Bismillahirrohmaanirrohiim

SAYYIDINA ALI : MAULA DAN NABI HARUN


Rasulullah r bersabda :

من كنت مولاه فعلي مولاه اللهم وال من والاه وانصر من نصره وعاد من عاداه

 “Setiap orang yang Aku adalah maulanya, maka Ali adalah maulanya juga. Wahai Allah, Jadikanlah wali Orang yang menjadikan Sayidina Ali sebagai wali, dan tolonglah orang yang menolongnya, serta musuhilah orang yang memusuhinya”.

Syubhat

Kaum Syiah menjadikan hadits ini sebagai pondasi dan hujjah utama untuk menguatkan pendapat mereka mengenai hak Imam Ali t untuk menjadi khalifah setelah wafatnya Rasulullah r. Hadits ini juga dijadikan dasar dalam menetapkan ketidak-syahannya kekhalifahan Abu Bakar, Umar dan Utsman y karena mereka dianggap telah merampas kekhalifahan dari tangan yang berhak, yaitu Imam Ali t. Mereka sampai pada kesimpulan demikian karena mereka mengartikan lafadz مولى yang ada dalam hadits di atas dengan arti pemimpin, Dengan begitu makna hadits tersebut adalah :

“Setiap orang yang Aku adalah pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpinnya juga. Wahai Allah, Jadikanlah pemimpin Orang yang menjadikan Sayidina Ali sebagai pemimpin, dan tolonglah orang yang menolongnya, serta musuhilah orang yang memusuhinya”.

Kami menjawab 

Dalam khazanah Bahasa Arab, lafadz مولى memiliki makna yang beragam. Bahkan sebagian Ahli Bahasa ada yang memaparkan sampai lebih dari dua puluh makna, diantaranya adalah, al maalik (pemilik), al `abdu (hamba), al mu’tiq (orang yang memerdekakan budak), al mu’taq (budak yang dimerdekakan), as shoohib (teman atau pemilik), al qoriib (kerabat), al jaar (tetangga), al haliif  (orang yang mengikat perjanjian), al ibnu (anak laki-laki), al `amm (paman dari pihak ayah), an naziil (tamu), asy syariik (sekutu),  ibnul ukhti (anak laki-laki dari saudara perempuan), al walii (penolong, orang yang ditolong, orang yang mengurusi suatu urusan, dan lain-lain), ar robbu (tuhan,  pemilik, dan lain-lain ), an  naashir (penolong),al  mun’im (yang memberi nikmat), al mun`am `alaih (yang diberi nikmat), al muhib (pecinta), at taabi’(pengikut), ash shihr (ipar), dan al aulaa bisy syaii (yang paling berhak atas sesuatu)(1).

Jika kita perhatikan, tidak ada makna pemimpin dalam makna-makna di atas. Kalaupun kita mau memaksakan, maka, makna yang paling dekat dengan arti pemimpin adalah al aulaa bisy syaii (yang paling berhak atas sesuatu), itupun jika kita menafsirkan syaii dalam makna tersebut dengan imamah (kepemimpinan). Jadi al aulaa bisy syaii kita artikan yang paling berhak atas kepemimpinan.

Akan tetapi, dari sini timbul masalah baru. Pertama, Jumhur ahli lughoh mempermasalahkan pengartian lafadz مولى dengan al aulaa bisy syaii (الاولى بالشيء).  Mereka tidak setuju jika lafadz  مولى  diartikan dengan الاولى بالشيء , karena dalam bahasa arab tidak ditemukan lafadz bershigot maf`al (dalam hal ini مولى) yang bermakna af`al (yaitu اولى). Kedua, baiklah kita ikuti pendapat yang menyatakan bahwa maula bisa diartikan dengan al aulaa bisy syaii (yang paling berhak atas sesuatu), tapi berhak atas apa?. Atas dasar apa kita mengatakan bahwa yang dimaksud al aulaa bisy syaii pasti adalah yang paling berhak untuk memimpin?. Buktinya di dalam Al Quran disebutkan :

إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِإِبْرَاهِيمَ لَلَّذِينَ اتَّبَعُوهُ وَهَذَا النَّبِيُّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَاللَّهُ وَلِيُّ الْمُؤْمِنِينَ  [آل عمران/68]

Artinya :
Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), beserta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman.“

Kata Aula bi Ibrohim dalam ayat di atas tidak ada sangkut-pautnya dengan masalah kepemimpinan, akan tetapi menjelaskan mengenai kedekatan hubungan. Karena jika kita arahkan lafadz Aula dalam ayat ini kepada kepemimpinan, makna ayat ini akan menjadi tidak jelas, sebab itu berarti ada banyak pengganti Nabi Ibrahim u dalam kepemimpinan setelah wafatnya Beliau dan jelas itu bukan yang dimaksud dalam ayat. 

Lagipula jika kita mengartikan lafadz مولى dengan pemimpin, maka makna hadits tersebut akan menjadi rancu. Karena arti perkataan Rasul r, من كنت مولاه فعلي مولاه akan memiliki arti  seperti ini, “Setiap orang yang Aku adalah pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpinnya juga.” Itu berarti ada dua orang yang menjadi pemimpin di masa hidup Rasul r, Beliau sendiri dan Imam Ali t, ini jelas tidak dapat diterima, karena pada kenyataanya yang memegang tampuk kepemimpinan selama Rasul r masih hidup hanyalah Beliau seorang.

Kemudian perkataan Rasul r اللهم وال من والاه akan memiliki arti “Ya Allah, pimpinlah orang yang memimpin Sayidina Ali”, ini adalah makna yang kacau karena berarti kita memohon agar Allah memimpin yang memimpin sayidina Ali padahal yang dimaksud adalah doa bagi pengikut sayidina Ali. Atau bisa juga maknanya adalah “ Ya Allah, Jadikanlah pemimpin, Orang yang menjadikan Sayidina Ali sebagai pemimpin”. Ini lebih kacau lagi, karena itu berarti Rasulullah r berdo`a agar semua orang yang menjadikan Imam Ali t sebagai pemimpin, Allah Y jadikan juga mereka sebagai pemimpin. Maka akan terhasilkan banyak pemimpin dalam satu masa. Itu adalah hal yang mustahil.

Jika kita tetap bersikeras juga untuk mengartikan Maula dengan arti pemimpin atau yang paling berhak untuk memimpin , itu tidak harus menunjukkan bahwa Imam Ali t berhak untuk menjadi khalifah tepat setelah Rasulullah r wafat, karena dalam hadits tersebut Rasul tidak mengatakan  من بعدي (setelahku). Bisa saja kita katakan bahwa Imam Ali t memang berhak menjadi khalifah akan tetapi setelah kekhalifahan Sayidina Utsman t, bukan setelah wafatnya Rasul r.

Pada akhirnya, Seluruh kemuskilan ini akan hilang dengan sendirinya jika kita maknai lafadz maula pada hadits di atas dengan penolong (wali)(2). Maka arti hadits diatas akan menjadi jelas, yaitu:

“Setiap orang yang Aku adalah penolongnyanya, maka Ali adalah penolongnya juga. Wahai Allah, tolonglah orang yang menolongnyanya, dan bantulah orang yang membantunya, serta musuhilah orang yang memusuhinya”

Menjadi jelaslah bahwa pada hakikatnya, hadits ini adalah ungkapan mengenai keutamaan (fadhilah) Imam Ali t, bukan isyarat mengenai kekhalifahan Beliau sebagaimana yang dianggap oleh Syiah(3).

Syubhat kedua

Lalu bagaimana dengan perkataan Rasul r kepada Imam Ali t :

ألا ترضى أن تكون مني بمنزلة هارون من موسى ؟ إلا أنه ليس نبي بعدي
Artinya :
“ Tidakkah kamu rela kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa ? hanya saja tidak ada Nabi setelah aku”(4).

Dalam hadis ini, Rasulullah r mengumpamakan kedudukan imam Ali t disisinya seperti kedudukan Nabi Harun u di sisi Nabi Musa u. Kita telah mengetahui bersama bahwa Nabi Harun u merupakan Khalifah Nabi Musa u ketika Nabi Musa u tidak ada. Bukankah ini berarti hadits ini adalah isyarat Rasul r bahwa Imam Ali t adalah khalifah setelahnya?.

Kami menjawab 

Pertama yang harus kita ketahui adalah kesamaan apa yang dimaksud oleh Rasul r dalam hadits tersebut?.
Jika yang dimaksud adalah kepemimpinan setelah kewafatan Rasul r, jelas itu tidak mungkin karena ulama sepakat bahwa Nabi Harun u wafat sebelum Nabi Musa u(5). Sedangkan yang menjadi Khalifah (pengganti) Nabi Musa u setelah wafatnya adalah muridnya,  yaitu Nabi Yusa`u. Seandainya  Rasul r menghendaki makna ini, seharusnya Rasulullah r berkata :

أن تكون مني بمنزلة يوشع من موسى

“kedudukanmu disisiku seperti kedudukan Yusa` di sisi Musa”

 tapi kenyataanya bukan itu yang dikatakan Rasul r(6).

Bisa jadi yang dimaksud adalah ikatan persaudaraan, akan tetapi pada kenyataanya ada sedikit perbedaan antara Nabi Harun u dan Imam Ali t, karena Nabi Harun u adalah saudara langsung dari Nabi Musa u, sedangkan Imam Ali t adalah sepupu Rasul r.

Masalah kenabian tak perlu dibahas karena telah dibantah sendiri oleh Rasul r dengan perkataanya          ليس نبي بعدي إلا أنه (hanya saja tidak ada Nabi setelahku). Kalaupun kita arahkan pada salah satu fungsi kenabian yaitu kepemimpinan atas umat, itu juga tidak mungkin karena Nabi Harun u hidup sezaman dengan Nabi Musa u dan sama-sama menjadi Nabi. Jika hadis di atas diarahkan kepada kepemimpinan Imam Ali t, berarti Imam Ali telah menjadi pemimpin semasa Rasulullah r masih hidup. Jelas ini tidak tepat sebagaimana telah kita bahas.

Lantas, Persamaan apa yang Rasul r kehendaki dalam hadits ini?
Diceritakan, mengenai sababul wurud (sebab datangnya) hadits tersebut. Bahwa ketika Rasul r bersiap untuk menuju medan perang Tabuk. Saat itu, Rasulullah r memerintahkan Sayyidina Ali t untuk tetap berada di Kota Madinah menjaga keluarga Rasul dan kaumnya. Kemudian  orang-orang munafik  berusaha untuk  membuat takut Sayyidina Ali t. Mereka berkata : “Nabi menyuruhmu untuk tetap di Madinah karena Nabi marah padamu”. Imam Ali t merasa takut dan khawatir dengan perkataan ini, maka Ia keluar untuk meminta kepastian dari Rasul r mengenai khabar ini. Beliau berkata : “Orang munafiq berkata hal ini dan hal itu”, kemudian  Nabi r menjawab : “Mereka berbohong. Aku meninggalkan engkau, sebagaimana Nabi Musa  meninggalkan Nabi Harun. Tidakkah engkau rela jika kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada Nabi setelahku“(7).

Inilah makna persamaan yang dimaksud Rasul r dalam hadits di atas. Bahwa keadaan Imam Ali t ketika ditinggalkan Nabi r untuk berperang adalah seperti keadaan Nabi Harun u ketika ditinggal Nabi Musa u untuk menghadap Allah Y. Sebagaimana Nabi Musa u mengangkat Nabi Harun u sebagai khalifahnya (penggantinya) dalam mengurusi kaum serta keluarganya ketika Beliau hendak meninggalkan kaumnya untuk sementara dalam rangka memenuhi panggilan Allah Y. Begitu juga Imam Ali t, Beliau menjadi pengganti Rasulullah r dalam mengurusi kaum serta keluarganya ketika Rasulullah  r hendak keluar Madinah untuk sementara dalam rangka perang. Setelah Nabi kembali, kepemimpinan tetap seutuhnya dikendalikan oleh Nabi. Jadi kepemimpinan Imam Ali t Hanya bersifat sementara, sebagaimana kepemimpinan Nabi Harun u yang bersifat sementara. Rasul r mengatakan ini adalah sebagai bentuk penghiburan agar Imam Ali t tidak berkecil hati karena tidak diikutkan dalam peperangan.

Referensi

(1)القاموس المحيط - (ج 3 / ص 486) 
والمَوْلَى المالِكُ، والعَبْدُ، والمُعْتِقُ، والمُعْتَقُ، والصاحِبُ، والقريبُ كابنِ العَمِّ ونحوِه، والجارُ، والحَليفُ، والابنُ، والعَمُّ، والنَّزيلُ، والشَّريكُ، وابنُ الأُخْتِ، والوَلِيُّ، والرَّبُّ، والناصِرُ، والمُنْعِمُ والمُنْعَمُ عليه، والمُحِبُّ، والتابعُ، والصِّهْرُ. 
الفروق اللغوية - (ج 1 / ص 578)
والمولى على وجوه هو السيد والمملوك والحليف وإبن العم والاولى بالشئ والصاحب ومنه قول الشاعر: ولست بمولى سوأة أدعى لها * فإن لسوآت الامور مواليا أي صاحب سوأة، وتقول الله مولى المؤمنين بمعنى أنه معينهم ولا يقال إنهم مواليه بمعنى أنهم معينوا أوليائه كما تقول إنهم أولياؤه بهذا المعنى.
الفروق اللغوية - (ج 1 / ص 577)
الفرق بين الولي والمولى: أن الولي يجري في الصفة على المعان والمعين تقول الله ولي المؤمنين أي معينهم، والمؤمن ولي الله أي المعان بنصر الله عزوجل، ويقال أيضا المؤمن ولي الله والمراد أنه ناصر لاوليائه ودينه، ويجوز أن يقال الله ولي المؤمنين بمعنى أنه يلي حفظهم وكلاءتهم كولي الطفل المتولي شأنه، ويكون الولي على وجوه منها ولي المسلم الذي يلزمه القيام بحقه إذا احتاج إليه، ومنها الولي الحليف المعاقد، ومنها ولي المرأة القائم بأمرها، ومنها ولي المقتول الذي هو أحق بالمطالبة بدمه.

 (3) ,(2)تفسير القرطبي - (ج 1 / ص  269/266)
السادسة - في رد الاحاديث التي احتج بها الامامية في النص على علي رضي الله عنه، وأن الامة كفرت بهذا النص وارتدت، وخالفت أمر الرسول عنادا، منها قوله عليه السلام: (من كنت مولاه فعلي مولاه اللهم وال من والاه وعاد من عاداه). قالوا: والمولى في اللغة بمعنى أولى، فلما قال: (فعلي مولاه) بفاء التعقيب علم أن المراد بقوله " مولى " أنه أحق وأولى. فوجب أن يكون أراد بذلك الامامة وأنه مفترض الطاعة، وقوله عليه السلام لعلي: (أنت مني بمنزلة هارون من موسى إلا أنه لا نبي بعدي). قالوا: ومنزلة هارون معروفة، وهو أنه كان مشاركا له في النبوة ولم يكن ذلك لعلي، وكان أخا له ولم يكن ذلك لعلي، وكان  خليفة، فعلم أن المراد به الخلافة، إلى غير ذلك مما احتجوا به على ما يأتي ذكره في هذا الكتاب إن شاء الله تعالى.
والجواب عن الحديث الاول: أنه ليس بمتواتر، وقد اختلف في صحته، وقد طعن فيه أبو داود السجستاني وأبو حاتم الرازي، واستدلا على بطلانه بأن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (مزينة وجهينة وغفار وأسلم موالي دون الناس كلهم ليس لهم مولى دون الله ورسوله). قالوا: فلو كان قد قال: (من كنت مولاه فعلي مولاه) لكان أحد الخبرين كذبا.
جواب ثان - وهو أن الخبر وإن كان صحيحا رواه ثقة عن ثقة فليس فيه ما يدل على إمامته، وإنما يدل على فضيلته، وذلك أن المولى بمعنى الولي، فيكون معنى الخبر: من كنت وليه فعلي وليه، قال الله تعالى: " فإن الله هو مولاه " [ التحريم: 4 ] أي وليه. وكان المقصود من الخبر أن يعلم الناس أن ظاهر علي كباطنه، وذلك فضيلة عظيمة لعلي. جواب ثالث - وهو أن هذا الخبر ورد على سبب، وذلك أن أسامة وعليا اختصما، فقال علي لاسامة: أنت مولاي. فقال: لست مولاك، بل أنا مولى رسول الله صلى الله عليه وسلم، فذكر للنبي صلى الله عليه وسلم، فقال: (من كنت مولاه فعلي مولاه).
جواب رابع: وهو أن عليا عليه السلام لما قال للنبي صلى الله عليه وسلم في قصة الافك في عائشة رضي الله عنها: النساء سواها كثير. شق ذلك عليها، فوجد أهل النفاق مجالا فطعنوا عليه وأظهروا البراءة منه، فقال النبي صلى الله عليه وسلم هذا المقال ردا لقولهم، وتكذيبا لهم فيما قدموا عليه من البراءة منه والطعن فيه، ولهذا ما روي عن جماعة من الصحابة أنهم قالوا: ما كنا نعرف المنافقين على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم إلا ببغضهم لعلي عليه السلام. 

  (4)صحيح البخاري - (ج 4 / ص 1602)
حدثنا مسدد حدثنا يحيى عن شعبة عن الحكم عن مصعب ابن سعد عن أبيه : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم خرج إلى تبوك واستخلف عليا فقال أتخلفني في الصبيان والنساء ؟ قال ( ألا ترضى أن تكون مني بمنزلة هارون من موسى ؟ إلا أنه ليس نبي بعدي )

 (5)صحيح مسلم - (ج 4 / ص 1870(
حدثنا يحيى بن يحيى التميمي وأبو جعفر محمد بن الصباح وعبيدالله القواريري وسريج بن يونس كلهم عن يوسف بن الماجشون ( واللفظ لابن الصباح ) حدثنا يوسف أبو سلمة الماجشون حدثنا محمد بن المنكدر عن سعيد بن المسيب عن عامر بن سعد ابن أبي وقاص عن أبيه قال  : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم لعلي أنت مني بمنزلة هارون من موسى إلا أنه لا نبي بعدي  قال سعيد فأحببت أن أشافه بها سعدا فلقيت سعدا فحدثته بما حدثني عامر فقال أنا سمعته فقلت آنت سمعته ؟ فوضع إصبعيه على أذنيه فقال نعم وإلا فاستكتا  [ ش ( يوسف بن الماجشون ) وفي بعض النسخ يوسف الماجشون بحذف لفظة ابن وكلاهما صحيح وهو أبو سلمة يوسف بن يعقوب بن عبيدالله بن أبي سلمة واسم أبي سلمة دينار والماجشون لقب يعقوب وهو لقب جرى عليه وعلى أولاد أخيه وهو لفظ فارسي ومعناه الأحمر الأبيض المورد سمي يعقوب بذلك لحمرة في وجهه وبياضه ( أنت مني بمنزلة هارون من موسى ) قال القاضي هذا الحديث مما تعلقت به الروافض والإمامية وسائر فرق الشيعة في أن الخلافة كانت حقا لعلي وأنه وصى بها قال ثم اختلف هؤلاء فكفرت الروافض سائر الصحابة في تقديمهم غيره وزاد بعضهم فكفر عليا لأنه لم يقم في طلب حقه بزعمهم وهؤلاء أسخف مذهبا وأفسد عقلا من أن يرد قولهم أو يناظروا قال القاضي ولا شك في كفر من قال هذا لأن من كفر الأمة كلها والصدر الأول فقد أبطل نقل الشريعة وهدم الإسلام وأما من عدا هؤلاء الغلاة فإنهم لا يسلكون هذا المسلك فأما الإمامية وبعض المعتزلة فيقولون هم مخطئون في تقديم غيره لا كفار وبعض المعتزلة لا يقول بالتخطئة لجواز تقديم المفضول عندهم وهذا الحديث لا حجة فيه لأحد منهم بل فيه إثبات فضيلة لعلي ولا تعرض فيه لكونه أفضل من غيره أو مثله وليس فيه دلالة لاستخلافه بعده لأن النبي صلى الله عليه و سلم إنما قال هذا لعلي حينما استخلفه في المدينة في غزوة تبوك ويؤيد هذا أن هارون المشبه به لم يكن خليفة بعد موسى بل توفي في حياة موسى وقبل وفاة موسى بنحو أربعين سنة على ما هو مشهور عند أهل الأخبار والقصص قالوا وإنما استخلفه حين ذهب لميقات ربه للمناجاة ( فاستكتا ) أي صمتا وأصل السكك ضيق الصماخ وهو أيضا صغر الأذنين وكل ضيق من الأشياء أسك

 (7),(6)تفسير القرطبي - (ج 1 / ص  269/266)
وأما الحديث الثاني فلا خلاف أن النبي صلى الله عليه وسلم لم يرد بمنزلة هارون من موسى الخلافة بعده، ولا خلاف أن هارون مات قبل موسى عليهما السلام - على ما يأتي من بيان وفاتيهما في سورة " المائدة (1) " - وما كان خليفة بعده وإنما كان الخليفة يوشع بن نون، فلو أراد بقوله: (أنت مني بمنزلة هارون من موسى) الخلافة لقال: أنت مني بمنزلة يوشع من موسى، فلما لم يقل هذا دل على أنه لم يرد هذا، وإنما أراد أني استخلفتك على أهلي في حياتي وغيبوبتي عن أهلي، كما كان هارون خليفة موسى على قومه لما خرج إلى مناجاة ربه. وقد قيل: إن هذا الحديث خرج على سبب، وهو أن النبي صلى الله عليه وسلم لما خرج إلى غزوة تبوك استخلف عليا عليه السلام في المدينة على أهله وقومه، فأرجف به أهل النفاق وقالوا: إنما خلفه بغضا وقلى له، فخرج علي فلحق بالنبي صلى الله عليه وسلم وقال له: إن المنافقين قالوا كذا وكذا ! فقال: (كذبوا بل خلفتك كما خلف موسى هارون). وقال: (أما ترضى أن تكون مني بمنزلة هارون من موسى). وإذا ثبت أنه أراد الاستخلاف على زعمهم فقد شارك عليا في هذه الفضيلة غيره، لان النبي صلى الله عليه وسلم استخلف في كل غزاة غزاها رجلا من أصحابه، منهم: ابن أم مكتوم، ومحمد بن مسلمة وغيرهما من أصحابه، على أن مدار هذا الخبر على سعد بن أبي وقاص وهو خبر واحد.  وروي في مقابلته لابي بكر وعمر ما هو أولى منه. وروي أن النبي صلى الله عليه وسلم لما أنفذ معاذ بن جبل إلى اليمن قيل له: ألا تنفذ أبا بكر وعمر ؟ فقال: (إنهما لا غنى بي عنهما إن منزلتهما مني بمنزلة السمع والبصر من الرأس). وقال: (هما وزيراي في أهل الارض). وروي عنه عليه السلام أنه قال: (أبو بكر وعمر بمنزلة هارون من موسى). وهذا الخبر ورد ابتداء، وخبر علي ورد على سبب، فوجب أن يكون أبو بكر أولى منه بالامامة، والله أعلم.


.

PALING DIMINATI

Back To Top