Bismillahirrohmaanirrohiim

Radikalisme Sekte Wahabiyah (Mengurai Sejarah Dan Pemikiran Wahabiyah)

Judul                 : Radikalisme Sekte Wahabiyah (Mengurai Sejarah Dan Pemikiran Wahabiyah) "edisi revisi"
Penulis              : Syekh Fathi al Mishri al Azhari
Penerbit            : Pustaka Asy’ari
Cetakan            : Tahun 2011
Penerjemah      : Asyhari Masduqi, MA
Editor                : Abu Zahra
Gambar Cover  : Saif Abu Naya
Tebal halaman  : 236 halaman
Harga               : 50. 000,- (Lima Puluh Ribu Rupiah) Sudah termasuk ongkos kirim khusus P. Jawa,
                           dan tambah 10.000 untuk luar P. jawa

Bila anda berminat silahkan hubungi email berikut: aboufaateh@yahoo.com, atau kirim pesan di kotak Facebook: http://www.facebook.com/profile.php?id=1789501505

Pengantar Penerjemah

 Akar “Terorisme” Dalam Perbincangan

Telah banyak ruang diskusi dan karya ilmiah yang berusaha mencari sebab-sebab munculnya terorisme. Sebagian menemukan benang merah terorisme ada pada kemiskinan dan “kebobrokan” moral. Pertanyaannya sampai seberapa jauh pengaruh kemiskinan dan krisis moral dalam menyebabkan munculnya terorisme?. Krisis moral dan kemiskinan terkadang menjadikan orang berbuat kriminal tetapi pada batasan tertentu, tidak menjadikan tindakannya sebagai ideologi yang mengharuskan dia terus melakukan teror karena ada semangat “balasan kebaikan” (pahala) atas perbuatannya.

Sesungguhnya yang lebih membahayakan dari terorisme yang terbatas (baca kriminalitas) adalah gerakan teror yang muncul dari individu dan kelompok yang mereka sendiri bukanlah orang yang setiap harinya melakukan kriminal atau pembunuhan akan tetapi mereka berpengang teguh pada sebuah ideologi. Mereka menjadikan ideologi tersebut sebagai dasar dalam melakukan gerakan teror dan menjunjung tinggi “nilai-nilai”  yang terdapat pada ideologi tersebut. Terorisme semacam ini akan muncul kapan saja tidak hanya disebabkan karena balas dendam atau counter attack atas perbuatan individu atau kelompok lain.[1]

Sebagian berusaha mencari akar terorisme pada kondisi ekonomi pada negara-negara tingkat tiga yang menurut mereka belum tersentuh oleh peradaban barat yang “menjunjung tinggi” HAM. Tesis ini mengatakan bahwa di antara mereka yang tersangkut masalah-masalah terorisme bukanlah dari kalangan orang kaya atau orang terpelajar yang pernah mengenyam pendidikan barat, karena menurut mereka orang kaya dan terpelajar tidak akan melakukan tindakan picik (teror), apalagi mereka mendapatkan pendidikan HAM di barat.

Inilah yang saya maksudkan dengan ideologi “terorisme” yang diusung oleh individu atau kelompok dengan berkedok agama. Padahal agama Islam mengajarkan kebaikan dan keadilan, dan melarang dari perbuatan munkar dan kejahatan. Karenanya, ketika kita mendengar adanya peristiwa terorisme di beberapa tempat selalu dikaitkan dengan agama Islam. Tuduhan ini pasti ditolak mentah-mentah oleh umat Islam dengan mengatakan bahwa Islam memerangi terorisme. Terkadang tuduhan itu ditujukan kepada sebagian generasi muda Islam yang mempunyai “ghirah Islamiyah” yang tinggi tanpa didasari nilai-nilai ajaran Islam yang benar.

Benar, sedikit tulisan yang mengkupas tentang ideologi “perusak” penyebab perpecahan di antara umat. Ideologi yang berkedok jihad untuk melegitimasi bombing, hijacking dan aksi teror lainnya. Sedikit tulisan yang mengupas masalah ini berdasarkan pendapat para ulama yang mu’tabar untuk memadamkan fitnah mereka.

Tuduhan dan serangan terhadap Islam dari musuh-musuh Islam semakin mengkristal dan bias kepentingan menganggap Islam adalah agama terorisme. Di pihak lain ketika ada usaha untuk mencari akar terorisme dari doktrin-doktrin “radikal” yang ditanamkan kepada generasi muda, muncul reaksi keras dari sebagian umat Islam sendiri dengan berdalih “hilangkan perbedaan ideologi” dan perkokoh “Wahdah al Ummah” dalam menghadapi serangan musuh-musuh Islam”.
Jujur, kita memang menginginkan wahwah al Ummat dan segala cara yang dapat merealisasikannya. Akan tetapi jangan sampai hal ini dijadikan oleh sebagian oknum untuk melindungi terorisme. Sebagian berpendapat bahwa membuka tabir masalah ini akan mengamcam kesatuan umat dan masuk dalam kategori ghibah muharramah serta melemahkan umat Islam itu sendiri. Saya berpendapat sebaliknya, bahwa ketika kita diam tidak melakukan tahdzir (menyebutkan kesalahan) terhadap gerakan separatisme mulai dari kepala sampai ekornya, itulah yang akan mengancam tatanan al Wahdah al Islamiyah. “Berbeda dalam kebenaran lebih baik dari pada bersatu dalam kebathilan”.

Buku yang ada di tangan pembaca tidak membahas tentang terorisme, akan tetapi buku ini mengupas tentang sebuah ideologi yang memuat doktrin merasa “paling benar sendiri”. Siapapun orangnya dan apapun alirannya kalau tidak sepaham dengan mereka maka tergolong kafir, musyrik, sesat, ahli bid’ah, halal darahnya, wajib diperangi dan lain sebagainya. Pasti pembaca dapat menangkap sebuah benang merah kaitan terorisme dengan sebuah ideologi.
Bagian kedua dari buku ini mengupas tuntas tentang kemiripan -kalau tidak mau dikatakan kesamaan- aqidah antara mereka yang mengklaim “Ahlussunnah” atau menamakan dirinya “salafi” dengan berdalih al Qur’an dan hadits serta perkataan “ulama mereka” dengan aqidah Yahudi yang semua tahu kalau mereka di luar Islam. Bahaya laten pasti lebih berbahaya dari yang terang-terangan melawan kita. Musuh dalam selimut jelas lebih susah untuk diketahui dari pada yang mengadakan perlawanan secara frontal. Berarti, kalau ada dua kelompok yang sama aqidahnya, satu terang-terangan melawan Islam sementara yang lain mengatasnamakan Islam, siapakah yang lebih berbahaya?
 
Daftar Isi

 Pengantaar Penerjemah ~ iii
Daftar Isi ~ vii

Bagian Pertama
Pendahuluan ~ 2
Siapakah Muhammad ibn Addul Wahhab Dan Ibnu Taimiyah? ~ 9
Wahhabiyah mengkafirkan umat Islam ~ 16
Manhaj Wahhabiyah ~ 18
Mengenang tiga insiden ~ 25
Sekilas tentang klaim-klaim Wahhabiyah ~ 36
Tantangan ~ 90
Siapa yang dibela oleh Wahabiyah? ~ 91

Bagian kedua
Studi perbandingan aqidah Wahabiyah dan yahudi ~ 96
Pergulatan Ahlussunnah vs Ahlul Bathil ~ 99
Strategi musuh-musuh Islam ~ 99
Al Qur’an membuka “borok” yahudi ~ 101
Aqidah Munjiyah ~ 104
Bagian 1, persamaan aqidah wahabi dan yahudi ~ 112
Perbandingan aqidah wahabi dan yahudi ~ 112
Wahabiyah mengatakan Allah duduk ~ 113
Kesimpulan ~ 118
Bagian 2, Wahabiyah mengatakan Allah berbentuk dan bergambar ~120
Bagian 3, Wahabiyah mengatakan Allah mempunyai wajah ~ 122
Bagian 4, Wahabiyah mengatakan Allah bersuara ~ 125
Bagian 5, Wahabiyah mengatakan Allah mempunyai mulut dan berbicara dengan bahasa ~ 129
Bagian 6, Wahabiyah mengatakan Allah berubah dan baru ~ 132
Bagian 7, Wahabiyah mengatakan Allah memiliki anggota badan ~ 137
Bagian 8, Wahabiyah mengatakan Allah mempunyai kaki dan mata ~ 141
Bagian 9, Wahabiyah mengatakan Allah bertempat dan berarah ~ 144
Bagian 10, Wahabiyah mengatakan Allah bersifat buruk dan tercela ~ 150
Rencana Inggris buat Muhammad ibn Abdul Wahhab ~ 152
Mr. Hamford bertemu Muhammad ibn Abdul Wahhab di Nejed ~ 154
Ibn Abdil Wahhab melaksanakan 4 dari 6 poin ~ 156
Penduduk Makkah lebih tahu tentang sejarah Makkah ~ 157
Bagaimana cara mengetahui orang wahabi? ~ 159
Peringatan ~ 168
Siapa yang disembah oleh Wahhabiyah ~ 171
Ibnu Taimiyah dan yahudi ~ 173
Ibnu Baz dan yahudi ~ 174
Al Albani dan yahudi ~ 175
Al Albani mengatakan: Setiap yang tinggal di Palestina kafir ~ 176
Hammud at-Tuwaijiri dan yahudi ~ 177

 [1] Ahmad Tamim, Bara’ah al Habib min Ahli al Irhab wa al Takhrib, (Kiev: - , 2005), hal. 6
 
-----  catatan tambahan  -----

         Golongan Wahabi adalah pengikut Muhammad ibn Abdul Wahhab. Sebuah gerakan separatis yang muncul pada masa pemerintahan Sultan Salim III (1204-1222H). Gerakan ini berkedok memurnikan tauhid dan menjauhkan umat manusia dari kemusyrikan. Muhammad ibn Abdul Wahhab dan para pengikutnya menganggap bahwa selama 600 tahun umat manusia dalam kemusyrikan dan dia datang sebagai mujaddid yang memperbaharui agama mereka.  Gerakan wahabi muncul melawan kemapanan umat Islam dalam masalah aqidah dan syariah, karenanya gerakan ini tersebar dengan peperangan dan pertumpahan darah. Dengan dukungan dari Hijaz bagian timur yaitu raja Muhammad ibn Saud raja ad Dir’iyah,  pada tahun 1217 H Muhammad ibn Abdul Wahhab bersama pengikutnya mengusai kota Thaif setelah sebelumnya mereka membunuh penduduknya, tidak ada yang selamat kecuali beberapa orang.  Mereka membunuh laki-laki dan perempuan, tua, muda, anak-anak, bahkan bayi yang masih menyusu pada ibunya juga mereka bunuh. Mereka keluarkan semua penghuni rumah-rumah yang ada di Thaif, bahkan yang sedang shalat di masjid juga mereka bantai. Mereka rampas semua harta dan kekayaan penduduk Thaif dan mereka musnahkan semua kitab yang ada hingga berserakan di jalanan.

         Dari Thaif kemudian mereka memperluas kekuasaannya ke beberapa kota seperti Mekkah, Madinah, Jeddah dan kota-kota lainnya. Hingga akhirnya pada tahun 1226 H Sultan Mahmud Khan II turun tangan dengan memerintahkan Raja Mesir Muhammad Ali Basya untuk membendung gerakan Wahabi ini. Dengan kekuatan pasukannya dan kegigihan Raja Muhammad Ali Basya sampai akhirnya mereka dapat mengambil alih kota Thaif, Mekkah, Madinah dan Jeddah dari kekuasaan golongan Wahabi.
 
SIAPAKAH MUHAMMAD IBN ABDUL WAHHAB?

         Muhammad ibn Abdul Wahhab ibn Sulaiman ibn Ali ibn Muhammad ibn Ahmad ibn Rasyid at Tamimi lahir pada tahun 1115 H di pedesaan al Uyainah yang terletak disebelah utara kota Riyadl.  Meninggal dunia pada tahun1206 H. Pertama kali dia menyebarkan ajarannya di aderahnya Huraimalan, banyak mendapatkan tantangan dari masyarakat sekitar. Bahkan ayahnya Syekh Abdul Wahhab juga menentangnya. Sejak Muhammad kecil ayahnya sudah mempunyai firasat buruk dan sering mengingatkan masyarakat dari kejahatan Muhammad.  Ketidakcocokan  Muhammad dengan ayahnya berlanjut hingga ia dewasa dan mulai menyebarkan ajarannya. Muhammad menganggap ayahnya cenderung mengikuti ajaran sufiyah dan berlebihan dalam mencintai orang-orang shalih.  Tidak hanya dengan ayahnya, saudara kandungnya Syekh Sulaiman ibn Abdul Wahhab juga menentangnya. Bahkan beliau menulis 2 karangan sebagai bantahan terhadap Muhammad. Bantahan pertama beliau beri judul al Shawa’iq al Ilahiyah fi al Radd ‘ala al Wahhabiyah dan yang kedua berjudul Fashl al  al Khitab fi al Radd ‘ala Muhammad ibn Abd al Wahhab. Karena banyaknya yang menentang ajarannya maka Muhammad lebih memilih  berdakwah dengan sembunyi-sembunyi. Baru setelah wafatnya ayahnya dia berani lantang dalam menyebarkan ajarannya.  Ia mulai dengan mengkafirkan umat Islam yang ziarah kubur, mereka yang bertawassul dan membalikkan ayat yang sebetulnya turun sebagai peringatan untuk kaum kafir ia pergunakan ayat ini untuk mengkafirkan umat Islam. Di antara ulama yang menetang ajaran Muhammad adalah gurunya sendiri yaitu Syekh Muhammad ibn Sulaiman al Kurdi pengarang Hasyiyah Syarh Ibn Hajar ‘ala Matn Bafadlal, di antara perkataan beliau:

“ Wahai putra Abdul Wahhab saya menasehatimu karena Allah ta’ala agar kamu menjaga lisan kamu dari menyesatkan umat Islam. Kalau kamu mendengar dari seseorang yang meyakini bahwa istighatsah dapat memberikan manfaat dari selain Allah maka ajarankan kepada orang tersebut ajaran yang benar dan jelaskan bahwa tidak ada yang dapat memberikan manfaat kecuali Allah. Kalau ia menolak kebenaran maka kafirkan orang tersebut. Tidak ada alasan bagimu untuk mengkafirkan mayoritas umat. Dan kamu telah menyimpang dari mayoritas umat, maka kekufuran lebih dekat terhadap orang yang menyimpang dari mayoritas umat karena ia telah mengambil jalan selain jalan umat Islam. Dan sesungguhnya serigala itu akan memangsa kambing yang terpencar dari gerombolannya”.
 
DI ANTARA AJARAN GOLONGAN WAHABI

          Muhammad ibn Abdul Wahhab telah membuat agama baru yang diajarkan kepada para pengikutnya. Dasar ajarannya ini adalah menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya dan meyakini bahwa Allah adalah benda yang duduk di atas Arsy. Keyakinan ini merupakan penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya, karena duduk adalah salah satu sifat manusia. Para ulama salaf bersepakat bahwa barang siapa yang mensifati Allah dengan salah satu sifat di antara sifat-sifat manusia maka ia telah kafir. Sebagaimana hal ini ditulis oleh Imam al Muhaddits as Salafi ath Thahawi (227-321 H) dalam kitab aqidahnya yang terlenaldengan nama al ‘Aqidah ath Thahawiyah, beliau berkata: “Barang siapa mensifati Allah dengan salah satu sifat dari sifat-sifat manusia, maka ia telah kafir”.

         Di antara keyakinan golongan Wahhabiyah ini adalah mengkafirkan orang yang berkata: “Yaa Muhammad…”, mengkafirkan orang yang berziarah ke makam para Nabi untuk bertabarruk (mencari berkah), mengkafirkan orang yang mengalungkan hirz (tulisan ayat-ayat al Qur’an atau dzikir yang warid dari Rasul ), padahal apa yang di dalam hirz tersebut hanyalah ayat-ayat al Qur’an dan sama sekali tidak terdapat lafadz-lafadz yang tidak jelas yang diharamkan. Mereka menyamakan perbuatan memakai hirz ini dengan penyembahan terhadap berhala.

Mereka (golongan Wahabi) dalam hal ini telah menyalahi para sahabat dan salafus salih. Telah menjadi kesepakatan bahwa diperbolehkan mengucapkan “Yaa Muhammad…” ketika dalam kesusahan. Semua umat Islam bersepakat tentang kebolehan ini dan melakukannya dalam praktek keseharian mereka, mulai dari sahabat nabi, para tabiin dan semua generasi Islam hingga kini. Bahkan Imam Ahmad ibn Hanbal, Imam madzhab Hanbali yang mereka klaim di negeri mereka sebagai madzhab yang mereka ikuti, telah menyatakan kebolehan menyentuh dan meletakkan tangan di atas makam Nabi Muhammad, menyentuh mimbarnya dan mencium makam dan mimbar tersebut apabila diniatkan untuk bertabarruk (mendekatkan diri) kepada Allah dengan bertabarruk.

Mereka telah menyimpang dari jalur umat Islam dengan mengkafirkan orang yang beristighatsah kepada Rasulullah dan bertawassul dengannya setelah wafatnya. Mereka berkeyakinan bahwa orang yang bertawassul selain yang hidup dan yang hadir (ada dihadapan kita) adalah kufur. Atas dasar kaidah ini, mereka mengkafirkan orang yang berbeda pendapat dengan mereka dalam masalah tawassul ini dan menghalalkan untuk membunuhnya. Sebagaimana perkataan Muhammad ibn Abdul Wahhab:

“Barang siapa yang masuk dalam dakwah kita maka ia mendapatkan hak sebagaimana hak-hak kita dan memiliki kewajiban sebagaimana kewajiban-kewajiban kita dan barang siapa yang tidak masuk (dalam dakwah kita) maka ia kafir dan halal darahnya”. Dan ia juga mengatakan: “Dan ketahuilah bahwa pengakuan mereka (umat Islam) dengan tauhid ar Rububiyah belum memasukkan mereka ke dalam Islam, dan penyebutan mereka terhadap para malaikat, para nabi, para wali untuk mendapatkan syafaat mereka dan untuk mendekatkan diri kepada Allah, hal itulah yang menghalalkan darah dan harta mereka”.   Ajaran inilah yang diyakini oleh golongan Wahabi sekarang ini, bahwa menurut mereka orang yang bertawassul adalah musyrik. Sebagaimana perkataan Muhammad Ahmad Basyamil: “Sungguh aneh dan mengherankan Abu Lahab dab Abu Jahal lebih bertauhid dan lebih murni imannya dari umat Islam yang bertawassul dengan para wali dan orang-orang shalih dan mengharapkan syafaat dari Allah ta’ala”.

            Kalau kita mengamati beberapa pernyataan Muhammad ibn Abdul Wahhab dan para pengikutnya, kita dapat menyimpulkan bahwa pernyataan tersebut dapat memicu gerakan separatisme dan pemikiran ekstrim yang menjurus pada gerakan terorisme. Karena mereka mengklaim bahwa mereka yang paling benar dan selain mereka sesat dan halal darahnya.


.

PALING DIMINATI

Back To Top