Bismillahirrohmaanirrohiim

PLURALISME AGAMA

Deskripsi 
Tidak semua umat beragama sepakat menyatakan ada kebenaran lain di luar agamanya. Ajaran kitab suci masing-masing agama selalu mengarahkan umatnya meyakini bahwa agamanya yang paling benar. Doktrin dan keyakinan seperti ini tidak jarang kemudian menumbuhkan sikap intoleransi antar akidah atau antar kelompok yang berbeda dan memicu konflik serta tindakan anarkhisme publik. Kesadaran terhadap dampak-dampak negatif dari sikap intoleransi ini, kemudian dimengerti betapa dibutuhkan sebuah interaksi tanpa konflik dan sikap toleran yang bisa menerima, menghargai dan menghormati perbedaan, mengakui eksistensi orang lain dan mendukung keragaman ciptaan Tuhan. Dari gagasan dan ide-ide inilah kemudian mengobsesi paham pluralisme agama menjadi issu yang dikampanyekan.

Dalam memaknai istilah pluralisme agama, sejauh ini terdapat dua pengertian. Pertama, pluralisme dalam arti non asimilasi, yakni paham yang menekankan adanya sikap penerimaan, pengakuan dan penghargaan terhadap perbedaan identitas agama tanpa meyakini kebenaran akidah lain, demi menciptakan kerukunan antar umat beragama. Kedua, pluralisme dalam arti asimilasi, yaitu suatu pandangan bahwa agama seseorang bukanlah satu-satunya sumber yang eksklusif bagi kebenaran, sehingga dalam agama-agama lain pun dapat ditemukan nilai-nilai kebenaran. Dari pengertian kedua inilah kemudian muncul ungkapan-ungkapan, "semua agama adalah sama", "kebenaran bersifat relatif" dan "tidak boleh mengklaim agamanya yang benar dan yang lain salah". 

Dari dua pengertian pluralisme agama tersebut, menuntut sikap yang bukan hanya sekedar mengakui dan menghargai keberagaman akidah, namun juga mengharuskan adanya KESETARAAN hak dan kewajiban sosial serta ruang gerak aktivitas keagamaan bagi setiap pemeluk agama, melarang praktek deskriminasi, monopoli, dominasi dan menomorduakan kelompok atau penganut agama apapun. 

Pertimbangan 
-Sebuah hadits menyatakan: الإسلام يعلو ولا يعلى عليه 
-Seperti dimaklumi, rumusan fiqh siyasi hazanah klasik cenderung menempatkan non-Muslim (kafir dzimmi, mu'ahad dan musta'man) sebagai masyarakat "kelas dua". 
-Dalam konteks keIndonesiaan, Islam tidak benar-benar absolut berkuasa secara politik.

Pertanyaan
a. Dalam konteks Islam keIndonesiaan, dapatkah dibenarkan ide pluralisme yang mengharuskan adanya KESETARAAN hak dan kewajiban sosial serta ruang gerak aktivitas keagamaan bagi setiap pemeluk agama?
b. Bagaimana hukum seseorang yang menyatakan, "semua agama adalah sama", "kebenaran bersifat relatif" dan "tidak boleh mengklaim agamanya yang benar dan yang lain salah"?

Sa'il: Mutakharrijin MHM 2007

Jawaban
a. Pada dasarnya ide kesetaraan sebagaimana tuntutan dari paham pluralisme tersebut tidak dapat dibenarkan kecuali dalam keadaan darurat dengan mengedepankan prinsip dar’ul mafâsid muqaddamun alâ jalbil mashâlih.
b. Belum terbahas

Referensi 
1. Qurrotul ‘ain bifatawi Isma’il Zein hal. 199-212
2. Qurrotul ‘ain bifatawi al-Kurdy hal. 211-212
3. Hasyiah Al Jamal juz 4 hal. 280


.

PALING DIMINATI

Back To Top