Bismillahirrohmaanirrohiim

BIDAYATUL HIDAYAH KITAB TASAWUF TINGGI

Oleh Apria Putra 

Seorang sahabat karib saya, yang alim dan soleh (setidaknya dalam pandangan saya), meminta saya untuk membacakan kitab Bidayatul Hidayah karya Imam Ghazali di pesantrennya. Maka sekali sepekan saya menyempatkan diri ke pesantren beliau memenuhi harapan tersebut.

Sebelumnya, saya mendaras Bidayatul Hidayah dua kali, pertama ketika saya masih MAN (sekolah negeri) kepada guru saya di kampung, dan sekali saya baca ketika di bangku perkuliahan, saya baca dihadapan alm. Drs.H. Ahmad Zaini. Saya perlu menceritakan tokoh terakhir ini, beliau ialah mantan dekan Fakultas Adab IAIN Padang 1990-an, mahasiswa Prof. Mahmud Yunus (shahibul qamus), lulusan pertama jurusan Pendidikan Bahasa Arab di Sumbar tahun 1970-an. Sebelum itu beliau belajar 6 tahun di pesantren Jaho, kehadapan ulama legendaris PERTI yaitu alm. Abuya M. Dalil Dt. Maninjun di masa sebelum gejolak daerah 1950-an. Di Jaho beliau menghafal Alfiyah, mendalami Nahwu. Setelah itu beliau belajar di Canduang, 2 tahun lamanya, kuliah Syari'ah. Menerima ijazah dari Syekh Sulaiman Arrasuli Canduang (w. 1970). Beliau ini, alm. Drs. Ahmad Zaini (w. 2017) diantara sosok yang sangat berpengaruh pada saya, baik pemikiran dan prinsip agama. Empat tahun saya kuliah, lulus sebagai mahasiswa terbaik, namun apa yang saya dapatkan selama kuliah hampir hilang dalam ingatan saya. Tapi sekitar 2 tahun lebih saya duduk mengaji kitab dan menimba ilmu tentang falsafah kehidupan dari beliau, alm. Drs. Ahmad Zaini, sampai sekarang apa yang diajarkan tidak pernah hilang dari ingatan saya, tetap segar, seolah-olah apa yang beliau tunjukkan baru kemarin adanya (saya berharap, semoga beliau betul-betul menganggap saya sebagai murid. Walau saya tidak sempurna duduk bersimpuh di hadapan beliau). 

Kembali kepada Bidayatul Hidayah, alm. Drs. H. Ahmad Zaini, menjelaskan huruf perhuruf sangat jelas, sehingga begitu membekas. Inilah yang menjadi dasar saya membacakan kitab ini pesantren. Aneh dan unik, semakin dibacakan, kenapa kalimat-kalimat ini semakin dalam rasanya. Ketika membacakan kitab ini pagi tadi, saya langsung berkata dalam hati, di hadapan santri, mengapa kitab ini sering dianggap kitab pemula dalam tasawuf? Padahal isinya mendalam, kokoh, jelas, tidak berbelit-belit. Inilah tasawuf tingkat tinggi sesungguhnya. Sedangkan Hikam dan lain-lain, ialah gambaran rasa dan tuntunan dzauq ketika Bidayatul Hidayah sudah terjalankan dengan baik. Tanpa bidayah, mana mungkin sampai pada nihayah. Sedangkan bagi orang yang sudah beserta Allah, bidayah dan nihayah adalah sama belaka; bahkan entah bidayah adalah nihayah, atau nihayah adalah bidayah.

++++

Saya, sampai saat ini mengkritik orang yang tasawufnya suka aneh-aneh, atau suka dengan ramziyah membingungkan. Sebagai pengamal Naqsyabandiyah, maka berpegang itu mesti jelas. Tidak mendua pada lisan dan tulisan.


.

PALING DIMINATI

Back To Top