almarhum KH Zubaidi Muslih. Kala itu, beliau mengampu pelajaran Ilmu Tauhid kitab Kifayatul 'Awwam. Di samping keluasan ilmunya, kami kagum mendengar kisah-kisah beliau tentang sejarah, sastra, mistik, maupun pengalaman pribadi beliau.

Salah satu yang saya ingat, kiai asal Banyuwangi ini pernah bercerita bahwa jauh sebelum Pesantren Tebuireng didirikan (1899) ada seorang waliyullah (kekasih Allah) yang datang. Tidak diketahui berasal dari mana dan entah mau ke mana. Wali itu berhenti di tepian sungai, kini depan pesantren.

Lalu ia diam mengamati seraya bertutur dengan kasyaf-nya, "Kelak, di tempat ini akan datang seorang yang alim, ilmunya menyinari negeri."

Orang tua berjubah itu berlalu, membuat masyarakat dan warga sekitar keheranan. Ternyata prediksi beliau itu tidak meleset. "Orang alim" yang dimaksud tak lain ialah Hadratus Syaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari, beserta keturunan, dan para santrinya di kemudian hari.

Di kesempatan lain, saya menemukan riwayat lain di sebuah buku sejarah alumni, entah kejadian yang dimaksud sama atau memang berbeda.

Alkisah, ada seorang kakek tua yang berdiam diri di sebuah pohon. Ia menjadikan pohon itu sebagai tempat berteduhnya sehari-hari. Warga sekitar pun kasihan, mereka hendak mengajak kakek itu ke rumahnya agar bisa tinggal bersama.

Namun kakek itu menolak dengan halus. Ia berpesan jika dirinya wafat maka ingin dimakamkan di bawah pohon itu. "Sebab, tempat ini akan menjadi pusat keilmuan, didatangi banyak orang dari berbagai penjuru negeri, dan makam ini tidak akan pernah sepi dari para peziarah.”

Lalu kakek itu wafat dan dimakamkan di tempat yang dimaksud, kini masih satu area dengan kompleks pemakaman Pesantren Tebuireng.

Saya mengira kisah mistik tentang Tebuireng akan berhenti di situ saja, nyatanya tidak. Saya menemukan potongan kisah itu di Ciputat. Ketika membaca buku hasil disertasi Dr Alwi Shihab, di sana terdapat kata pengantar dari almarhum KH Abdurrahman Wahid. Gus Dur menyebut sebuah nama yang bisa jadi itulah nama kakek tua pada cerita diatas.

Gus Dur mengatakan, pada 1941 mendiang mantan Presiden Soekarno berdiam selama empat puluh satu hari di Pesantren Tebuireng, untuk berkhalwat di kuburan nenek moyang beliau yaitu Maulana Ishaq Al-Tabarqi.

Beliau inilah yang kemudian diabadikan peranannya karena asalnya dari Al-Tabarqi, merupakan daerah halilintar. Oleh karena itu dijumpai gambar/simbol pendiri "Kerajaan Demak", di Masjid Agung Demak, di dalamnya terdapat sebuah ukiran kayu dengan tanda halilintar yang diukirkan pada sebuah punggung kura-kura.

Dengan demikian, tambah Gus Dur, jelas bahwa kura-kura sebagai lambang umur panjang atau ban shui, yang hanya digunakan oleh raja-raja dalam legenda Cina. Sedangkan halilintar adalah "merek" khusus Maulana Ishaq. Oleh karena itu, ketika Bung Karno sebagai keturunan Maulana Ishaq berhasil mendirikan Negara Republik Indonesia, beliau membuat tugu proklamasi di Pegangsaan, diatas tugu itu dia letakkan sebuah gambar halilintar, sama dengan yang ada di Masjid Agung Demak.

Dengan kata lain Maulana Ishaq, melalui keturunannya Sukarno, juga adalah salah seorang arsitek Negara Republik Indonesia. Dari sini jelaslah bahwa Sukarno sebagai tokoh politis karena mendirikan pemerintahan, yang juga keturunan salah seorang tokoh politik lain, Maulana Ishaq. Sehingga tidak mengherankan apabila beberapa abad berikutnya para Wali Songo juga merupakan tokoh-tokoh politik.

Hal ini tampak karena menurut cara-cara tahallul, dapat diketahui kenapa para Wali Songo dinamai Wali, bukan dinamai syaikh, syuyukh atau mursyid dari tarekat-tarekat, sebab beliau selain tokoh keagamaan juga tokoh pemerintahan, yang juga memahami ilmu-ilmu politik.

Entah bagaimana Gus Dur mampu mengetahui cerita mistik tersebut, bahkan sampai detail nama, keturunan, sejarah, hingga prediksi ke depan. Di samping perlu ditelusuri lebih dalam tentang riwayat hidup Maulana Ishaq al-Tabarqi, kita patut meyakini bahwa orang-orang yang hatinya bersih selalu diberi banyak kelebihan oleh Allah SWT, seperti di antaranya mengetahui hal-hal gaib.

Jakarta, 7 Juni 2018

Fathurrochman Karyadi
Glentong Studio, Pengampu Pustaka Asy Syura dan Mahasiswa Filologi Pascasarjana UIN Jakarta.


.

PALING DIMINATI

Back To Top