Bismillahirrohmaanirrohiim

" ALLAH BERTEMPAT DI ARSY / ATAS LANGIT " ?

Al imam albayhaqi (w. 458 H) dalam kitabnya al asma wa ashifat, hlm 506, mengatakan " Sebagian sahabat kami dalam menafikan tempat bagi allah adalah mengambil dari sabda rasul " engkaulah adzdzahir (yang segala sesuatu menunjukkan ada Nya), tidak ada sesuatu di atas Mu dan engkaulah al bathin (yang tidak dapat dibayangkan ) tidak ada sesuatu di bawahMU (H. R muslim dan lainya ) jika tidak ada sesuatu di atasNYA dan di bawahNYA berarti Dia tidak bertempat ".

Sedangkan salah satu riwayat hadits jariyah, hadits zainab yang dzahirnya memberi persangkaan bahwa allah ada di langit, maka hadits tersebut tidak boleh diambil secara dzahirnya, tetapi harus ditakwil dengan makna yang sesuai dengan sifat sifat allah, jadi maknanya adalah Dzat yg sangat tinggi derajat Nya, sebagaimana dikatakan oleh ulama ahlussunnah wal jama'ah, diantaranya adalah al imam an Nawawi dalam syarh shahih muslim.

Tidak boleh dikatakan Allah ada di atas 'arsy atau ada dimana mana, Senada dengan hadits yang diriwayatkan al Bukhari di atas, perkataan sayidina ali bin abi thalib, " Allah ada (pada azal) dan belum ada tempat dan Dia (Allah) sekarang (setelah menciptakan tempat) tetap seperti semula, ada tanpa tempat (dituturkan oleh al imam abi mansyur albaghdady dalam kitabnya alfarqu baynal firaq h. 333). Oleh karena itu tidak boleh dikatakan Allah ada di satu tempat atau dimana mana,juga tidak boleh dikatakan Allah ada di satu arah atau semua arah penjuru. 

INGAT, ALLAH SUDAH ADA SEBELUM TERCIPTANYA TEMPAT DAN ARAH, DAN SETELAH ALLAH MENCIPTAKAN TEMPAT DAN ARAH,ALLAH PUN TIDAK BUTUH AKAN KE DUANYA. APABILA ALLAH BUTUH AKAN TEMPAT DAN ARAH, BERARTI SAMA SAJA ALLAH BUTUH MAKHLUK, MAHASUCI ALLAH DARI BUTUH AKAN MAKHLUK. BUTUHNYA ALLAH AKAN MAKHLUK ADALAH MUHAL BAGI ALLAH. " ALLAH ITU ALMUGHNI, YANG TIDAK BUTUH KEPADA SIAPAPUN DAN APAPUN " DAN SIFAT "BUTUH" ADALAH SIFAT CIRIKHAS DARI MAKHLUK, DAN MUHAL BAGI ALLAH BERSIFAT DENGAN PERSIFATAN MAKHLUK.

Syekh abdul wahhab asya'roni (w. 973) dalam kitabnya al yawaqiit wa al Jawaahir, menukil perkataan syekh ali khawwash : "tidak boleh dikatakan bahwa Allah ada dimana mana". Aqidah yang mesti diyakini adalah Allah ada tanpa tempat dan arah.
Sayyidina ali bin abi thalib mengatakan " sesungguhnya Allah menciptakan 'arsy (makhluk Allah yang paling besar) untuk menampakkan kekuasanNYA, BUKAN UNTUK MENJADIKANYA TEMPAT BAGI DZAT NYA (diriwayatkan oleh Abu manshur al baghdadi dalam kitab alfarq baynal firoq hal 333)

aL IMAM ABU HANIFAH BERKATA "BARANG SIAPA YANG MENGATAKAN SAYA TIDAK TAHU APAKAH ALLAH BERADA DI LANGIT ATAUKAH BERADA DI BUMI MAKA DIA TELAH KAFIR" (diriwayatkan oleh almaturidi dan lainya)
shulthonul ulama' al imam izzuddin bin abdissalam asyafi'i dalam kitabnya "Hall arrumuz" menjelaskan maksud perkataan imam abu hanifah, beliau imam izzuddin mengatakan " karena perkataan yang demikian (aku tidak tahu allah dilangit atau dibumi) , memberikan persangkaan bahwa Allah bertempat, dan barang siapa yang menyangka bahwa Allah bertempat maka ia adalah musyabbih (orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk ciptaan Nya). Demikian juga dijelaskan maksud imam abu hanifah ini oleh albayadli alhanafy dalam kitab isyaratul maram.

Al imam al hafidz ibn al jawzi (w 597) dalam kitabnya daf'u syubhat atasybih,mengatakan " Sesungguhnya orang yang mensifati Allah dengan tempat dan arah maka ia adalah musyabbih (orang yang menyerupakan Allah dengan makhluknya ) dan juga mujassim (orang yang meyakini bahwa Allah adalah jisim/benda) ,yang orang itu buta dari mengetahui sifat Allah "
al hafidz ibnu hajar al 'asqalani (w. 852) dalam kitabny fathul bari syarh shahihul bukhari mengatakan " Sesungguhnya kaum musyabbihah dan mujassimah adalah mereka yang mensifati allah dengan tempat padahal Allah maha suci dari tempat"
di dalam kitab al fatawa alhindiyyah,cetakan dar shadir, jilid II ,H 259 tertulis sbb " Adalah kafir orang yang menetapkan tempat bagi Allah ta'ala", juga dalam kitab kifayatul akhyar, karya al imam taqiyyuddin alhushni (w. 829 H),jilid ll,hal 202,cet darl fikr, tertulis sbb " .. Hanya saja an nawawi menyatakan dalam bab shifat as shalat dari kitab syarhul muhadzdzab bahwa mujassimah adalah KAFIR, saya (alhushni) BERKATA "INILAH KEBENARAN YANG TIDAK DIBENARKAN SELAINYA, KARENA TAJSIM (MENYERUPAKAN ALLAH DENGAN MAKHLUK,BAIK DALAM DZAT DAN SIFAT,DAN MEYAQINI BAHWA ALLAH ADALAH JISIM-BENDA-) JELAS MENYALAHI ALQUR'AN Q.S ASSYURA 11.

Al imam malik berkata " ARRAHMAN 'ALA AL 'ARSY ISTAWA SEBAGAIMANA ALLAH MENSIFATI DZAT (HAKEKAT)NYA DAN TIDAK BOLEH DIKATAKAN BAGAIMANA DAN KAYFA (yg adlh sifat makhluk) ADALAH MUSTAHIL BAGINYA (DIRIWAYATKAN OLEH ALBAYHAQI DALAM AL ASMA' WASHIFAT),maksud perkataan imam malik tsb, bahwa Allah mahasuci dari semua sifat benda (kayfa), seperti duduk,bersemayam,berada di suatu tempat dan arah dsb. Sdgkan yang mengatakan wal kayf majhul adalah tidak benar dan imam malik tidak pernah mengatakanya.
Imam ath tahawi mengatakan " barang siapa mensifati Allah dengan salah satu sifat manusia, maka ia telah kafir ", dia antara sifat2 manusia adalah bergerak,diam, naik, turun, duduk, bersemayam, mempunyai jarak, menempel, berpisah, berubah, butuh, berada pada suatu tempat dan arah, berbicara dg huruf dsb..
Barang siapa yang menyifati allah dg sifat2 diatas ,sungguh dia terjerumus dalam kekufuran ( INI KATA IMAM ATTHAHAWI). 

IMAM AHMAD ARRIFA'I (W. 578) dlm kitabnya al burhan al muayyad berkata : " JAGALAH AQIDAH KAMU SEKALIAN DARI BERPEGANG KEPADA DZAHIR AYAT ALQURAN DAN HADITS NABI MUHAMMAD YANG MUTASYABBIHAT,SEBAB HAL INI MERUPAKAN SALAH SATU PANGKAL KEKUFURAN".
MUTASYABIHAT ARTINYA NASH NASH ALQUR'AN DAN HADITS NABI MUHAMMAD YANG DALAM BAHASA ARAB MEMPUNYAI LEBIH DARI SATU ARTI, DAN AYAT2 YANG DEMIKIAN,TIDAK BOLEH DIAMBIL SECARA DZAHIRNYA, KARENA HAL TSB MENGANTARKAN KEPADA TASYBIH (MENYERUPAKAN ALLAH DENGAN MAKHLUKNYA), AKAN TETAPI WAJIB DIKEMBALIKAN MAKNANYA SBGMANA PERINTAH ALLAH DALAM ALQUR'AN PADA AYAT2 YANG MUHKAMAT (AYAT2 YANG MEMPUNYAI SATU MAKNA DALAM BAHASA ARAB), YAITU MAKNA BAHWA ALLAH TIDAK MENYERUPAI SEGALA SESUATU DARI MAKHLUKNYA (ASYURA 11),
DIANTARA AYAT2 MUTASYABBIHAT YANG TIDAK BOLEH DIAMBIL SECARA DZAHIRNYA ADALAH FIRMAN ALLAH " ARRAHMAN ALAL 'ARSY ISTAWA(THAHA 5), AYAT TSB TIDAK BOLEH DITAFSIRKAN BAHWA ALLAH DUDUK (JALASA) ATAU BERSEMAYAM ATAU BERADA DIATAS ARSY DENGAN JARAK ATAU BERSENTUHAN DENGANYA. JUGA TIDAK BOLEH DIKATAKAN ALLAH DUDUK, NAMUN TIDAK SEPERTI DUDUK KITA, ATAU ALLAH BERSEMAYAM, NAMUN TIDAK SEPEPTI BERSEMAYAMNYA KITA, KARENA DUDUK DAN BERSEMAYAM TERMASUK SIFAT KHUSUS BENDA SBGMANA YG DIKATAKAN OLEH ALBAYHAQI (W 458), AL IMAM ALMUJTAHID TAQIYUDDIN ASSUBKI (W.756). Dan ALHAFIDZ IBNU HAJAR (W.852) dll. 

Karena kata ISTAWA sendri dalam bahasa arab memiliki 15 MAKNA. Karena itu, kata istawa tsb harus ditafsirkan dengan makna yang layak bagi Allah, dan selaras dengan ayat ayat muhkamat. BERDASARKAN INI,MAKA TIDAK BOLEH MENTERJEMAHKAN KATA ISTAWA KE DALAM BAHASA INDONESIA DAN BAHASA LAINYA, KARENA KATA ISTAWA MEMPUNYAI 15 MAKNA DAN TIDAK ADA PADAN KATA (SIN0NIM) YANG MEWAKILI 15 MAKNA TERSEBUT. Yang diperbolehkan adalah menterjemahkan maknanya, makna kata istawa dalam ayat tersebut adalah qahara (menundukkan atau menguasai). Yang demikianlah yang paling selamat dan yang paling selaras yang sesuai dengan ayat ayat muhkamat.

Imam ali mengatakan "sesungguhnya Allah menciptakan 'arsy untuk menampakkan kekuasaan Nya, bukan untuk menjadikanya tempat bagi dzatNYA, maka ayat tsb (thaha 5) boleh ditafsirkan dngan qahara ( menundukkan dan menguasai ) yakni, Allah menguasai arsy sebagaimana Allah menguasai semua makhluk Nya. Karena al QAHR MERUPAKAN SIFAT PUJIAN BAGI ALLAH, DAN ALLAH MENYEBUT DIRINYA AL QAHIR DAN ALQAHHAR. Dan umat muslim pun banyak menamai anak2nya abdul qohar atau abdul qahir, seandainya lafadz istawa benar di tafsiri dengan jalasa (duduk,bersemayam), sdari dulu tentunya sudah dikenal nama2 abdul jalis?Bahkan sampe skrg tidak dikenal ada muslim bernama abdul jalis (hambanya dzat yg duduk) , karena sifat duduk, adalah sifat yg serupa dngan makhluk, dan mustahil bg allah bersifatan dengan sifat makhluk. 

Penafsiran istawa dengan qahara (menguasai/menundukkan) tidak berarti bahwa ALLAH SEBELUM ITU TIDAK MENGUASAI 'ARSY TERUS KEMUDIAN MENGUASAINYA,KARENA SIFAT ALLAH ALQAHR ADALAH SIFAT ALLAH YANG AZALI (TIDAK MEMPUNYAI PERMULAAN) SEDANGKAN 'ARSY ADALAH MERUPAKAN MAKHLUK (YG MEMPUNYAI PERMULAAN). Dalam ayat ini Allah menyebut 'arsy scara khusus karena ia adalah makhluk yang paling besar bentuknya.

sayyidina ali juga mengatakan " sesungguhnya yang menciptakan ayna ( tempat ) tidak boleh dikatakan bagi Nya "dimana" (pertanyaan tentang tempat ), dan yang menciptakan kayfa (sifat sifat makhluk) tidak boleh dikatakan bagi Nya "bagaimana" (diriwayatkan oleh abul mudzaffar al asfarayini dalam kitabnya at tabshir fi addin hal.98)
imam zaynal abidin(cicit rasulullah) bin al husain bin ali bin abi thalib (38 - 94 H), berkata : 

" Engkaulah Allah yang tidak diliputi tempat" ,dan beliau juga berkata " Engkaulah Allah yang Maha suci dari hadd (benda, bentuk dan ukuran/batasan) , beliau juga berkata " Mahasuci Engkau yang tidak bisa diraba maupun disentuh " yakni bahwa Allah tidak menyentuh sesuatupun dari makhluk Nya dan Dia tidak disentuh oleh sesuatupun dari makhluk Nya karena Allah bukan benda. Allah maha suci dari sifat berkumpul, menempel, berpisah dan tidak berlaku jarak antara Allah dan makhluk Nya karena Allah bukan benda dan Allah ada tanpa arah (diriwayatkan oleh alhafidz az zabidi dalam kitab al ithaf dengan rangkaian sanad yang muttashil mutasalsil yang kesemua rawinya adalah ahlul bayt keturunan rasulullah ).


.

PALING DIMINATI

Back To Top