Bismillahirrohmaanirrohiim

KHUTBAH ARAFAH (oleh: Dr. H. Shobahussurur, M.A)

”(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumkan, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats (berkata-kata kotor), berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa, dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal”. Q.S. al-Baqarah/2: 197.

Siang itu, Senin, 09 Dzulhijjah 1431 H / 15 Nopember 2010 M, di Padang Arafah, seluruh jamaah haji dari berbagai penjuru dunia, lebih dari tiga juta orang memenuhi panggilan Allah untuk melakukan wukuf. Wukuf merupakan inti haji (al-hajj ’Arafah). Di sana, di dalam maupun di luar tenda-tenda mereka larut dalam kontemplasi zikir, doa, dan taqarrub kepada-Nya. Hubungan vertikal antara hamba dan Tuhan terjalin erat, menyampaikan senang dan suka selama menjalani hidup, melakukan muhasabah atas perbuatan yang selama ini dilakukan, dan bermunajat dalam khawf wa rajâ’ (rasa penuh takut dan pengharapan).

Setelah masuk waktu zawâl (tergelincirnya matahari saat Dzuhur), dengan dipimpin oleh pembimbing, ustadz dan kyai, masing-masing kelompok jama’ah haji mengawali wukuf dengan bersuci untuk melakukan shalat Dzuhur dan Ashar jama’ qashar di tenda masing-masing. Setelah itu, para pembimbing, ustaz dan kyai berdiri untuk melakukan khutbah Wukuf, menyampaikan taushiyah, pesan-pesan penting dalam al-Quran dan al-Sunnah, mengingatkan jama’ah akan kebesaran Allah, kekuasaan-Nya, dan nikmat yang diterima, menyampaikan berbagai hal untuk kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat. Khutbah yang mereka lalukan itu pada intinya merujuk kepada khutbah yang dilakukan Rasulullah SAW ketika bersama para shahabat melakukan wukuf di Arafah.

Khutbah Rasulullah SAW, mengandung nilai kemanusiaan yang sangat tinggi. Dalam khutbahnya beliau menyampaikan tentang nilai kemuliaan akhlak, pentingnya menjunjung tinggi persaudaraan, kedamaian, dan keadilan bagi semua manusia.

Khutbah Rasulullah SAW di Padang Arafah.
Terjemah teks khutbah Rasulullah Saw. pada waktu wukuf di Padang Arafah, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim adalah sebagai berikut:
“Wahai manusia sekalian, dengarkanlah perkataanku ini, karena aku tidak mengetahui apakah aku dapat menjumpaimu lagi setelah tahun ini di tempat wukuf ini.
Wahai manusia sekalian,
Sesungguhnya darahmu dan harta kekayaanmu merupakan kemuliaan (haram dirusak oleh orang lain ) bagi kamu sekalian, sebagaimana mulianya hari ini di bulan yang mulia ini, di negeri yang mulia ini.
Ketahuilah sesungguhnya segala tradisi Jahiliyah mulai hari ini tidak boleh dipakai lagi. Segala sesuatu yang berkaitan dengan perkara kemanusiaan ( seperti pembunuhan, dendam, dan lain-lain ) yang telah terjadi di masa Jahiliyah, semuanya batal dan tidak boleh berlaku lagi. (Sebagai contoh ) hari ini aku nyatakan pembatalan pembunuhan balasan atas terbunuhnya Ibnu Rabi’ah bin Haris yang terjadi pada masa Jahiliyah dahulu.
Transaksi riba yang dilakukan pada masa jahiliyah juga sudah tidak berlaku lagi sejak hari ini. Transaksi yang aku nyatakan tidak berlaku lagi adalah transaksi riba Abbas bin Abdul Muthalib. Sesungguhnya seluruh transaksi riba itu semuanya batal dan tidak berlaku lagi.
Wahai manusia sekalian,
Sesungguhnya setan itu telah putus asa untuk dapat disembah oleh manusia di negeri ini, akan tetapi setan itu masih terus berusaha (untuk menganggu kamu ) dengan cara yang lain . Syetan akan merasa puas jika kamu sekalian melakukan perbuatan yang tercela. Oleh karena itu hendaklah kamu menjaga agama kamu dengan baik.
Wahai manusia sekalian,
Sesungguhnya merubah-rubah bulan suci itu akan menambah kekafiran. Dengan cara itulah orang-orang kafir menjadi tersesat. Pada tahun yang satu mereka langgar dan pada tahun yang lain mereka sucikan untuk disesuaikan dengan hitungan yang telah ditetapkan kesuciannya oleh Allah. Kemudian kamu menghalalkan apa yang telah diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang telah dihalalkanNya.
Sesungguhnya zaman akan terus berputar, seperti keadaan berputarnya pada waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun adalah dua belas bulan. Empat bulan diantaranya adalah bulan-bulan suci. Tiga bulan berturut-turut : Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, dan Muharram. Bulan Rajab adalah bulan antara bulan Jumadil Akhir dan bulan Sya’ban.
Takutlah kepada Allah dalam bersikap kepada kaum perempuan, karena kamu telah mengambil mereka (menjadi isteri ) dengan amanah Allah dan kehormatan mereka telah dihalalkan bagi kamu sekalian dengan nama Allah.
Sesungguhnya kamu mempunyai kewajiban terhadap isteri-isteri kamu dan isteri kamu mempunyai kewajiban terhadap diri kamu. Kewajiban mereka terhadap kamu adalah mereka tidak boleh memberi izin masuk orang yang tidak kamu suka ke dalam rumah kamu. Jika mereka melakukan hal demikian, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan. Sedangkan kewajiban kamu terhadap mereka adalah memberi nafkah, dan pakaian yang baik kepada mereka. 
Maka perhatikanlah perkataanku ini, wahai manusia sekalian..sesungguhnya aku telah menyampaikannya..
Aku tinggalkan sesuatu bagi kamu sekalian. Jika kamu berpegang teguh dengan apa yang aku tinggalkan itu, maka kamu tidak akan tersesat selama-lamanya. Itulah Kitab Allah (Al-Quran ) dan sunnah nabiNya (Al-Hadis ).
Wahai manusia sekalia, dengarkanlah dan ta’atlah kamu kepada pemimpin kamu , walaupun kamu dipimpin oleh seorang hamba sahaya dari negeri Habsyah yang berhidung pesek, selama dia tetap menjalankan ajaran kitabullah (Al- Quran ) kepada kalian semua.
Lakukanlah sikap yang baik terhadap hamba sahaya. Berikanlah makan kepada mereka dengan apa yang kamu makan dan berikanlah pakaian kepada mereka dengan pakaian yang kamu pakai. Jika mereka melakukan sesuatu kesalahan yang tidak dapat kamu ma’afkan, maka juallah hamba sahaya tersebut dan janganlah kamu menyiksa mereka.
Wahai manuisia sekalian.
Dengarkanlah perkataanku ini dan perhatikanlah.
Ketahuilah oleh kamu sekalian, bahwa setiap muslim itu adalah saudara bagi muslim yang lain, dan semua kaum muslimin itu adalah bersaudara. Seseorang tidak dibenarkan mengambil sesuatu milik saudaranya kecuali dengan senang hati yang telah diberikannya dengan senang hati. Oleh sebab itu janganlah kamu menganiaya diri kamu sendiri.
Ya Allah..sudahkah aku menyampaikan pesan ini kepada mereka..?
Kamu sekalian akan menemui Allah, maka setelah kepergianku nanti janganlah kamu menjadi sesat seperti sebagian kamu memukul tengkuk sebagian yang lain.
Hendaklah mereka yang hadir dan mendengar khutbah ini menyampaikan kepada mereka yang tidak hadir. Mungkin nanti orang yang mendengar berita tentang khutbah ini lebih memahami daripada mereka yang mendengar langsung pada hari ini.
Kalau kamu semua nanti akan ditanya tentang aku, maka apakah yang akan kamu katakan ? Semua yang hadir menjawab : Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan tentang kerasulanmu, engkau telah menunaikan amanah, dan telah memberikan nasehat. Sambil menunjuk ke langit, Nabi Muhammad kemudian bersabda : ” Ya allah, saksikanlah pernyataan mereka ini..Ya Allah saksikanlah pernyatan mereka ini..Ya allah saksikanlah pernyataan mereka ini..Ya Allah saksikanlah pernyatan mereka ini ” .

Penghargaan Terhadap Kemanusiaan
Khutbah Rasulullah SAW. mengingatkan kepada kita tentang pentingnya penghargaan terhadap kemanusiaan. Tidak diperkenankan melakukan pembunuhan, penumpahan darah secara zalim dan keji. ”Sesungguhnya darahmu dan harta kekayaanmu merupakan kemuliaan (haram dirusak oleh orang lain) bagi kamu sekalian”. Tradisi perang, saling serang menyerang, dendam kesumat, bunuh membunuh dikategorikan sebagai tradisi Jahiliyyah.
Khutbah Rasulullah SAW, memberikan pesan tentang pentingnya penghargaan kepada jiwa, berasal dari manapun jiwa itu berada. Islam menghargainya tanpa membedakan kelas, ras, suku, bangsa, dan asalnya. Betapa mahal penghargan Islam terhadap jiwa, sehingga ia harus dirawat, dilindungi, dipelihara, dan dikembangkan. Maka membunuh satu jiwa sama seakan membunuh manusia semuanya. Begitu pula sebaliknya, memelihara satu jiwa sama artinya seakan memelihara seluruh manusia. Allah berfirman: ”Barangsiapa yang membunuh seorang manusia bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya”. (Q.S. al-Mâidah/: 32)

Penghargaan Terhadap Hak Kepemilikan
Rasulullah mengingatkan tentang pentingnya penghargaan terhadap harta kepemilikan. Maka tidak diperkenankan praktik-praktik pengambilan hak secara tidak sah. Tidak dibolehkan seorang merampas harta orang lain melalui praktik manipulasi, tipu muslihat, jual-beli riba, apalagi praktik mencuri, merampok, atau korupsi. Khutbah Rasulullah SAW, mengingatkan kita betapa ternyata praktik-praktik seperti itu dengan mudah kita jumpai dalam kehidupan moderen seperti sekarang ini, meskipun terkadang dilakukan secara terselubung.

Waspada Terhadap Musuh
Rasulullah SAW menjelaskan tentang adanya musuh yang terus menerus berusaha menjerumuskan kita. ”Sesungguhnya setan itu telah putus asa untuk dapat disembah oleh manusia di negeri ini, akan tetapi setan itu masih terus berusaha (untuk menganggu kamu ) dengan cara yang lain . Setan akan merasa puas jika kamu sekalian melakukan perbuatan yang tercela. Oleh karena itu hendaklah kamu menjaga agama kamu dengan baik”.
Betapa musuh-musuh itu berupaya dengan berbagai stragegi penaklukan agar dapat mengalahkan umat Islam. Untuk dapat menaklukkan orang yang beriman, setan menyerang melalui sarana dari yang paling tradisional sampai yang paling moderen. Setan dapat memanfaatkan aspek ekonomi, budaya, sosial dan politik untuk menghancurkan. Setan menyerang dengan menggunakan pisau belati sampai dengan pesawat tempur paling canggih. Setan menyerang orang paling bodoh sampai orang paling pinter sekaliber ustadz, ulama, kyai, professor dan sebagainya. Rasulullah dalam khutbahnya mengingatkan kepada kita semua agar tetap waspada terhadap musuh-musuh Allah.

Taat Aturan
Beragama yang baik adalah ketaatan, taat kepada aturan Allah dan Rasul-Nya. Membuat aturan yang melanggar ketentuan Allah dan Rasul-Nya adalah kekafiran. Kita diajak Rasulullah SAW untuk mengakui yang haram itu adalah haram, yang halal adalah halal. Yang batil adalah batil dan yang haq adalah haq. ”Sesungguhnya merubah-rubah bulan suci itu akan menambah kekafiran. Dengan cara itulah orang-orang kafir menjadi tersesat. Pada tahun yang satu mereka langgar dan pada tahun yang lain mereka sucikan untuk disesuaikan dengan hitungan yang telah ditetapkan kesuciannya oleh Allah. Kemudian kamu menghalalkan apa yang telah diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang telah dihalalkanNya”.
Kerusakan tatanan kehidupan ini akibat banyaknya pelanggaran terhadap aturan. Aturan dibuat untuk dilanggar tidak untuk ditaati. Peraturan hanya dipraktikkan pada sebagian orang saja, dilakukan secara tebang pilih, tidak ada keadilan.

Perlindungan Terhadap Perempuan
Rasulullah SAW berpidato tentang pentingnya lembaga keluarga. Ada peranan yang sangat menentukan dalam membina keluarga, peranan itu hanya dimiliki kaum perempuan. Maka demi terwujudkan kebahagiaan keluarga, perempuan harus dilibatkan untuk ikut aktif dalam membangun keluarga itu. Maka perempuan harus dilindungi, diberikan hak-haknya, dan dilibatkan dalam pembangunan.
Perhatian Rasulullah SAW terhadap perempuan menjadi sangat luar biasa di saat manusia secara umum memperlakukan perempuan laksana barang dagangan, budak, bahkan dianggap tidak lebih dari binatang. ”Takutlah kepada Allah dalam bersikap kepada kaum perempuan”. 
Praktik-praktik kejahatan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), terjadinya penyiksaan terhadap Tenaga Kerja Wanita (TKW), banyaknya perempuan yang kehilangan hak-hak azasinya, menyadarkan kepada kita betapa khutbah Rasulullah itu harus dijadikan cambuk agar kita semakin memberikan perhatian serius kepada perempuan, tidak untuk diperas tenaganya, tidak untuk diinjak-injak martabat dan harga dirinya, tapi untuk dihormati dan dihargai harkat dan martabatnya. 

Berpegang Teguh Kepada Al-Quran dan Al-Sunnah
Agar kita dapat menempuh jalan lurus (al-shirâth al-mustaqîm), maka hanya dengan cara berpegang teguh kepada Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Yaitu dengan cara mempelajari, memahami, dan mengamalkan isi al-Quran dan al-Sunnah. ”Aku tinggalkan sesuatu bagi kamu sekalian. Jika kamu berpegang teguh dengan apa yang aku tinggalkan itu, maka kamu tidak akan tersesat selama-lamanya. Itulah Kitab Allah (Al-Quran ) dan sunnah nabiNya (Al-Hadis ).
Janganlah al-Quran dan al-Sunnah hanya dijadikan sebatas sebagai simbol, hiasan, syiar, tapi belum dijadikan sebagai nilai yang menyerap masuk ke dalam hati dan jiwa raga kita. Mari kita jadikannya sebagai obor penerang kehidupan kita, cahaya hati yang mewujud pada akhlak mulia, dan spirit yang menggerakkan semangat jihad kita.

Ketaatan Kepada Pemimpin
Rasulullah SAW menegaskan tentang pentingnya ketaatan kepada pemimpin. Jangan dilihat seorang pemimpin itu karena keturunan, kekayaan atau status-status keduniaan. Pemimpin yang ditaati adalah pemimpin yang patuh kepada Allah dan Rasul-Nya. ”Wahai manusia sekalian..dengarkanlah dan ta’atlah kamu kepada pemimpin kamu , walaupun kamu dipimpin oleh seorang hamba sahaya dari negeri Habsyah yang berhidung pesek, selama dia tetap menjalankan ajaran kitabullah (Al- Quran ) kepada kalian semua”.
Pemimpin yang ditaati adalah pemimpin yang menjalankan aturan Allah, mengikuti sunah-sunah-Nya dan menjalankan kepemimpinan secara adil. Ketaatan kepada pemimpin yang demikian menjadi mutlak, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah: ”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasul-Nya, dan Ulil Amri (para pemimpin) di antara kalian”. (Q.S. al-Nisâ’/4: 59). Ulil Amri di sini adalah para pemimpin yang patuh kepada ajaran Allah dan Rasul-Nya, bukan pemimpin yang zalim, yang tidak peduli kepada nasib rakyatnya.

Melindungi al-Mustadh’afin
Khutbah Rasulullah SAW, menjadi sangat penting di saat bangsa kita sekarang mengalami berbagai ujian dan musibah. Orang-orang lemah menjadi semakin banyak. Kalaulah tidak sampai setingkat hamba sahaya, karena memang perbudakan sekarang sudah dihapuskan, tapi keterpurukan, kemiskinan, kemelaratan tampak sekali dalam masyarakat kita.
Maka segala upaya pembelaan, penyantunan, perlindungan, pengentasan dan sebagainya menjadi sangat terpuji. Kita diajak Rasulullah SAW untuk memberikan apa yang bisa kita berikan: ”Berikanlah makan kepada mereka dengan apa yang kamu makan dan berikanlah pakaian kepada mereka dengan pakaian yang kamu pakai. Jika mereka melakukan sesuatu kesalahan yang tidak dapat kamu ma’afkan, maka juallah hamba sahaya tersebut dan janganlah kamu menyiksa mereka”.
Bahkan andaikata mereka itu berbuat salah, jangan sekali-kali melakukan penyiksaan terhadap mereka.
Siapa yang akan melindungi kaum fakir miskin, para gelandangan, korban banjir dan longsor di Wasior, korban letusan Merapi, korban gempa bumi dan sunami Mentawai. Siapa pula yang akan melindungi Sumiati, TKW korban kekerasan majikan di Arab Saudi, dan orang-orang seperti mereka. Kepedulian kita kepada mereka dipertanyakan oleh Rasulullah SAW.

Mempererat Persaudaraan
Umat Islam adalah umat terbaik (khair ummah) yang dilahirkan untuk manusia (Q.S. Ali Imrân/3: 110). Hal itu terwujud karena ada ikatan persaudaraan (ukhuwwah) yang diikat melalui adanya saling menasehati, amar ma’ruf nahi mungkar, anjuran berbuat baik, dan teguran terhadap kemungkaran. Ukhuwwah (persaudaraan) menghadirkan wihdah (kesatuan, dan wihdah menghasilkan quwwah (kekuatan). Jangan ada kezaliman dan aniaya di antara saudara itu, agar jalinan persaudaraan menjadi kokoh. Khutbah Rasulullah: ”Ketahuilah oleh kamu sekalian, bahwa setiap muslim itu adalah saudara bagi muslim yang lain, dan semua kaum muslimin itu adalah bersaudara. Seseorang tidak dibenarkan mengambil sesuatu milik saudaranya kecuali dengan senang hati yang telah diberikannya dengan senang hati. Oleh sebab itu janganlah kamu menganiaya diri kamu sendiri.
Persaudaraan diwujudkan dengan banyak memberi dan sedikit menuntut, merelakan miliknya digunakan saudaranya dan sedikit meminta kepada saudaranya itu.

Dakwah Yang Berkesinambungan
Islam tersebar ke seluruh dunia karena adanya dakwah yang berkesinambungan, tak kenal henti. Islam disampaikan dari mulut ke mulut, dan generasi ke generasi, dan bangsa ke bangsa, dari wilayah ke wilayah, dari negara ke negara, hingga tersebar ke mana-mana. Khutbah Rasulullah: ”Hendaklah mereka yang hadir dan mendengar khutbah ini menyampaikan kepada mereka yang tidak hadir. Mungkin nanti orang yang mendengar berita tentang khutbah ini lebih memahami daripada mereka yang mendengar langsung pada hari ini”, menjadi pegangan kita dalam dakwah. Siapapun yang mendengan tentang ajaran Islam, seberapapun yang dia dengar, wajib menyampaikannya kepada orang lain. Sabda beliau yang lain: ”Balligû ’annî walau ’âyah (sampaikanlah apa yang dari aku, meskipun hanya satu ayat).
Ilmu yang kita dapat adalah amanah yang wajib disebarkan kepada orang lain. Kita akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang kita dapatkan dari ajaran Allah dan Rasul-Nya. Beliau berkata dalam khutbahnya itu: ”Kalau kamu semua nanti akan ditanya tentang aku, maka apakah yang akan kamu katakan ? Semua yang hadir menjawab : Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan tentang kerasulanmu, engkau telah menunaikan amanah, dan telah memberikan nasehat”. 
Moga khutbah Rasulullah SAW saat wukuf di Arafah menggugah kita untuk lebih dekat kepada Allah dalam munajat, taqarrub, zikir dan doa, di samping lebih memberikan perhatian yang sungguh-sungguh kepada harkat dan martabat kemanusiaan menuju kehidupan dunia akhirat yang bermartabat dan membahagiakan.

Jakarta, 22 Nopember 2010
Penulis
Ketua Masjid Agung Al-Azhar


.

PALING DIMINATI

Back To Top