Bismillahirrohmaanirrohiim

Kolom Gus Nur Hamid : Memberantas KKN

Harian Jogja (Jum'at, 09 April 2010 09:19:09 )

Sudah lebih dari satu dasawarsa reformasi bergulir ternyata belum mampu menyembuhkan “penyakit” kronis dan menular, praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Praktik KKN yang dilakukan para pejabat, pengusaha, bahkan para penegak hukum tidak henti-hentinya menghiasi media, baik cetak maupun elektronik. Sebenarnya bagi bangsa kita yang mengakui adanya Tuhan yang Maha Esa seolah hal tersebut tidak akan terjadi. 

Atau meski terjadi sekalipun, pasti tidak sampai berkepanjangan. Apalagi peringatan dan bukti akan kekuasaan-Nya bermunculan silih berganti. Akan tetapi fakta yang ada memang berkata lain. Bagi umat Islam terasa sungguh memalukan melihat fenomena praktik KKN dan tindak pelanggaran hukum lain. Bahkan tak jarang, nama para pelakunya tidak jarang justru bernuansa Arabian yang identik dengan Islam. 

Dan masyarakat pun tentunya tidak banyak yang berpikir panjang bahwa umat Islam adalah umat mayoritas sehingga peluang terjadinya tindak pelanggaran hukum dan norma tentunya semakin besar. Dalam ajaran Islam, terdapat satu ibadah yang merupakan tiang utama agama, yaitu salat. Salat menjadi tolok ukur baik buruk amal seorang hamba. Jika salatnya bagus, maka bagus pula seluruh amalnya, begitu juga sebaliknya, jika sholatnya buruk maka buruk pula seluruh amal ibadahnya. Allah SWT berfi rman, “Dirikanlah salat, sesungguhnya salat mencegah perbuatan keji dan munkar.”( Q.S. Al Ankabut: 45). 

Jadi cukup wajar ketika timbul pertanyaan tentang apakah mereka yang menderita penyakit kronis tersebut tidak salat? Sebagai saudara yang baik, tentunya kita tidak boleh berprasangka buruk. Akan tetapi menimbang tindakan yang mereka lakukan, kemungkinan yang pantas dipertanyakan adalah kualitas salat yang mereka lakukan. Kita berhusnudzon (berprasangka baik) bahwa mereka masih mengerjakan salat, hanya saja kadar kualitas salat mereka itu belum mampu terejawantahkan dalam sikap dan tindakan mereka. Yang tidak kalah penting dalam memberantas KKN adalah mempersiapkan generasi yang bersih dari bibit-bibit penyakit ini. 

Bekal yang paling utama bagi mereka adalah penanaman pendidikan agama yang kuat. Hal ini merupakan tanggung jawab bersama, tidak sebatas bagi para pemuka agama saja, keluarga juga berperan vital sebagai basic pendidikan anak. Adapun yang selama ini kita lihat adalah bahwa pendidikan agama masih dipandang sebelah mata. Bahkan tidak jarang yang masih beranggapan bahwa agama adalah penghambat kemajuan. Orang tua rela mengeluarkan biaya berapapun demi pendidikan non-keagamaan, akan tetapi tidak demikian untuk pendidikan agama putra-putrinya. Di sisi lain, terkadang masih terjadi dikotomisasi antara ilmu agama dan ilmu umum( keduniaan). 

Padahal sebenarnya asalkan mampu menjadi media pendekatan diri kepada Allah, ilmu keduniaan pun dapat bernilai akhirat. Bahkan sebaliknya, ilmu agama dapat tidak menyelamatkan jika disalahgunakan. Pendikotomian seperti ini justru merupakan penggebirian potensi. Akhirnya posisi-posisi penting ditempati oleh mereka yang kebanyakan minim bekal ilmu agama. Alhasil, reformasi tidaklah cukup sebatas dalam bidangbidang yang selama ini kita dengungkan. Sebagai umat Islam kita perlu mereformasi kualitas salat kita dan juga mereformasi efektifi tas pendidikan agama yang selama ini terkesampingkan atau justru tereduksi oleh dikotomisasi. 

Wallahu a’lam.


.

PALING DIMINATI

Back To Top