Bismillahirrohmaanirrohiim

Budaya Tadarussan Indonesia

Memang tak asing ditelinga kita mendengar kata “TADARUS-AN”. Sebenarnya apakah yang dimaksud dengan TADARUS-AN itu??

Kata TADARUS-AN adalah sebuah kata yang berasal dari kata kerja TADARUS dengan mendapat akhiran -AN. Dalam bahasa arab, tadarus berasal dari kata darasa yadrusu, yang artinya belajar dengan mendapatkan tambahan huruf “ta'' sehingga menjadi tadarasa yatadarasu, sehingga maknanya berubah menjadi ”saling belajar”. Dari sini maka disimpulkan bahwa minimal terdiri dari 2 orang, pembaca dan penyimak. Sehingga keadaan “saling belajar” minimal belajar dalam memperlancar bacaan al-Qur’an, belajar menyimak, dapat terwujud, maka muncullah istilah tilawah wal istima'. Kata tilawah berarti membaca, dan kata istima' berasal dari kata sami'a yasma'u, yang berarti mendengar, menyimak. Secara bergilir, 2 pihak ini saling bergantian menjadi pembaca dan penyimak, yang satu membaca yang lain menyimak, selesai pembaca pertama, disambung oleh yang lain dengan pihak pembaca tadi menjadi pihak penyimak, demikian seterusnya.
Lalu bagaimana sebenarnya hukum membaca al-Qur’an dengan bergiliran seperti itu?? Imam Nawawi, dalam kitab beliau, at-Tibyan (sebuah kitab salaf yang menerangkan tentang adab dan tata cara menjaga al-Qur’an) menjelaskan sebagai berikut:

[فصل] فى الإدارة بالقران :
وهو أن يجتمع جماعة يقرأ بعضهم عشرا، أوجزأ اوغير ذلك، ثم يسكت ويقرأ الاخر من حيث انتهى الأول، ثم يقرأ الاخر، وهذا جائزحسن، وقد سئل مالك -رحمه الله تعالى- عنه، فقال : لا بأس به.
التبيان فى اداب حملة القران، تأليف : ابي زكريا يحيا بن شرف الدين النووى الشافعى

”[Pasal : membaca al-Qur’an sambung-menyambung secara bergantian]
Yaitu sejumlah orang berkumpul, sebagian dari mereka membaca sepuluh ayat atau sebagian atau selain itu, kemudian diam (menyimak) dan yang lain meneruskan pembacaan, kemudian yang lain membaca. Ini adalah boleh dan baik. Imam Malik رحمه الله تعالى telah ditanya dan beliau menjawab: ”Tidak ada masalah dengan hal seperti ini”

Kemudian bagaimana dengan mengeraskan bacaan al-Qur’an?? Misalnya dengan menggunakan pengeras suara??

Kerap kali terdengar omongan2 miring dari segelintir orang, perihal mengeraskan pembacaan al-Qur’an dengan keras, seperti pertanyaan, ”kenapa jika tadarus dengan mengeraskan suara??? Bukankah hal ini mengganggu kenyamanan orang lain???”

Sering kali kita dibuat miris dengan pertanyaan semacam ini, yang sejatinya pertanyaan seperti itu hanyalah pertanyaan yang menghalangi syiar Islam berkembang di seantero jagad raya ini, wa bil khusus, di bumi Nusantara tercinta ini. Wal hal, jika tidak kita gagas pertanyaan seperti ini, nampaknya TADARUS-AN yang biasa kita lakukan ini ”tidak terasa nyaman”.

Mari, sejenak kita simak baik-baik, menilik kembali isi kandungan dalam kitab at-Tibyan tentang persoalan semacam ini.

[فصل] فى رفع الصوت بالقراءة
هذا فصل مهم ينبغى أن يعتنى به.
اعلم انه خاء أحاديث كثيرة فى الصحيح وغيره دالة على استحباب رفع الصوت بالقراءة، وجاءت اثاردالة على استحباب الإخفاء، وخفض الصوت.

”[Pasal : membaca al-Qur’an dengan suara keras]
Ini adalah merupakan pasal yang PENTING dan PATUT DIPERHATIKAN.
Ketahuilah, bahwa banyak hadits dalam kitab shahih dan lainnya menunjukan ANJURAN mengeraskan suara di waktu membaca (al-Qur’an).”

Dalam kitab beliau ini dijelaskan juga tentang beberapa atsar yang menunjukan anjuran merendahkan suara. Lhaaa kok bertentangan satu sama lain?? Untuk memahami akan hal ini, beliau (Imam Nawawi) menjelaskannya secara terperinci, dengan menghadirkan pendapat ulama, seperti yang tertera dalam keterangan berikutnya,

قال الإمام ابوحامد الغزالي وغيره من العلماء:
وطريق الجمع بين الأحاديث، والاثارالمختلفه في هذا، أن الإسرار أبعد من الرياء، فهو أفضل فى حق من يخاف ذلك، فان لم يخف الرياء فالجهر ورفع الصوت أفضل، لأن العمل فيه أكثر، ولأفائدته تتعدى إلى غره، والمتعدي أفضل من اللازم، ولأنه يوقظ قلب القارئ، ويجمع همه إلى الفكرفيه، ويصرف سمعه إليه، ويطرد النوم، ويزيد فى النشاط ، ويوقظ غيره: من نائم وغافل، وينشطه. قالا:
فمهما حضره شيئ من هذه النيات، فلاهجر، أفضل، فإن اختمعت هذه النيات، تضاعف الاخر.

”Berkata, Al-Imam Abu Hamid Al-Ghazali dan ulama lainnya,
Cara menggabungkan antara hadits-hadits dan atsar-atsar mengenai hal ini, ialah bahwa memelankan suara lebih jauh daripada riya. Merendahkan suara lebih utama bagi orang yang takut berbuat riya. Jika tidak takut berbuat riya, maka MENGERASKAN SUARA LEBIH BAIK karena lebih banyak diamalkan dan berfaedah meluas kepada orang lain. Maka yang demikian (mengeraskan suara hingga terdengar orang lain) LEBIH BAIK dari pada yang hanya mengenai diri sendiri. Dan karena bacaan dengan suara keras menggugah hati pembaca dan mengarahkan pendengarannya kepadanya, mengusir tidur, menambah kegiatan dan menggugah orang lain yang tidur dan orang-orang lali serta menggiatkannya.”

Banyak riwayat yang menyebutkan tentang anjuran mengeraskan suara. Imam Nawawi dalam kitab beliau ini, mengemukakan beberapa hadits yang berkaitan dengan hal ini. Diantaranya, hadits yang diriwayatkan dalam kitab shahih dari Abu Hurairah, sebagai berikut:

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : ما أذن لنبي، حسن الصوت، يتغنى بالقران يجهر به ( رواه البخاري و مسلم )

Dari Abu Hurairah ra. beliau berkata, ”aku mendengar Rasulullah صلى الله عليه وسلم Bersabda, ”Tidaklah Allah mendengarkan sesuatu seperti yang didengarkan-Nya dari seorang Nabi yang bagus suaranya melagukan al-Qur’an dan MENGERASKAN SUARANYA.” (HR. Bukhari dan Muslim)

وعن ابي موسى ايضا قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إني لأعرف أصوات رفقة الأشعريين بالليل حين يدخلون، وأعرف منازلهم من أصواتهم بالقران بالليل، وإن كنت لم أرمنازلهم حين نزلوا بالنهار(رواه البخاري ومسلم)

Dan dari Abu Musa (al-Asy’ri ra.) bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Sungguh aku mengenal suara rombongan al-As’ariy di waktu malam ketika mereka masuk dan aku mengenal tempat-tempat mereka dari suara mereka ketika membaca al-Qur’an di waktu malam, meskipun aku tidak melihat tempat-tempat mereka ketika mereka berhenti di siang hari,” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kami kutipkan keterangan Imam Nawawi dalam kitab beliau, at-Tibyan ini,

قلت : وكل هذا موافق لما تقدم تقديره فى أول الفصل من التفصيل، ؤانه إن خاف بسبب الخهر شيئا مما يكره لم يخهر، وإن لم يخف استحب الخهر، إن كانت القراءة من جماعة مجتمعين تأكد استحباب الجهر لما قدمناه، ولما يحصل فيه من نفع غيرهم، والله أعلم

”Saya (Imam Nawawi) katakan, semua itu sesuai dengan rincian yang saya jelaskan secara terperinci di awal pasal ini [ فى رفع الصوت بالقراءة ]. Jika takut mengalami sesuatu yang tidak diinginkan dengan sebab mengeraskan suaranya, maka janganlah mengeraskan suara. Jika tidak takut mengalami hal itu, DIANJURKAN MENGERASKAN SUARA. Bilamana pembacaan dilakukan oleh jama’ah secara BERSAMA-SAMA, maka DIANJURKAN DENGAN SANGAT agar MENGERASKAN SUARA berdasarkan alasan yang lalu dan karena manfaat bagi orang lain. Dan Allah Maha Mengetahui".

Bulan Ramadhan sebentar lagi akan tiba, mari berlomba-lomba dalam amar ma’ruf nahi munkar, dengan memperbanyak ibadah sunnah, shalat lail, sedekah, serta amaliah sunnah lainnya, seperti TADARUS-AN di masjid maupun ditempat manapun dengan memelankan suara maupun dengan mengeraskan suara, demi menyebarkan syiar Islam di seantero bumi nusantara ini...

Terakhir, kami atas nama admin beserta jajaran kepengurusan grup Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah - KTB (PISS-KTB), Memohon:
Maaf, atas segala khilaf.
Maaf, atas tangan yg diam2 mendholimi.
Maaf, atas mulut dan kata2 yg menyakitkan hati.
Maaf, atas gerak dan isyarat yg melukai.
Maaf, atas mata yg tak bs menjaga.
Maaf, atas telinga yg bralih fungsi.
Maaf, atas hati yg brprasangka.
Maaf, atas segala tindak tanduk yg kuperbuat.

---(((MARHABAN YA RAMADHAN.)))---

Mari sambut bulan Ramadhan dg hati sbening embun pagi....


.

PALING DIMINATI

Back To Top