Bismillahirrohmaanirrohiim

Kisah Ketauladanan Surkati

Chaulan weg 25 bukan saja menyimpan banyak peristiwa penting dan bersejarah, dirumah ini pula menyimpan banyak kisah menarik termasuk kisah tentang kehidupan pribadi Surkati, sosok seorang tokoh besar yang pernah dimiliki oleh Al-Irsyad. Salah satunya adalah kisah tentang ketauladanan Surkati yang dituturkan oleh salah seorang muridnya alustadz Muhammad Munif pada tahun 1974 kepada A.Karim Said yang juga alumni madrasah arrabic school di chaulan weg pimpinan Syech Ahmad Surkati.
 
Kisah tersebut terjadi sekitar awal tahun 1930-an, saat itu Surkati sedang duduk diberanda rumahnya di Chaulan Weg bersama rekan-rekan beliau diantaranya al ustadz Ali Salim Hubeis dan al Ustadz Ali bin Mugieth. Ketika mereka tengah berbincang-bincang datanglah seorang laki-laki yang tampak sebagai seorang fakir peminta-minta shodaqoh, setelah ia memberi salam kemudian duduk berjongkok sambil menundukan kepala di pojok dekat tangga masuk, agak jauh dari tempat duduk Surkati dan para tamunya. Syech Ahmad kemudian bangkit dan menghampiri orang tersebut untuk menanyakan maksud dan tujuan kedatangannya. Tapi laki-laki itu membisu tidak memberikan jawaban atas pertanyaan yang di ajukan oleh Surkati dan bahkan menolak dikala Surkati memberinya uang dan menawarkan bantuan lainnya. Hal tersebut membuat Surkati penasaran dan memperhatikan lebih dalam tentang sosok laki-laki itu.
 
Surkati menghampiri lebih dekat lagi dan memperhatikan secara sekasama kondisi laki-laki tersebut dan ternyata laki-laki itu memiliki wajah yang mengerikan karena penyakit yang dideritanya. Akan tetapi dibalik wajah yang mengerikan tadi tampak raut mukanya yang membayangkan rasa rindu dan hormat, disamping rasa putus asa untuk minta dikasihani.
 
Syech Ahmad kembali menghampiri dan duduk bersama tamu-tamunya yang lain guna meneruskan perbincangan yang terputus, namun perhatian beliau sepertinya lebih tercurah pada sosok laki-laki yang tidak dikenalnya tadi. Setelah para tamunya pulang, kembali Surkati menghampiri laki-laki itu yang juga masih tetap pada kondisinya seperti semula dan beliau mengulangi pertanyaan yang sama pada laki-laki tersebut.
 
Dengan air mata yang berlinang, laki-laki berwajah mengerikan itu berbicara dan menuturkan pada Surkati ; saya adalah Haji Abdurrahman dari Banten, mungkin Syech Ahmad sudah tidak mengenal saya lagi dan memang saya sudah lama tidak berkunjung ke betawi untuk bersilaturrahim pada Syech.
 
Apa..?!.............benarkah anda Haji Abdurrahman sahabat saya? Tanya Syech Ahmad dengan heran, tapi tampak ketenangan serta ketabahan jiwa beliau dalam usaha mengekang dan mempertahankan gejolak perasaan disaat itu. Ternyata laki-laki itu adalah sahabatnya dari Banten dan terkenal sebagai Saudagar kaya raya yang memiliki banyak tanah perkebunan di daerah lebak Banten dan Cilegon.
 
Laki-laki itu kemudian menuturkan kisah tentang nasib yang dialaminya.
 
 “Beberapa tahun yang lalu saya ditimpa musibah dengan mendapatkan cobaan dari Allah SWT dengan menderita penyakit sejenis lepra dan saya rahasiakan penyakit ini pada orang lain kecuali anak-anak dan istri saya dirumah. Karena lama tidak kunjung sembuh, akhirnya secara diam-diam saya pergi berobat di kota medan dan dirawat selama tiga tahu di rumah sakit lepara dikota tersebut. Tapi penyakit yang diderita saya ini tak juga nampak kesembuhan sebagaimana yang Syech lihat sekarang ini. Saya sudah berputus asa dan hanya mengharap segera mati”.
 
“Namun sebelum saya mati, saya merasa berkewajiban datang untuk menemui Syech sekedar memohon do’a menjelang kematian saya nanti. Dan saya merasa berhutang budi atas jasa baik Syech selama ini yang telah membimbing saya pada jalan kebenaran yang diridhoi Allah SWT, yaitu berpegang teguh pada tuntunan kitabullah dan sunnah rasulullah SAW”.
 
Dengan beristighfar serta memuji-muji kebesaran dan ke agungan Allah SWT, Syech Ahmad berkata dengan nada suara yang tenang penuh wibawa ;
 
Wahai saudaraku Haji Abdurrahman, saya kenal anda sebagai salah seorang tokoh pergerakan dan berjuang dengan gigih bersama-sama dengan pergerakan yang saya rintis untuk menegakkan serta mengagungkan kalimat tauhid dan menyiarkan ajaran Islam yang sejati berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits. Anda telah terjun dalam lingkungan kami, dikala pengikut kami masih sedikit dan banyak yang memusuhi, bahkan ada yang berani mengkafirkan kami. Dan di saat itu pula anda telah mengamanatkan anak-anak anda pada kami untuk di didik sebagai bekal mereka guna mencapai kebahagiaannya di dunia dan di akhirat.
 
Alhamdulillah, sekarang kini anda berada dihadapan saya setelah lama kita tidak berjumpa, dan haram bagi anda dan bagi siapapun setiap muslim untuk berputus asa, apapun yang dihadapi serta dideritanya. Dan saya tidak akan membiarkan anda, bahkan sekarang juga anda jangan kemana-mana. Tinggalah bersama saya disini dan dengan izin Allah SWT saya akan merawat dan mengobati anda.
 
Haji Abdurrahman sulit melukiskan bagaimana perasaannya mendapatkan perlakuan Surkati yang berahlaq karimah tersebut. Hanya Allah yang mengetahui. Sejak saat itulah Haji Abdurrahman tinggal dirumah Syech Ahmad Surkati di Chaulan weg sekaligus untuk mendapatkan perawatan dan pengobatan dari beliau.
 
Di Chaulan weg Surkati membuatkan tempat khusus dan sebuah bak untuk berendam diri dengan air hangat dan minyak semacam kastroli serta ramuan obat-obatan tertentu. Cara pengobatan tersebut adalah cara para ahli kedokteran Islam zaman dahulu. Syech Ahmad Surkati memang banyak mempelajari tekhnik pengobatan kuno dari berbagai literatur buku-buku kesehatan. Ada kemungkinan bakat tersebut menurun dari kakeknya yang juga seorang tabib di Sudan. Konon, buku tua berbahasa arab yang memuat tentang ramuan berbagai pengobatan itu kini masih tersimpan dirumah salah seorang kerabatanya.
 
Kesungguhan serta ketelatenan Surkati merawat dan mengobati Haji Abdurrahman dari penyakitnya berangsur-angsur mengalami perubahan dan setelah memakan waktu sekitar dua mingguan kulitnya yang berpenyakit telah mulai rontok dan bahkan setelah kurang lebih enam bulan, penyakit berjenis lepara yang diderita oleh Haji Abdurrahman telah mulai sembuh.
 
Setelah sembuh dari penyakitnya, kemudian Ia meminta izin kepada Surkati untuk kembali pulang ke rumahnya di kawasan Cilegon, Banten. Syech Ahmad tidak keberatan tapi memberinya nasehat agar menjaga pola makan yang harus dipantangnya dan hal-hal lain yang harus dijaganya.
 
Tak lama kemudian Haji Abdurrahman kembali mengunjungi Syech Ahmad Surkati dirumahnya di Chaulan Weg dan mengutarakan keinginannya untuk memberikan hadiah kepada Surkati berupa persil kebun teh di daerah Banten sambil membawa serta menyerahkan surat-surat kepemilikan tanah tersebut berikut dokumen lainnya.
 
Atas persetujuan ahli waris dan keluarganya, Haji Abdurrahman menyerahkan kebun teh miliknya kepada Syech Ahmad Surkati sebagai tanda ucapan terima kasih serta imbalan atas jasa baik dalam penyembuhan penyakit yang pernah dideritanya.
 
Dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan hati, Surkati menyatakan kepada Haji Abdurrahman ; Wahai saudaraku Haji Abdurrahman, Allah yang Maha Pengasih dan Pemurah telah menyembuhkan anda dari penyakit yang mengerikan sejenis penyakit lepra, “Naudzubillahi Min dzalik”. Seharusnya anda bersyukur kepada-Nya dengan tulus penuh rasa rendah diri atas kesembuhan penyakit tersebut. Dan Allah SWT menyembuhkan penyakit anda itu karena amal soleh yang telah anda lakukan dikala sehat dan bugar. Saya telah turut berusaha membantu anda dengan ikhlas guna merawat serta mengobati anda dan juga mendoakan kesembuhan anda. Dan saya lebih bersyukur kepada Allah SWT yang telah mengaruniai anugrah yang tak terhingga nilainya, yaitu dikabulkannya ikhtiar saya untuk merawat dan mengobati anda sehingga kembali pulih seperti sediakala…..Alhamdulillahi Rabbil Alamin.
 
Kemudian Syech Ahmad Surkati memanggil beberapa orang yang berada dirumahnya dan anak didiknya untuk menyaksikan bahwa beliau telah menerima hadiah sebidang kebun teh dari Haji Abdurrahman miliknya sendiri. Dan beliau mengucapkan terima kasih serta penghargaan atas pemberian tersebut.
 
Akan tetapi disaat itu juga, Surkati meminta untuk disaksikan bahwa beliau menghadiahkan kembali kebun teh tersebut kepada ahli waris Haji Abdurrahman.
 
Ketauladanan Syech Ahmad Surkati dalam kisah diatas patut untuk kita jadikan ibrah. Sikap terpuji yang ditanamkan Surkati pada anak didiknya sejalan dengan firman Allah SWT surah Assyuara ayat 180 yang artinya ;
 
Dan aku tiada minta upah kepadamu, hanya kuharapkan upahku itu dari Allah Rabbul alamin.
 
Konon ketokohan Haji Abdurrahman di Banten bisa memuluskan sebuah perjuangan pemurnian Islam yang diperjuangan oleh Syech Ahmad Surkati di kawasan kesultanan tertua di jawa barat tersebut, padahal kawasan Banten dan sekitarnya terkenal akan faham tradisional yang terkenal mangkreng dan garang. Bahkan, monumen kehadiran Surkati di daerah Banten dapat disaksikan dari sebuah prasasti pendirian Masjid yang mencantumkan nama Surkati dalam prasasti tersebut di kawasan lebak Banten.
 
Ini hanyalah sepenggal kisah dari sisi kehidupan pribadi seorang tokoh pendiri Al-Irsyad, Kisah tersebut tidak bermaksud untuk memuji terlampau berlebihan terhadap ketokohan Syech Ahmad. Apalagi mengkultuskannya. Sepenggal kisah tadi hanya akan menjadi ibrah bagi kita betapa pentingnya sebuah keluhuran budi, akhlaq yang membawa kita pada kepribadian yang luhur.
 
Sumber : Abdullah Abubakar Batarfie


.

PALING DIMINATI

Back To Top