Bismillahirrohmaanirrohiim

KONFLIK PENGELOLAAN ASET WAKAF

Kerangka Analisis Masalah

Problem manajerial masih menjadi sebuah kendala dominan dalam kelembagaan tradisional, seperti pesantren, takmir masjid atau mushalla di lingkungan NU. Ciri kepemimpinan yang lebih bersifat sentral dan paternalis melalui figur seorang kiai di satu sisi memberikan kemudahan dalam pengelolaan lembaga-lembaga yang bernuansa wakaf tersebut. Namun, di sisi lain, tak jarang menimbulkan dilema tatkala sang kiai meninggal dunia, sementara belum ada figur pengganti lain yang memiliki kharisma setara. Tak pelak, konflik pun seringkali terjadi, bahkan hingga berujung pada dualisme kepemimpinan. 

Tawaran solusi fiqh Syafi'iyah, tentang pengalihan kewenangan nadhir pada Qadli, juga kurang relevan, karena nuansa pemerintahan Indonesia yang cenderung "sekuler", tidak terlalu berkepentingan untuk melakukan intervensi pada pengelolaan harta wakaf. Kenyataan di lapangan, suksesi kepemimpinan pengelolaan harta wakaf seringkali dilakukan melalui proses alami dengan "diwariskan" ke ahli waris nadhir, atau proses kelembagaan dengan melalui musyawarah atau rapat pengurus / pengelola wakaf.

Sail: PP. Al-Fattah Mangunsari Tulungagung

Pertanyaan
a. Dalam perspektif fiqh, adakah qaul yang memperbolehkan pergantian nadhir dalam jangka waktu tertentu melalui mekanisme musyawarah rapat pengurus?

Jawaban
a. Tidak ada kecuali dalam rangka menjalankan syarat waqif atau kebijakan Pemerintah atau shulaha'ul balad ketika Pemerintah tidak amanah dan hasil musyawarah tersebut tidak ada pembatasan waktu.

Pertanyaan
b. Adakah qaul yang melegalkan suksesi ke-nadhir-an melalui pewarisan terhadap garis keturunan?

Jawaban
b. Tidak ada.

REFERENSI
1. Al-Bahr ar-Ra'iq vol. V hal. 252-254
2. Al-Inshaf vol. VII hal. 63
3. Al-Ghurar al-Bahiyyah vol. V hal. 221
4. Al-Ghurar al-Bahiyyah vol. III hal. 377-378
5. Takmilah al-Majmu' vol. XV hal. 363
6. Bughyah al-Mustarsyidin hal. 175
7. I'anah at-Thalibin vol. III hal. 317-318


.

PALING DIMINATI

Back To Top