Oleh Abdul Wahab Ahmad
Ketika Mas Nidhol dalam kajiannya berkata bahwa Imam al-Amidi mengaku bahwa Asy'ariyah adalah Jabriyah, meskipun disebut sebagai versi moderat, maka saya teringat pada pernyataannya dulu bahwa Imam al-Razi berpendapat bahwa ada yang qadim selain Allah, ternyata ketika dicek di sumber aslinya itu hanya hoax. Jadi, mari kita cek juga pernyataannya soal "pengakuan Imam al-Amidi" ini apakah benar beliau mengucapkan itu?
Ternyata di sumber aslinya, yakni Abkarul Afkar, Imam al-Amidi tidak pernah berkata seperti itu. Yang benar, beliau sedang menjelaskan tentang penciptaan perbuatan manusia oleh Allah. Bab diawali dengan penyebutan akidah Asy'ariyah bahwa perbuatan manusia terdiri dari dua faktor yang terjadi bersamaan, yakni kemampuan manusia (qudrah haditsah) dan penciptaan dari Tuhan (qudrah qadimah).
Pendapat Aswaja tersebut ditentang oleh Muktazilah. Bagi Muktazilah, manusia sendiri lah yang menciptakan perbuatannya sendiri, bukan Allah. Dengan kata lain, mereka telah menyatakan ada pencipta selain Allah, yakni manusia. Kesimpulan Muktazilah ini kemudian dikritik oleh Ahlussunnah (Asy'ariyah) dengan berbagai argumen. Hanya saja, bagi al-Amidi kebanyakan argumen Aswaja tersebut lemah kecuali dua argumen saja, yaitu:
Argumen pertama:
لو كان العبد خالقا لأفعال نفسه ؛ للزم وجود خالق غير الله ، ووجود خالق غير الله ، محال ؛ لما سبق . ويلزم من انتفاء اللازم انتفاء الملزوم .
"Seandainya manusia menciptakan perbuatannya sendiri, maka konsekuensinya adalah adanya pencipta selain Allah. Sedangkan keberadaan pencipta selain Allah adalah mustahil, sebagaimana telah dijelaskan, maka yang didalili dengan itu juga mustahil."
Argumen kedua:
لو كان العبد موجدا لفعل نفسه ، ومحدثا له ؛ لكان عالما به ، واللازم ممتنع ، فالملزوم ممتنع
"Apabila manusia mengadakan perbuatannya sendiri dan menciptakannya, maka dia pasti mengetahuinya sedangkan konsekuensi ini tidak terjadi sehingga yang didalili dengan itu juga mustahil"
Setelah panjang dan lebar menjelaskan kritik Muktazilah pada Ahlussunnah (Asy'ariyah) dan bagaimana jawaban Asy'ariyah terhadap semua kritik tersebut, maka al-Amidi menulis kesimpulan akhir seperti ini:
فقد ينحل من هذه الجمل : أن مذهب الشيخ أبي الحسن الأشعرى هو الطريق العدل ، والمسلك المتوسط بين طرفي الجبر المحض ، وإثبات خالق غير الله - تعالى - بتوفيقه : بين دليل إثبات القدرة الحادثة ، ودليل انتفاء خالق غير الله - تعالى - .
"Maka dapat disimpulkan dari kalimat-kalimat ini bahwa mazhab Syaikh Abu al-Ḥasan al-Asy‘ari adalah jalan yang tengah dan metode yang moderat di antara dua ujung ekstrem, yaitu: paham jabr saja dan paham yang menetapkan adanya pencipta selain Allah dengan tindakannya mengkompromikan antara dalil yang menetapkan adanya qudrah haditsah (kemampuan manusia) dan dalil yang menafikan adanya pencipta selain Allah Ta‘ala."
Bila kesimpulan ini kita bedah, maka sebagai berikut: Ada dua pemikiran ekstrem tentang masalah ini, yakni:
1. Jabr saja (paksaan saja). Paham ini meniadakan kuasa pada manusia (qudrah haditsah) sama sekali sehingga yang ada pada diri manusia hanyalah jabr saja (al-jabr al-mahdl), Ini adalah paham Jabriyah/Jabariyah sebagaimana maklum.
2. Manusia adalah pencipta perbuatannnya sendiri sehingga ada pencipta selain Allah yang bebas menciptakan sesuatu sesuai kehendaknya sendiri. Ini adalah paham qadariyah yang menafikan qudrah qadimah (kuasa Allah) atas perbuatan manusia.
Lalu Asy'ariyah datang sebagai pihak penengah di antara kedua kubu ekstrem tersebut dengan menggabungkan antara adanya qudrah qadimah (kuasa Allah) dan qudrah haditsah (kuasa manusia). Sebagai pelengkap, setelah kesimpulan tersebut, al-Amidi kemudian menjelaskan bahwa Kasab menurut Asy'ari sesuai diksi yang paling tepat adalah:
أن الكسب : عبارة عن المقدور بالقدرة الحادثة . وفي مقابلته الخلق : وهو المقدور بالقدرة القديمة
"Kasab adalah istilah untuk kemampuan dengan qudrah haditsah (kuasa hamba). Lawannya adalah penciptaan, yakni kemampuan dengan qudrah qadimah (kuasa Allah)"
Kita kembali ke awal, apakah al-Amidi mengakui bahwa Asy'ariyah adalah Jabariyah? Sama sekali tidak. Justru sebaliknya, Asy'ariyah ditegaskan sebagai jalan tengah antara Jabariyah dan Qadariyah. Jabariyah menetapkan qudrah qadimah saja hingga menafikan qudrah haditsah, jadinya manusia murni terpaksa. Sedangkan Qadariyah menetapkan qudrah haditsah saja hingga menafikan qudrah qadimah pada perbuatan manusia, jadinya manusia murni bebas. Asy'ariyah sebagai penengah menetapkan kedua qudrah tersebut sehingga imbang.
Dengan ini, kita tahu bahwa tuduhan tersebut murni kesalahpahaman yang parah terhadap maksud Imam al-Amidi, bahkan terindikasi kuat memang framing yang sengaja dibuat sebab tidak suka pada Asy'ariyah. Hanya karena al-Amidi menyebut Jabariyah sebagai al-jabr al-mahdl lalu diterjemah sebagai Jabariyah murni lalu kemudian diframing berarti Asy'ariyah adalah Jabariyah yang tidak murni. Ini kesimpulan childish yang sepenuhnya lepas dari konteksnya. Padahal jelas sekali al-Amidi menyimpulkan bahwa teori kasab adalah penekanan adanya qudrah haditsah (kuasa manusia) atas tindakannya, tanpa menafikan aspek qudrah qadimah atau kuasa Allah atas segala kejadian di alam semesta. Manusia yang bertindak langsung dan Allah yang menciptakan tindakan tersebut.
Semoga bermanfaat.