Bismillahirrohmaanirrohiim

In Memorian : Pesta Petasan Romadlon

PESTA petasan menjadi salahsatu ciri Mlangi, setiap Ramadan. Tradisi ini menurut KH Abdurrahman, sudah berlangsung lama. “Sejak masa buyut kami, tradisi petasan sudah ada,” katanya.

Menurut Pengasuh PP Al Falaahiyah ini, rentetan dan dentuman petasan, semakin ramai di penghujung Ramadan. Konon, membakar petasan merupakan ungkapan rasa syukur, karena bisa menunaikan ibadah puasa wajib.

Mlangi, perkampungan yang terletak di sebelah barat ring road Jl Godean Nogotirto Gamping Sleman ini, merupakan salahsatu sentra pesantren di DIY. Terdapat belasan Ponpes, dengan ribuan santri.

Di hari-hari biasa, setiap siang, Mlangi lengang. Pagi sampai siang, warga dan santri menjalankan aktivitas ‘duniawi’. Bekerja dan sekolah. Sore sampai tengah malam, suasana Mlangi, terlihat lebih semarak, oleh aktivitas masjid dan pesantren.

Memasuki Ramadan, dinamika Mlangi, semakin terlihat di malam hari. Bukan hanya disebabkan aktivitas masjid dan pesantren. Juga oleh suara tadarusan di rumah masing-masing.

Meski sejak dulu pemerintah ‘mengharamkan’ petasan, tapi tidak terlalu berpengaruh di Mlangi. Artinya, budaya membakar petasan masih tetap berjalan.

Tapi tahun ini, menurut Ustadz Abdurrahman, seiring dengan semakin kerasnya larangan membunyikan petasan, kemungkinan akan berpengaruh terhadap kebiasaan masyarakat Mlangi.

Selama Ramadan, wilayah Mlangi ibaratnya tidak tidur. Malam terasa semarak dibanding siang hari. Banyak orang yang lalu lalang di dalam kampung malam itu. Hal tersebut tidaklah mengherankan, sebab di Mlangi terdapat 11 pondok pesantren, 5 masjid dan belasan mushala.

“Aktivitas keagamaan meningkat tajam selama Ramadan. Banyak orang luar yang sengaja datang ke Mlati untuk bisa menikmati suasana Ramadan. Maka wilayah Mlangi bagaikan kampung yang tidak pernah mati,” ujar Abdullah, warga Sawahan Mlangi, Nogotirto, Sleman.

Menjelang buka puasa, kesibukan dan keramaian Mlangi dimulai. Banyak bermunculan pedagang kagetan yang menjual makanan untuk buka puasa. Sehingga tiap sore, suasana kampung tersebut bagaikan pasar malam.

Malam harinya, semakin tambah gayeng dengan mengalunnya suara adzan, pengajian dan bacaan ayat suci Al Qur’an yang berkumandang dari masjid-masjid atau mushala.

Menurut Abdullah, para orangtua melaksanakan salat tarawih di masjid-masjid. Sedang anak mudanya di mushala atau di pondok pesantren. Meski kegiatan tersebut bersamaan, namun tidak saling mengganggu. Justru kegiatan yang terselenggara di tiap sudut kampung itu menjadi ciri khas kampung Mlangi.

“Mungkin seperti itulah, suasana Ramadan di kampung muslim. Tidak hanya terjadi di Mlangi saja, tapi juga di daerah lain, seperti Wonokromo atau di Plosokuning,” tutur Abdullah.

Yang paling khas selama puasa di Mlangi, adalah bunyi petasan. Abdullah menggarisbawahi pernyataan KH Abdurahman, yang mengungkapkan, petasan merupakan tradisi turun temurun. Menurut Abdullah, puncak semaraknya pesta petasan tanggal 17 Ramadan bertepatan dengan Nuzulul Qur’an dan 29 Ramadan.


.

PALING DIMINATI

Back To Top