Bismillahirrohmaanirrohiim

Jangan Kapok Mendoakan Anak


Banyak putra-putri kiai yang pada masa kecilnya sangat nakal dan bandel, namun saat beranjak dewasa menjadi sosok yang alim dan khusyuk. Tatkala mereka ditanya seseorang tentang amalannya apa, sehingga menjadi orang baik dan jauh berbeda pada masa kecilnya, mereka rata-rata menjawab -kurang lebihnya- begini:

"Sing telaten ndungakno sing apik gawe anakmu, nyuwun ke Gusti Allah supoyo dadi wong sholeh”. (Yang telaten mendoakan baik untuk anak-anankmu, agar menjadi anak yang baik dan sholeh)."

KH. Hamim Djazuli atau yang akrab disapa Gus Miek (Allahu yarham), pernah menyampaikan dhawuh (nasehat-red) tentang cara mendidik anak dalam sebuah kesempatan acara Jantiko Mantab di daerah Ploso-Kediri.

“Kita harus terbuka kepada anak-anak. Jangan kita ini berusaha untuk ditakuti atau ditaati. Berusahalah untuk dicintai. Karena apabila kita berusaha untuk ditakuti atau ditaati, kita hanya akan menjadikan anak-anak yang suka menipu”

Gus Miek menceritakan bahwa suatu hari ada orang yang mengadu kepada beliau,
“anak saya nakal Gus. Dikerasi malah bertambah nakal. Bagaimana ini Gus?”

Gus Miek pun menjawab, “Nasehat orang tua terhadap anaknya jangan sekali-kali menggunakan bahasa militer. pakailah tiga bahasa: bahasa kata ae fii adaabil kalam, bahasa gaul dan bahasa hati.”.

Orang yang ingin dicintai adalah pribadi yang berusaha memulai kebajikan itu dari dirinya, menunjukkan kasih sayang, serta memberikan keteladanan sehingga anak akan mencintainya.

Sebaliknya, orang yang ditakuti biasanya selalu menampilkan kekerasan. Ia tidak berusaha membuka pintu rasa anak agar anaknya itu menyadari bahwa orang tuanya sangat mencintainya sehingga tidak ingin ia salah jalan.

Pendidikan (tarbiyyah) yang didasarkan pada kekerasan tidaklah berakibat melainkan kekerasan itu sendiri, selain juga anak yang berani berdusta sebagai langkah untuk mengamankan diri.

Semua orang pasti tidak ingin dikhianati, seperti halnya orang tua juga tidak ingin anaknya hanya patuh ketika berada di hadapannya, namun menjadi brutal dan khianat saat ia tidak berada di sampingnya.

“Berusahalah untuk dicintai”, demikian nasehat Gus Miek.

#GusMiek juga pernah Dawuh soal mengatasi kenakalan anak dan kalau kepingin punya anak yang sholeh dan sholihah;

"#Dandani anak, dandani bojo, nggae cangkem, nggae kata-kata, nasehat niku mpun boten usum. Sing usum damel getaran bathiniyyah. Termasuk anake di fatihai siji-siji, sopo weruh, kenek sinare fatihah, dadi kebuka anak-anake dadi sholeh, gelem nyantri, gelem sholat."
[ #Memperbaiki anak, memperbaiki istri, pakai mulut, pakai kata - kata, pakai nasehat itu sudah bukan musimnya. Sekarang yang musim pakai getaran batiniyyah. Termasuk anaknya di kirimi fatihah satu -satu, siapa tahu terkena sinar fatihah menjadi terbuka (hatinya). Anak-anaknya menjadi sholeh mau nyantri mau sholat].

Kalau kita perhatikan, nasehat ini sangat sesuai dengan perilaku Rasulullah saw. Para sahabat kerap melihat Rasulullah bersenda gurau dengan anak-anak, berlari-lari kecil, menggendong atau membopong anak-anak. Hal ini seharusnya menjadi teladan bagi orang tua. Dalam hadist yang berasal dari Jabir, ia berceria,

“Suatu hari kami bersama Rasulullah saw. Ketika kami diundang menghadiri jamuan makan, tiba-tiba saja Husein bermain-main di tengah jalan bersama teman-temannya.
Rasulullah segera mendekati Husein, berdiri di depan anak-anak, merendahkan tangan dan punggungnya, kemudian berlari ke sana kemari.

Husein dan teman-temannya tertawa riang melihat apa yang dilakukan Rasulullah. Kemudian dia mengangkat Husein dan meletakkan tangannya yang satu di dagunya dan meletakkan lainnya di antara telinga dan kepala. Dia merangkul Husein dan menciuminya serata bersabda,

“Husein berasal dariku dan aku berasal darinya. Allah mencintai siapa saja yang mencintainya. Hasan dan Husein adalah cucuku.” (HR. Ath-Thabrani)

Dari Abdullah bin Abbas, dia bercerita, “Ketika Rasulullah tiba di Makkah, dia disambut anak-anak Bani Muthalib. Lalu dia menggendong salah seorang dari mereka di depan dan seorang lagi di belakang.” (HR. Bukhari)

Gus Miek sendiri sedari kecil di kenal nakal dan nyeleneh, juga oleh keluarganya sendiri, kontras sekali dg dewasanya ketika beliau telah menjadi Waliyulloh terkenal. Bahkan pernah Gus Din (KH Zainudin Djazuli ) selama hampir dua tahun tidak pernah bertemu dengan adiknya yang nyeleneh itu.

Sejak kecil beliau adalah pribadi yang sangat halus dan lembut, cerminan kehalusan dan kelembutan hatinya. Tutur kata dan tingkah lakunya penuh kesopanan dan mengagumkan, membuat siapa saja yang berada di dekatnya merasa teduh, tenang, dan damai.

Ketika berjalan, Gus Miek kecil selalu menundukkan muka, seakan mencerminkan kerendahan hatinya. Langkahnya pelan, penuh kehati-hatian dan ketenangan, membuat orang yang melihatnya terpukau dalam keanggunan dan keheningan perilakunya.

Gus Miek lebih suka menyendiri dibanding harus berdekatan dan bercengkrama dengan saudara-saudaranya, ibu, atau para santri. Ini seolah menyimpan misteri yang tidak terjawab. Karena ia sangat pendiam, Gus Miek lebih asyik bermain sendiri daripada harus bermain dengan saudara-saudara atau teman sebayanya.

Gus Miek kecil memiliki hobi yang bisa dibilang aneh. Dia sangat senang mengamati penjual wenter (cat warna) di pasar dan baru akan pulang saat penjual wenter itu tutup, yang kemudian di rumah dia menirukan gaya penjual wenter sambil berteriak-teriak.

Gus Miek juga sangat senang melihat orang memancing di belakang pondok. Para pemancing itu senang, karena setiap ada Gus Miek ikan-ikan pada bergerombol.

Selain itu, Gus Miek kecil juga memiliki suara yang merdu, lebih menonjol dibanding saudaranya yang lain pada saat bersama-sama mengaji Al-Quran. Bacaannya fasih, mendayu-dayu, dan mampu menyejukkan hati pendengarnya.

Dalam pendidikan, terutama Al-Quran, Gus Miek untuk pertama kali dibimbing langsung oleh ibunya, Nyai Rodhiyah, selanjutnya diserahkan kepada Ustadz Hamzah. Proses belajar itu tak berlangsung lama, baru mendapat satu juz, Gus Miek sudah minta khataman.

Menurut cerita, dari sekian banyak putra Mbah  Djazuli yang dikhatami Alfiyyah dengan syukuran hanya Gus Miek saja. Ini karena Gus Miek jarang masuk sekolah dan lebih banyak keluyuran tapi bisa khatam Alfiyyah. Tentunya ini sesuatu yang luar biasa. Selain juga untuk memotivasi Gus Miek agar lebih giat lagi.

Tapi Gus Miek masih sama seperti sebelumnya, di saat saudara dan teman-temannya mengaji, Gus Miek hanya keluyuran dan bermain-main atau tidur-tiduran di samping K.H. Djazuli yang sedang mengaji.

Perhatian sang ayah kepada Gus Miek memang berbeda dibanding kepada putranya yang lain. KH Djazuli hanya akan memulai mengaji jika putra-putranya sudah berkumpul, dan jika tidak mau mengaji, maka beliau akan marah sekali, tapi jika Gus Miek yang tidak mau mengaji, maka KH. Djazuli membiarkannya saja.

Pernah suatu ketika Gus Miek disuruh mengaji oleh sang ayah. Tapi Gus Miek hanya memanggul kitabnya dan mengelilingi KH  Djazuli sebanyak tiga kali. Kemudian dia mengatakan bahwa dirinya telah mempelajarinya, lalu pergi. Melihat tingkah Gus Miek itu, K.H. Djazuli hanya diam dan tersenyum.

Pada umur 13 tahun, Gus Miek “terpaksa” mondok ke Lirboyo Kediri, setelah K.H. Mahrus Ali datang menjemputnya di Ploso untuk memintanya nyantri di pesantrennya. Namun pendidikan Gus Miek di Lirboyo hanya bertahan 16 hari lalu beliau boyong.

Kepulangan Gus Miek yang mendadak ke Pondok Pesantren Ploso membuat orang tuanya resah karena ia tidak mau untuk melanjutkan belajarnya di Pesantren Lirboyo. Namun, Gus Miek mampu menunjukkan bahwa selama belajarnya di Pesantren Lirboyo beliau melakukannya dengan sungguh-sungguh.

Beliau buktikan kepada orang tuannya dengan cara menggantikan semua jadwal pengajian yang biasa diasuh oleh Abahnya {Mbah Djazuli }.

Setelah menunjukkan kemampuannya kepada orang tuanya, beberapa bulan kemudian Gus Miek memutuskan untuk belajar lagi di Pesantren Lirboyo. Di pesantren tersebut beliau cukup rajin dalam mengikuti pengajian.

Namun, beliau mempuyai kebiasaan yang sulit dihilangkan sejak di Ploso, yaitu ketika santri lain sedang sibuk mengaji, ia hanya tidur dan meletakkan kitabnya di atas meja. Meski demikian, ketika gurunya menanyakan materi yang disampaikan, Gus Miek selalu mampu menjawabnya dengan memuaskan..


.

PALING DIMINATI

Back To Top