Bismillahirrohmaanirrohiim

Abu Darda’ : Seorang Sufi Yang Kaya Raya

Adapun Abu Darda’ adalah seorang hartawan yang kaya raya. Harta kekayaannya yang sangat banyak itu diperolehnya usaha berdagang. Dia terkenal sebagai pedagang yang jujur dan sangat bisa dipercayai oleh penduduk Mekkah, tempatnya berusaha. Mereka senang membeli segala keperluanya ada Abu Darda’, sebab mereka yakin bahwa mereka tidak akan tertipu. Abu Darda’ selalu menjual barang-barang yang masih baik dan istimewa kepada mereka dengan harga yang pantas.

Pada suatu hari hati dan pikirannya trtarik untuk memeluk agama islam. Dia segera pergimenjumpai Rasulullah SAW. dihadapan beliau dia menyatakan masuk islam. Setelah itu dia mengetahui dari Rasulullah bahwa ada suatu perdagangan yang bakal tidak mengalami kerugian yaitu: perniagaan yang bermodalkan iman, aqidah dan jihad. Maka Abu Darda’ memutuskan untuk mengerahkan semua pikirannya, jiwa dan umurnya untuk perniagaan dijalan Allah, sesuai yang disabdakan Rasulullah SAW.

Walaupun demikian Abu Darda’ tetap tidak meninggalkan kehidupan dunia sama sekali, tetapi dia juga tidak melalaikan ibadahnya kepada Allah SWT. dia mampu mengkompromikan antara ibadah dengan perdagangan yang sifat duniawi dengan ibadah kepada Ilahi, antara kepentingan dunia dengan kepentngan akhirat.menjalin muamalah atau hubungan mesra dengan sesame manusia dn interaksi dan hubungan yang akrab kepada Allah SWT. antara mengambil keuntungan denganmendapatkan imbalan pahala pada kehidupan di akhirat.

Abu Darda’ menganggap bahwa berzikir kepada Allah, bertaqa dan beribadah kepadaNya lebih berharga dari pada segala sesuatu yang ada di persada dunia yang fana ini, baik yang berupa harta maupun kesenangan yang lain. Peringkat ketaqwaan dan war’anya mencapai ketingkat orang-orang yang suci lagi shaleh. Kadang kala dia duduk merenung, bertafakkur, berdiam diri, merenungi ciptaan dan kebesaran Allah SWT. apabila seorang bertanya kepadanya, “untuk apa kamu berdiam diri hai Abu Darda?” jawabnya, “berpikir satu saat itu lebih baik daripada beribadah sepanjang malam,” artinya Abu Darda’ yang selalu beribadah dan hidup zuhud, hidup yang tidak tertipu oleh kemilauan duniawi, dia selalu asyik memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi, memperhatikan keindahan ciptaan Ilahi.

Dia tidak tergiur untuk mencari harta, kecuali sekadar keperluan makan, minum, dan pakaiann anak isterinya secara sederhana, seringkali dia menyampaikan idenya kepada para shahabatnya. Dia bertanya, “maukah kamu kuberitahu tentang perbuatan yang paling baik, dan paling suci disisi Tuhan, yang dengan perbuatan itu bisa mengangkat derajat kalian lebih tinggi dari pada kalian memerangi musuh, dan lebih baik dari pada jumlah harta dan dirham? Perbuatan itu adalah zikir kepada Allah STW. Sungguh zikir kepada Allah SWT adalah amalan yang paling besar”.

Bagi Abu Darda’ berzikir itu adalah ibadah yang utama. Manisnya iman telah menguasai seluruh jiwanya dan memenuhi lubuk hatinya. Baginya dunia ini tidak banyak punya makna dan arti, dan semua yang ada di alam yang fana ini hanya kesenangan dan tidak bisa disamakan dengan nikmatnya bertaqarrub, mendekatkan diri kepada Allah SWT. meskipun hanya sekilas waktu.

Abu Darda’ menggambarkan kesenangan dunia ini yang bakal bakal punah adalah sebuah surat yang dia kirimkan kepada shahabatnya. Dia berkata “adapun setelah itu, tidak ada artinya bagi orang yang bermegah dengan kehidupan duniawi. Harta itu telah beredar pada orang lain sebelummu, lalu kepada orang lain sesudahmu. Engkau tidak memilikinya kecuali apa yang sedang engkau miliki. Selanjutnya bagi orang yang mengumpulkan harta supaya dapat diwariskan kepada anak-anaknya, maka sebenarnya engkau mengumpulkan harta itu untuk dua kemungkinan. Mungkin kepada anak yang shaleh yang beramal dijalan Allah, lalu berbahagia dengan pemberianmu, atau untuk anak durhaka yang beramal dijalan kemaksiatan, maka sia-sialah harta yang engkau kumpulkan itu, karena percayalah bahwa Allah SWT. akan memberi rezki kepada mereka, dan selamatkanlah dirimu”.

Begitulah pandangan Abu Darda’ terhadap harta benda. Dia menasehati shabat-shahabatnya agar tidak hanya sibuk dengan mengumpulkan harta benda dan perhatian yang mengarah kepada hal tersebut. Sebab apa-apa yang dia kumpulkan dan hitungkan bakal ditinggalkan, mungkin keapda anak yang shaleh, sehingga ia bisa menikamatinya, mungkin kepada anak yang durhaka, sehingga dibelanjakan dijalan yang dimurkai oleh Allah. Manusia seharusnya berjuang dimuka bumi ini tanpa melalaikan ibadah dan merenungkan kepada ciptaan Allah SWT.


.

PALING DIMINATI

Back To Top