Bismillahirrohmaanirrohiim

Hikmah Mushofahah dengan Orang Tua dan Para Ulama’ (Sungkem)

Hikmah Mushofahah dengan Orang Tua dan Para Ulama’ (Sungkem)

“Mushofahah” (berjabat tangan menurut Islam), kenapa harus dibahas? Mungkin menurut sebagian tidak penting, namun menurut kami sangat penting karena sekarang banyak santri melupakan guru, anak tidak menghormati orang tua, laki-perempuan tidak hanya sekedar salaman tapi cipika-cipiku (ini adalah awal merasuknya syahwat yang bisa menimbulkan perzinahan bahkan perselingkuhan (dalam jangka panjang)).

Mushofahah menurut para pakar bahasa seperti Ibn Mandzur, Fairuz Abadi, al-Razi, al-Fayumi dan lain-lain mengatakan bahwa “Mushofahah” berarti menempelkan telapak tangan dengan telapak tangan secara berhadapan wajah dengan wajah. (Lihat Lisanul Arab, Jilid: 2/512, Qomus al-Muhith, Jilid: 1/292). Dan hal ini dikuatkan oleh Imam Bukhari dalam shohihnya, Jilid: 5/2311, juga Fathul Bari, Fatawa Fiqhiyyah al-Kubro.

Pelopor pertama dalam masalah ini, adalah penduduk Yaman yang kemudian diestafetkan sampai sekarang.

Bermushofahah dengan mencium tangan bahkan kaki (Orang tua atau Guru),

عَنْ أُمِّ أَبَانَ بِنْتِ الْوَازِعِ بْنِ الزَّارِعِ، عَنْ جَدِّهَا الزَّارِعِ، وَكَانَ فِي وَفْدِ عَبْدِ الْقَيْسِ قَالَ : لَمَّا قَدِمْنَا الْمَدِينَةَ، جَعَلْنَا نَتَبَادَرُ مِنْ رَوَاحِلِنَا ، فَنُقَبِّلُ يَدَيِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرِجْلَيْهِ

Dari Ummu Aban binti Wazi' bin al-Zari', dari kakeknya, al-Zari' dan beliau pernah menjadi salah satu delegasi suku Abdil Qais, beliau berkata, Ketika sampai di Madinah kami bersegera turun dari kendaraan, lalu kami mengecup tangan dan kaki Nabi shallAllaahu 'alaihi wasallam. (H.R Abu Daud dan Tirmidzi para ulama’ hadits mengatakan haditsnya hasan, Imam Tirmidzi mengatakan hasan shohih, lihat Mu’jam al-Kabir, Jilid: 5/275 dan at-Taj al-Jami’ Li Ushul Fi Ahadits Rasul, Jilid: 5/259, dengan jalur sanad yang shohih).

Dalam hadits yang lain dari Usamah, Jabir, Sufyan Ibn Assal, Hud Ibn Abdullah bahwa para sahabat juga mencium tangan Nabi ShallAllahu ‘alaihi wasallam. Dan Ibn Hajar mengatakan dalam kitabnya Fathul Bari, Jilid: 11/57 semua hadits tersebut sanadnya kuat dan sangat kredible.

Apakah terbatas hanya kepada Rasul? Jawabannya tidak!

- Hadits dari Ammar Ibn Abi Ammar dalam Siyar A’lamin Nubala’, Jilid: 4/437, juga Fathul Bari, Jilid: 11/57, beliau mengatakan bahwa Zaid Ibn Tsabit pernah mencium tangan Ibn Abbas.

- Dari Ibn Jid’an mendengar bahwa Anas Ibn Malik pernah dicium tangannya oleh Tsabit al-Bannany. (Lihat: Fathul Bari, Jilid: 11/57).

- Dari Dzikwan beliau dari Shuhaib Khadim Abbas paman Rasul, bahwa ‘Ali pernah mencium tangan atau kaki Abbas. (Lihat: Fathul Bari, Jilid: 11/57).

Apalagi berlaku seperti ini kepada orang tua, Rasulullah bersabda dari ‘Aisyah, beliau mengatakan bahwa aku tidak pernah melihat seorangpun dari ciptaan Allah yang lebih indah dari kejadian atau perbuatan yang Rasulullah lakukan kepada Fathimah,

وكانت إذا دخلت عليه رحب بها ،وقام إليها فأخذ بيدها وقبلها وأجلسها في مجلسه، وكان إذا دخل عليها قامت إليه فرحبت به وقبلته

Ketika Fatimah datang kepada Nabi, maka beliau menyambutnya dengan berdiri kemudian mengambil tangannya dan mencium tangannya kemudian diminta duduk ditempat duduknya. Begitupun ketika Rasulullah datang kepada Fatimah, beliau berdiri untuk menyambut Nabi dan mempersilahkannya serta mencium tangannya. (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi Para Ulama’ Hadits mengatakan Shohih, termasuk Syekh Al-Bany (Yang dianggap tidak sepakat dengan salaman padahal beliau menshahihkan haditsnya) Lihat: Sunan Abu Daud, Jilid: 4/355 dan Sunan at-Tirmidzi, Jilid: 5/700).

Bahkan para ulama lintas Madzhab membolehkan tidak hanya mencium tangan, kaki tapi boleh juga mencium kening, kedua mata, kepala dan lain sebagainya, bahkan Syekh Abdullah Ibn Baz membolehkan hal ini dalam kitabnya Majmu’atul Fatawa (yang dianggap keras dalam masalah ini).
Maka Imam Nawawi mengutarakan dalam kitabnya Raudhotuth-Thalibin, Jilid: 10/236,

وَأَمَّا تَقْبِيلُ الْيَدِ، فَإِنْ كَانَ لِزُهْدِ صَاحِبِ الْيَدِ وَصَلَاحِهِ، أَوْ عِلْمِهِ أَوْ شَرَفِهِ وَصِيَانَتِهِ وَنَحْوِهِ مِنَ الْأُمُورِ الدِّينِيَّةِ ، فَمُسْتَحَبٌّ، وَإِنْ كَانَ لِدُنْيَاهُ وَثَرْوَتِهِ وَشَوْكَتِهِ وَوَجَاهَتِهِ وَنَحْوِ ذَلِكَ، فَمَكْرُوهٌ شَدِيدُ الْكَرَاهَةِ

Adapun mencium tangan, jika karena kezuhudan dan kesalehan seseorang, atau karena ilmunya, atau mulianya, atau karena dia menjaga perkara keagamaan (mejaga dari yang subhat apalagi haram), maka hukumnya disunnahkan. Dan apabila mencium tangan karena dunianya, kekayaannya dan kepangkatannya atau yang lain sebagainya, maka hukumnya sangat dimakruhkan.

Maka mencium tangan bahkan kaki orang tua atau guru adalah boleh bahkan sunnah artinya sungkem bagian dari syariat agama karena kemuliaan mereka di dunia dan ini berdasarkan hadits-hadits kuat, bagaimana orang tua merawat dan membesarkan kita. Sementara guru mendidik juga mendo’akan kita sehingga kita menjadi mulia. Sebagaimana diutarakan dalam kitab “Adabul Murid Lil Murod”.

Maka jangan ragu untuk berbakti kepada Orang tua dan Guru. Apapun kita hari ini semua karena ketulusan do’a-do’a mereka yang mampu membuka hijab langit. Maka boleh jadi kerusakan dibumi karena krisis moral kepada Guru, Kyai dan Orang Tua, sehingga sengaja ini dimunculkan untuk merusak hubangan antar manusia terutama Orang Tua dan Guru Kita.

Maka mari kita mendo’akan para orang tua, para ulama’ dan guru-guru kita semoga panjang umur, berkah dunia akhirat, dan husnul khatimah dan kita dikumpulkan di Surga bersama mereka Aamien Allahumma Aamien. Al-Faqir Ila Allah, ZA.


.

PALING DIMINATI

Back To Top