Bismillahirrohmaanirrohiim

ILMU YANG BERTAHAN, BERKAH

Oleh Apria Putra 

Sekitar 1920-an ada seorang ulama muda/ modernis masyhur dari pedalaman Minangkabau menulis buku pelajaran bahasa Arab. Ulama muda ini sangat terobsesi dengan pembaharuan, sehingga ia ingin mengatur ulang pelajaran bahasa Arab madrasah-madrasah (diarahkan lebih banyak takallum). Jika sebelumnya di surau-surau dipelajari Awamil, Ajurumiyah, Mukhtashar Jiddan, Syarah Khalid Azhari, Qatrun Nada, hingga Syarah Ibni Aqil, maka ulama muda ini  kurang suka dengan pembelajaran yang dianggap lama itu. Dalam salah satu buku pelajaran bahasa Arab yang ia tulis, ulama muda tadi menyindir guru-guru yang suka mengi'rab, menjelaskan matan kitab dari segi leksikal dan gramatikal. Ia menulis, kalau bertemu guru yang seperti ini: "maka lekaslah kamu gulung tikarmu, pergilah pindah ke tempat lain." Secara tidak langsung ia mengkritisi belajar bahasa Arab fokus pada i'rab (nahwu) atau stilistika (balaghah) yang menonjol di surau dan madrasah ulama tua.

Nama ulama muda ini tidak kita sebut. Sebab banyak akademisi terkesima dengan ide pembaharuannya, bahkan sekolah agama yang dipengaruhi oleh pemikirannya sangat menjunjung ulama tadi.

Seabad setelah ulama muda tadi mengkritik, sekarang 2025, yang bertahan dan betul dapat disebut menjaga ilmu bahasa Arab ialah pesantren-pesantren tradisional/ kitab kuning yang belajar Ajurumiyah hingga Ibni Aqil tadi. Sekolah agama yang didirikan ulama muda itu berdiri seumur jagung. Kitabnya tidak lagi dibaca, hanya sekedar saksi sejarah tentang masa lalu. Sedangkan pesantren/madrasah/surau yang dikritiknya, tetap eksis dan menjaga keilmuan bahasa Arab (nahwu, sharaf, balaghah). Betul-betul sesuai pepatah: "tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan."

Mungkin inilah yang disebut ilmu yang berkah itu.

Maka jika ada yang bertanya pada saya tentang sekolah agama yang sejati, maka saya jawab: "Carilah madrasah/pesantren yang mengajarkan Ajurumiyah, Mukhtashar Jiddan, Qatrun Nada, dan Alfiyah." Bila akan menanggung belajar agama, lebih baik sekolah umum saja. Pungkas saya.


.

PALING DIMINATI

Back To Top