Bismillahirrohmaanirrohiim

PEMAKZULAN GUS YAHYA DARI KETUM PBNU DALAM PERSPEKTIF FIKIH : Tanggapan untuk KH. Afifuddin Muhajir


Oleh : KH. M. Sa’id Abdurrochim

 Kami menerima tulisan KH. Afifuddin Muhajir dari seseorang dengan judul pemberhentian Ketua Umum PBNU oleh Lembaga Syuriah dalam pertimbangan syariat Islam. Setelah kami membaca tulisan tersebut, perlu bagi kami untuk memberi tanggapan, karena tulisan beliau ditulis oleh tokoh ilmuan yang dikenal kealimannya, khususnya dalam disiplin ilmu ushul fiqh wa qowaidihi. Tentunya tulisan beliau ini akan dibuat rujukan oleh masyarakat luas khususnya di kalangan warga NU dan pengurus NU.
1. Siapakah ulil amri tersebut? Mayoritas ulama mengatakan bahwa ulil amri adalah para ulama’. 
وفي أحكام القرآن للإمام ابن العربي. وقال خالد بن نزار: وقفت على مالك فقلت: يا عبد الله ما ترى في قوله تعالى: ﴿وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ﴾ [النساء: 59] قال: وكان محتبيا فحل حبوته، وكان عنده أصحاب الحديث ففتح عينيه في وجهي وعلمت ما أراد، وإنما عني أهل العلم
Dalam pandangan ulama kontemporer -termasuk di dalamnya adalah Muhammad Abduh- bahwa yang dimaksud ulil amri dalam firman Allah
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ} [النساء: 59]
adalah Ahlu al-Ḥalli wa al-‘Aqdī. Dan dalam konteks ke-Indonesia-an diterapkan menjadi DPR/MPR. Muhammad Abduh juga mengatakan: “Pada masa kita ulil amri adalah para ulama, gubernur, bupati, lurah, qāḍī dan lain sebagainya.” Dan Syaikh an-Nawawi al-Bantānī dalam kitab tafsirnya Maraḥ al-Labīd mengatakan: “Yang dimaksud dengan ulil amri adalah DPR, para gubernur, bupati yang lurus dan para aparat pemerintah yang taat syariat. (selesai)
Dan seperti kita ketahui dalam struktur PBNU juga ada Lembaga Mustasyar yang mayoritas juga terdiri dari para ulama’. Karena itu, Mustasyar PBNU juga bagian dari ulil amri. Dan menurut kami, Ketua Umum PBNU juga ulil amri yang harus ditaati kebijakannya yang tidak menyimpang dari syariat. Karena beliau sebagai pemimpin sebagian besar umat Islam Indonesia yang diwadahi dalam ormas NU, berarti dia bagian dari ulil amri, yaitu mempunyai kewenangan mengatur sebagian permasalahan anggota organisasi dan mengikat. Dan dia diangkat menjadi pemimpin (Ketua Umum PBNU). Jadi, posisi Ketua PBNU adalah sebagai amīr (pemimpin) seperti dalam sebuah hadits
إذا خرج ثلاثة في سفر فليؤمروا أحدهم )رواه أبو داود(
Ketika ada tiga orang bepergian, maka hendaklah mereka menunjuk salah satu diantara mereka untuk menjadi pemimpin (HR. Abu Dawud)
Dalam hadits ini, Syaikh asy-Syawkānī mengambil dalil bahwa kelompok masyarakat dalam mengatur sosial kemasyarakatannya lebih butuh untuk mengangkat seorang pemipin yang harus ditaati daripada kebutuhan mengangkat pemimpin ketika orang bepergian. Ini merupakan qiyas aulawy bahwa mereka lebih butuh untuk mengangkat pemimpin.
Dan ketika Ketua Umum PBNU tidak dalam tingkatan muftī, maka harus didampingi dewan Syuriah dari kalangan kiai, sama seperti Imāmu al-a‘ẓam harus sebagai mujtahid, namun ketika dia bukan mujtahid, maka harus didampingi ahlu asy-syūrā dari kalangan fuqahā’. Dengan demikian kita tidak bisa mengatakan bahwa ulil amri itu hanya Syuriah. Ketua Umum Tanfidziyah juga termasuk ulil amri. Memang betul, Rais Aam dan Lembaga Syuriah memiliki posisi strategis dan dibuat rujukan. Dan Lembaga Syuriah mewakili ulama sebagai pemegang otoritas dalam pandangan Islam. Memang demikian, karena semua permasalahan itu harus dikembalikan kepada ilmu para ulama, tetapi karena ada konstitusi NU yang telah disepakati bersama, maka Syuriah tidak bisa mencopot Ketua Umum PBNU, karena keduanya sebagai mandataris muktamar, dan ketetapan ini mengikat. Dan dalam organisasi tidak masalah bila ada dua ketua, yaitu Rais Aam dan Ketua Umum yang kedua-duanya dipilih oleh pengurus organisasi sebagai ketua, karena keduanya sudah memiliki tugas yang berbeda dan saling melengkapi.
Dan untuk menghindari konflik antara Syuriah dan Tanfidziyah seperti sekarang ini, seharusnya yang dipilih oleh AHWA itu hanya Rais Aam dan jumlah AHWA-nya diperbanyak yaitu kisaran 99 anggota. Adapun Tanfidziyah dipilih oleh Rais Aam, dan jangan ada pemilihan langsung untuk menghindari efek negatif dari pemilihan langsung ini. Lalu mengapa yang dipilih oleh AHWA hanya Rais Aam? Karena sesuai dengan namanya, yaitu Nahdhatul Ulama’ yang mana Rais Aam ini representasi dari supremasi ulama.
2. Dalam berorganisasi harus mengangkat pemimpin. Lalu siapa yang mengangkat pemimpin organisasi ini? Yang mengangkat adalah anggota organisasi tersebut. Jadi, kalau ingin menerapkan secepatnya untuk mengganti Gus Yahya, maka seharusnya yang melakukan pencopotan adalah yang mengangkat Gus Yahya, yaitu anggota Muktamar lewat Muktamar biasa atau Muktamar dipercepat (MLB). Karena itu, pencopotan Syuriah pada Ketua Umum hukumnya tidak sah. Karena Syuriah bukan lembaga yang mengangkat Ketua Umum. Sehingga tidak mempunyai mandat untuk mencopot
قال الفقهاء ولا يصح تصرف الفضولي وهو من ليس وليا ولا وكيلا
Pakar fikih berkata tasharruf fudhuli hukumnya tidak sah, yakni orang yang bukan wali maupun wakil (orang yang tidak mempunyai mandat)
Sama seperti ulama yang mempunyai jabatan sebagai ahli syura seorang raja, ia tidak boleh mencopot raja walaupun ulama punya kedudukan yang tinggi melebihi raja dan wajib diikuti, akan tetapi kewenangan ulama’ tersebut tidak sampai bisa mencopot kepala negara, sebagaimana ungkapan penyair
إن الملوك لتحكمون على الورى # وعلى الملوك لتحكم العلماء
Sesungguhnya para raja bisa memberi hukum kepada manusia, dan para ulama bisa memberi hukum kepada para raja
Lalu siapa yang berhak mencopot kepala negara? Yang mencopot adalah yang mengangkatnya yaitu ahl al-ḥalli wa al-‘aqdi. Sama halnya ulama yang punya kedudukan tinggi tidak bisa mencopot muwaẓẓaf nāẓir (pegawai nāẓir), yang bisa mencopot muwaẓẓaf nāẓir adalah nadhir. Karena yang mengangkat muwadhof nadhir adalah nadhir. Dan seperti pencopotan hakim yang melakukannya adalah kepala negara atau wakilnya, karena yang mengangkat hakim adalah kepala negara atau wakilnya.
Dan juga, ketentuan bahwa yang mencopot seseorang itu orang yang mengangkatnya, hal ini juga sudah menjadi hukum adat, bahwa di organisasi apapun ketuanya berakhir jabatannya di tangan pengurus organisasi yang mengangkatnya.
3. Posisi Ketua Umum PBNU mirip dengan seorang ḥākim atau mutawallī yang harus dijaga kewibawaan dan kehormatannya, karena ia sebagai pemimpin sebagian umat islam Indonesia yang di wadahi dalam organisasi Nahdlatul Ulama. Karena itu, seharusnya pencopotan yang tidak prosedural harus dihindari untuk menjaga kewibawaan dan kehormatannya. Dan tidak boleh menuduhnya berbuat cacat moral, kecuali ada bayyinah dan dibuktikan kebenarannya di pengadilan dan tidak perlu disumpah karena dalam syara’ ia sudah dianggap orang yang amin (orang yang dipercaya). Dalam kitab al-Bujayramī
حاشية البجيرمي على شرح المنهج = التجريد لنفع العبيد (4/ 349)
(ولو ادعي على متول جور في حكم لم يسمع) ذلك (إلا ببينة) فلا يحلف لأنه نائب الشرع والدعوى على النائب دعوى على المنيب ولأنه لو فتح باب التحليف لتعطل القضاء قال الزركشي هذا إن كان موثوقا به وإلا حلف (أو) ادعي عليه (ما) أي: شيء (لا يتعلق بحكمه أو على معزول شيء) كأخذ مال برشوة أو بشهادة من لا تقبل شهادته (فكغيرهما) فتفصل الخصومة بإقرار أو حلف أو إقامة بينة وقيد السبكي الأولى من هاتين فقال هذا إن ادعي عليه بما لا يقدح فيه ولا يخل بمنصبه وإلا فالقطع بأن الدعوى لا تسمع ولا يحلف ولا طريق للمدعي حينئذ إلا البينة ثم قال بل ينبغي أن يكون الحكم كذلك وإن ادعى عليه بما لا يقدح فيه، ولم يظهر للحاكم صحة الدعوى صيانة له عن ابتذاله بالدعوى والتحليف انتهى
Berdasarkan kutipan diatas, tuduhan-tuduhan cacat moral yang disampaikan tidak bisa diterima sampai benar-benar ada bayyinah (saksi). Ketika sudah ada bayyinah pun itu harus dipersidangkan melalui pengadilan hakim atau muhakkam. Jadi, meskipun dinyatakan ada bayyinah qathiyyah dan alat-alat bukti seperti yang dituduhkan oleh lembaga syuriah, namun belum diproses secara hukum, maka tidak cukup untuk memvonis salah sebagai pijakan untuk membuat keputusan pemakzulan. Dan pemakzulan itu pun harus dilakukan oleh yang mengangkatnya, yaitu anggota mu’tamirin. Dalam ketentuan hukum syar’i, bayyinah (saksi) itu bisa memenangkan hukum harus diproses melalui pengadilan hakim atau muḥakkam. Dan proses pengadilan ini bisa lewat mengangkat muḥakkam (orang yang diangkat untuk memutuskan masalah). Dan muḥakkam harus orang yang telah disepakati kedua belah pihak, seperti tata cara yang digariskan dalam kitab-kitab fikih dalam pengangkatan muḥakkam. Karena itu Majelis Tahkim sekarang ini belum bisa untuk mentahkim masalah ini karena tidak ada kesepakatan antara dua belah pihak dalam penunjukan orang yang menjadi muḥakkam.
Otoritas Syuriah sebagai rujukan hanyalah sebagai pemberi pengarahan, pengawal dan pemberi petunjuk pada Tanfidziyah. Tanfidziyah harus patuh dan taat kepada Syuriah sesuai dengan AD/ART. Dan ketaatan ini tidak mencakup dalam hal pencopotan jabatan seorang Ketua Umum PBNU, karena masalah pencopotan ini punya hukum tersendiri dalam hukum fikih dan juga telah diatur dalam AD/ART NU, karena organisasi sosial kemasyarakatan dan keagamaan seperti NU adalah kesepakatan kelompok masyarakat yang mana dari setiap orang dari kelompok masyarakat tersebut melakukan akad dan janji untuk ikut bersama-sama dalam wadah organisasi dengan segala peraturannya untuk mencapai tujuan organsiasi tersebut.
4. Pencopotan Gus Yahya dengan mengajukan dalil kaidah fikih تأخير البيان عن وقت الحاجة لا يجوز (menunda penjelasan di saat yang dibutuhkan itu tidak diperbolehkan) dengan alasan banyak aktifitas jam’iyyah mandek itu tidak tepat. Justru imbas dicopotnya Gus Yahya akan mengganggu kinerja kepengurusan NU mulai PB hingga ke bawah. Kalau memakai kaidah ini yang harus segera diberi bayan adalah kelanjutan bayyinah (saksi) yang sudah ada untuk segera diproses secara hukum lewat pengadilan hakim atau muhakkam, karena inilah yang sangat dibutuhkan untuk kejelasan masalah. Dan juga, alasan mandeknya sebagian besar kegiatan jam’iyyah ini sangat lemah dibuat alasan pencopotan ketua PBNU. Yang semestinya perlu disalahkan adalah kedua lembaga ini yaitu Syuriah dan Tanfidziyah, mengapa mereka tidak bisa bekerja dengan baik bahkan sampai mandek, padahal telah diberi mandat oleh muktamar supaya bekerja sesuai AD/ART yang telah disepakati oleh kedua lembaga ini.
Menghukumi masalah dalam sudut pandang syar’i seperti yang dilakukan oleh KH. Afifuddin Muhajir dalam hal pencopotan Gus Yahya dengan hanya menggunakan kaidah fikih tidak bisa dibenarkan dan tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Semestinya kaidah fikih itu hanya sebagai penguat dalil, sementara dalil pokoknya diambilkan dari kitab-kitab fikih.
Imam al-Haramayn al-Juwaynī dalam kitab al-Ghiyāthī, ketika menyebutkan dua kaidah: kaidah al-ibāhah (asal segala sesuatu adalah boleh) dan kaidah barā’atudz-dzimmah (bebasnya tanggungan dari kewajiban), mengatakan:“Tujuanku menyebutkan keduanya hanyalah untuk menstimulasi kecerdasan (nalar), dan aku tidak bermaksud menjadikannya sebagai dalil.” Al-Hamawī menukil dalam al-Fawāid az-Zainiyyah dari Ibn Nujaym bahwa: “Tidak boleh berfatwa berdasarkan Qaidah-qaidah dan ḍawābiṭ (kaidah dalam satu bab fikih), karena kaidah-kaidah itu bukanlah kulliyyah (universal), tetapi hanya bersifat aghlabiyyah (kebanyakan terjadi).”
5. Tidak mencopot Gus Yahya akan menimbulkan mafsadah yang lebih besar dengan menerapkan kaidah إذا تعارضت مفسدتان روعي أعظمهما ضررا بارتكاب أخفهما (ketika terjadi kontradiksi antara dua mafsadah, maka yang hindari adalah yang lebih besar dengan menempuh yang lebih kecil bahayanya) adalah keputusan hukum yang tergesa-gesa. Semestinya harus ada proses muwāzanah baina al-maṣāliḥ wa-al-mafāsid (membandingkan antara maslahat dan mafsadah) secara detail dan mendalam dengan mengetahui maslahat itu takmiliyah ataukah ḍarūriyyah, aspek mafsadahnya apakah khofifah ataukah syadidah, mafsadah muḥaqqaqah ataukah mutawahhamah. Karena menurut kami dengan melawan AD/ART yang telah disepakati akan menimbulkan mafsadah yang lebih besar berupa adawah (permusuhan), baghdla’ (kebencian) dan tafarruq (perpecahan) dan tahasud wal hiqd (saling iri dan dendam).
Di kalangan pengurus PCNU banyak yang tidak menerima karena merasa hak mereka dikebiri. Begitu juga mereka merasa dipaksa untuk menerima PJ Ketua Umum PBNU sekarang ini, bahkan pendukung fanatik Gus Yahya bisa-bisa akan mengatakan PJ sekarang ini menggashab (menguasai hak orang lain) hak Gus Yahya. Imbas dari pencopotan ini mengakibatkan pengurus serta warga NU yang jumlahnya banyak akan terbelah, dukung mendukung dengan menolak pengurus dari salah satu kelompok dan menerima pengurus kelompok lain, sekaligus citra dan marwah NU rusak.
Gara-gara perselisihan ini, banyak kalangan masyarakat umum menganggap perselisihan ini tidak pantas dilakukan ormas ulama Islam seperti NU ini. Dan pengurus serta masyarakat NU bingung mengikuti pemimpinnya, yaitu Musytasyar PBNU dan Syuriah PBNU yang bertikai. Karena dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin disebutkan وتجب طاعة المفتي فيما أفتى به (wajib untuk menaati fatwa dari seorang mufti) sebab keduanya memberi fatwa yang bertolak belakang. Akhirnya mereka bingung siapa yang harus diikuti dari kedua belah pihak ini.
Dan kalau Gus Yahya tidak dipecat dan sudah mengakui kesalahannya, mafsadahnya tidak besar selama Syuriah sekarang selalu mengawal kebijakan Tanfidziyah agar tidak sampai keluar dari syar’i sampai muktamar yang tinggal sebentar lagi. Pencopotan Gus Yahya mafsadahnya lebih besar Karena AD/ART yang isinya kewenangan mencopot seorang ketua harus dilakukan oleh yang mengangkat. Dan ini sudah menjadi hukum adat, karena itu sampai-sampai sebagian ulama mengatakan “hukum adat ketika berlawanan dengan syariat, maka sebagian ulama mendahulukan hukum adat tersebut, karena melawan adat akan menimbulkan mafsadah yang mana pada dasarnya syariat itu bertujuan untuk menghilangkan mafsadah.
وفي الفوائد المكية للسيد العلامة علوي السقاف وقد خالف الشيخ ابن حجر وموافقيه الشيخ ابن زياد فيما إذا وجدت حادثة واقتضاء العمل فيها يخالف المنقول عملا بقاعدة جلب المصالح ودرء المفاسد فقال ابن حجر لا يعمل فيها بذلك وقال ابن زياد يعمل فيها بمقتضى القاعدة وقد أطال النقل عنهما وعن غيرهما العلامة البدر السيد عبد الرحمن بن سليمان بن يحيى بن الأهدل في جواب له على أعراف القبائل وعوائدهم ومنه في تقرير كلام ابن زياد قال ما نصه قال الحسيري رحمه اللّه : الشرع مبني على درء المفاسد وجلب المصالح بل لو كان حكم شرعي يخالف العادة ترك العمل بالعادة سدا للذريعة المؤدية إلى الشقاق والعداوة التي لا ينقطع بابها إذا فتح ولا ينسد.اهـ
Dari ibarot سدا للذريعة المؤدية إلى الشقاق والعداوة diatas menjelaskan secara gamblang bahwa melawan adat akan menimbulkan mafasid berupa syiqaq (perpecahan) dan adawah (permusuhan). Adapun kekhawatiran berpotensi mengacam eksistensi NU dengan dicabutnya izin organisasi NU adalah mafsadah yang masih mauhumah (dugaan), karena selama ini tidak ada organisasi yang dibubarkan karena terbukti menerima dana TPPU. Sementara dalam rekening, 100 milyard yang diduga sebagai TPPU sudah ada klarifikasi dengan jelas dari Bendahara Umum. Dalam kaidah fikih dijelaskan المصلحة المحققة مقدمة على المفسدة الموهومة. Maslahah muhaqqaqahnya organisasi NU akan berjalan dengan normal ketika Gus Yahya tidak dimakzulkan. Dan ketika Gus Yahya dimakzulkan seperti sekarang ini organisasi tidak bisa berjalan dengan normal karena kedua belah pihak saling menyandera.
6. Alasan mencopot Gus Yahya karena mengundang pembicara dari Amerika yang Pro Zionis, maka alasan itu seharusnya tidak sampai membuat beliau dicopot karena Beliau sudah meminta maaf. Toh acara kegiatan AKN-NU direstui Syuriah PBNU dan terlibat juga dalam kegiatan ini. Dan hal ini tentu sudah mengembalikan nama baik Nahdlatul Ulama yang awalnya tercoreng.
Masalah ini sedikit banyak ada keteledoran dari lembaga syuriah sebagai pengawas dan pengontrol Tanfidziyah. Semestinya sejak awal Gus Yahya terpilih menjadi Ketua Umum PBNU harus waspada dengan langkah-langkah Gus Yahya yang berkaitan dengan Israel. Karena Gus Yahya ketika berkampanye sebagai Calon Ketua Umum PBNU memproklamirkan diri akan meneruskan jejak-jejak Gus Dur. Dan saya yakin Lembaga Syuriah sudah paham bahwa jejak Gus Dur itu melakukan komunikasi dengan orang-orang Zionis Israel. Memang dalam masalah ini perlu ada kejelian dalam mengorek secara mendalam keterkaitan Gus Yahya dan AKN-NU (Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama) dengan zionis israel dan mengorek transparansi dana untuk kegiatan AKN-NU. Mayoritas Pengurus Cabang NU sudah mengetahui bahwa Syuriah PBNU sebetulnya sudah mengawal masalah ini dengan baik tapi masih tetap kecolongan.
7. Menganggap AD/ART posisinya sebagai furū yang berlandaskan uṣūl sebagai prinsip dasar yaitu mendatangkan maslahat dan menghilangkan mafsadah, menurut kami hal itu kurang tepat. Karena terlalu umum, sebab semua hukum Islam dan apapun yang dilakukan dan diciptakan untuk bisa dibenarkan dan diperbolehkan harus tidak menimbulkan mafsadah. Lebih tepatnya, bahwa AD/ART adalah akad perjanjian dan syarat yang disepakati oleh anggota dan pengurus organisasi. Nabi bersabda
المُسْلِمُونَ عِنْدَ شُرُوطِهِمْ (رواه البخاري)
Orang-orang Islam itu harus sesuai dengan syarat yang mereka sepakati (HR. al-Bukhari)
Allah berfirman
{وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا} [الإسراء: 34]
Dan penuhilah janji, karena janji akan dimintai pertanggungjawabannya (QS. Al-Isra’: 34)
Allah berfirman
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ} [المائدة: 1]
Wahai orang-orang beriman, penuhilah akad perjanjian
Dari dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa hukum memenuhi ikatan perjanjian (termasuk AD/ART) adalah wajib, walaupun ada sebagian ulama salaf yang berpendapat bahwa hal itu hukumnya sunnah, akan tetapi sesuai dengan perkembangan zaman dan peradaban modern, perjanjian yang tertulis seperti dalam AD/ART adalah ketentuan yang mengikat. Oleh karena itu, AD/ART wajib diikuti dan mengikat kalau sudah ada kesepakatan dari anggota dan pengurus organisasi.
يقول السيد العلامة علوي المكي في فتح القريب المجيب قوله: ﴿وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ﴾ [الإسراء: 34]، والخطاب للمؤمنين والأمر للوجوب والمراد بالعهد ما يعم عهد الله وعهد الناس، وعهد الله تعالى ما عهد إلى عباده أن يقوموا به من أوامره ونواهيه وعهد الناس ما يقع بينهم من الالتزام والتوثق. والمراد بالوفاء بالعهد أداء مقتضاه. وعدم الغدر والخيانة فيه وقوله: ﴿إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا﴾ [الإسراء: 34] أي يسأل الله عنه يوم القيامة ليثيب الصادقين ويعذب المنافقين. وقوله تعالى: ﴿أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ﴾ [المائدة: 1] المراد بالعقود العهود المؤكدة التي بيننا وبين الله والناس. اهـ وقد عد الشيخ العلامة ابن حجر الهيتمي في الزواجر عدم الوفاء بالعهد من الكبائر. ويقول الشيخ العلامة علي بن أحمد العزيزي في السراج المنير عن أحمد في مسنده عن رجل من المهاجرين: المسلمون على شروطهم الجائزة شرعا أي ثابتون عليها، واقفون عندها قال العلقمي: قال المنذر: وهذا في الشروط الجائزة دون الفاسدة.اهـ وأدخل العلامة ابن القيم في إعلام الموقعين: الوعود مع العقود والعهود والشروط جميعا في باب واحد، فكما أن المسلمين عند شروطهم فهم كذلك عند وعودهم. ويقول العلامة السيد علوي في ترشيح المستفدين أجمعوا على أن الوفاء في الوعد في الخير مطلوب، وهل هو مستحب أو واجب ذهب الثلاثة إلى الأول وإن في تركه كراهة شديدة واختار وجوب الوفاء بالوعد من الشافعية تقي الدين السبكي.اهـ
Dan AD/ART NU itu ada yang sunnah bila isinya mengandung perintah agama, seperti mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi. Dan AD/ART yang tidak ada nash secara jelas dari Al-Qur’an dan Hadits tapi dianggap mashlahat seperti pembatasan periode jabatan, hal ini baik, karena termasuk bagian dari mashlahah mursalah. Karena itu dalam AD/ART tidak ada istilah furu’ dan ushul. Jadi, apapun yang disepakati sebagai AD/ART akan mengikat pengurus dan anggotanya selama dia bersedia menjadi anggota organisasi yang mempunyai AD/ART tersebut, selama tidak bertentangan dengan syariat agama.
Kesimpulannya, pemberhentian ketua umum PBNU oleh lembaga syuriah tidak dibenarkan dalam tinjauan fikih karena
1. berlawanan dengan kesepakatan dan janji organisasi yang telah disepakati bahwa yang memakzulkan ketua umum PBNU adalah mu’tamirin, karena beliau memegang mandat muktamar.
2. berlawanan dengan hukum fikih bahwa yang berwenang memakzulkan seseorang adalah orang yang mengangkatnya
3. berlawanan dengan hukum adat yang diakui oleh agama. Bila adat ini dilawan akan menimbulkan dharar dan mafsadah yaitu perpecahan, permusuhan dan saling membenci di antara anggota.
Solusi yang seharusnya dilakukan adalah dua pilihan:
1. Pemakzulan dilakukan lewat muktamar dipercepat atau muktamar luar biasa setelah dinyatakan melakukan kesalahan yang bisa dimakzulkan atas kesepakatan mu’tamirin.
2. Islah, karena sudah menjadi rahasia umum sudah lama terjadi perang dingin diantara elit kepengurusan Tanfidziyah PBNU dengan saling menyandera. Islah ini dilakukan dengan disertai ruju’ ilal haq (kembali kepada rel yang benar) sesuai petunjuk kiai sepuh dan mustasyar PBNU. Allah berfirman
{لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ} [النساء: 114]
Tidak ada kebaikan di dalam perbincangan mereka kecuali orang-orang yang memerintahkan untuk bersedekah, kebaikan, atau berdamai diantara manusia
 (QS. An-Nisa’: 114)
Proses islah tersebut diantaranya adalah dengan mencari kebijakan dan pandangan Gus Yahya yang melanggar nash syar’i yang qaṭīyyu ad-dalālah dan ajaran ahli sunnah wal jama’ah yang diterapkan dalam organisasi NU, dan setelah ditemukan diharuskan ruju’ ilal haqq dengan membuat pernyataan tertulis memutus hubungan dengan orang-orang zionis Israel dan menurut kami lembaga Syuriah sebaiknya mau memaafkan, dan saya yakin mayoritas cabang-cabang NU yang mendapat ajaran NU untuk tasamuh juga akan memaafkan, karena kepada Gus Dur saja bisa memaklumi dan tidak mempermasalahkan dalam masalah ini, padahal Gus Dur tidak merasa bersalah dan minta maaf. Semestinya demi keadilan maka kepada santrinya (Gus Yahya) pun bisa memaafkan. Gus Dur dulu membangun hubungan dengan zionis israel, Syuriah PBNU tidak mempermasalahkan, sekarang ini Gus Yahya meneruskan langkah-langkah Gus Dur, tapi kemudian Gus Yahya merasa bersalah dan minta maaf, masa beliau tidak dimaafkan?
Dan setelah proses islah, jika Gus Yahya masih punya pendapat yang aneh dan nyeleneh, maka masih ditolerir dan kita hormati sebagai Ketua Umum PBNU selama tidak bertentangan dengan nash yang qaṭīyyu ad-dalālah. Karena kalau kita jujur, sejak zaman ulama salaf model ulama yang mempunyai pendapat syawādh (menyendiri dan nyeleneh) itu tidak sedikit. Kita tidak boleh mengikuti pendapat tersebut, namun kita masih wajib menghormati ulama tersebut. Dan alhamdulillah, Gus Yahya telah mengakui kesalahannya mengundang Peter Berkowitz untuk menjadi pembicara di AKN-NU. Dan masalah dana 100 milyard begitu juga dana dan kegiatan AKN-NU supaya ditahqiq dan diperjelas terlebih dahulu. Apabila belum jelas, tentunya diselesaikan secara baik-baik. Dan dalam masa islah ini sampai diadakan muktamar, Lembaga Syuriah harus selalu memaksimalkan fungsinya sebagai pengawas pengontrol dan pengendali lembaga tanfidziyah.
8. Saya secara pribadi punya hubungan yang baik dengan Gus Yahya, tapi saya sejak dulu tidak setuju beliau Gus Yahya menjadi Ketua Umum PBNU. Begitu juga kami tidak setuju ketua PBNU yang tukang ceramah, mestinya yang penceramah dari jajaran pengurus Syuriah, karena yang dibutuhkan adalah seorang Ketua Umum PBNU yang banyak bekerja di dalam NU untuk menangani program-program yang begitu banyak. Saya yakin, banyak program-program bangunan fisik di PW, PC, MWC, Ranting NU yang mandek. Saya perkirakan jumlahnya ratusan. Semestinya Ketua Umum PBNU turun ke bawah memberi motivasi, solusi-solusi dan mengupayakan bantuan dana untuk keberlanjutan program-program pembangunan fisik tersebut. Adapun urusan ceramah kemana-mana itu ranah dari Syuriah.
Terakhir, kami mengingatkan kepada pribadi kami sendiri dan warga NU supaya jangan mencela, mencaci dan menggunjing kepada pengurus Syuriah dan Mustasyar, khususnya kepada Rais Aam. Kita semua harus menempatkan Lembaga Syuriah, khususnya Rais Aam pada posisi yang tinggi dan terhormat, karena itu jangan mencederai dan mencela pribadi piyantun-piyantun ahlil ilmi tersebut. Penyair berkata
لحوم أهل العلم مسمومة # ومن يعاديهم سريع الهلاك
Daging ahli ilmu itu beracun, dan barang siapa memusuhi mereka, maka akan cepat binasa.
Kita semua yakin, keputusan Lembaga Syuriah NU memakzulkan Gus Yahya adalah hasil ijtihad para ulama dalam jajaran Syuriah. Nabi bersabda:
إِذَا حَكَمَ الحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ، وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ (رواه البخاري و مسلم)
Ketika seorang hakim memberi keputusan seraya berijtihad kemudian sesuai, maka ia mendapat dua pahala, dan jika salah maka tetap mendapat satu pahala (HR. Bukhari Muslim)

Sarang
Selasa, 16 Desember 2025

KH. Muhammad Sa’id
Rois Syuriah PCNU LASEM periode 2024-2029
Pengasuh Pondok Pesantren Ma’hadul Ulum as-Syar’iyyah
Sarang, Rembang


.

PALING DIMINATI

Back To Top