Bismillahirrohmaanirrohiim

Apakah semua hadits butuh syarah/penjelasan dan tidak bisa hanya diambil dhohir lafadznya saja?

- Apakah semua hadits butuh syarah/penjelasan dan tidak bisa hanya diambil dhohir lafadznya saja?
- Bagaimanakah hukumnya seseorang yg menjelaskan sebuah hadits hanya berdasarkan akal dan perasaannya dan hadist tersebut ia jadikan untuk mendukung opininya tentang suatu hal?

Tidaklah semua orang bisa mengartikan hadits, karena untuk mengartikannya membutuhkan disiplin ilmu bahasa arab dan gramatikalnya (ilmu nahwu), ilmu tentang nasikh dan mansukh nya hadits serta mustolah hadits dan lain-lain. Oleh karena itu, tidak diperbolehkan untuk menafsirkan hadits sebelum mengetahui beberapa fan ilmu di atas. Namun haruslah berpegangan pada tafsiran para ulama’ yang kompeten dalam ilmunya, yaitu menggunakan kitab syarh mereka bukan dengan menggunakan akal pikiran sendiri. Karena memungkunkan hadits itu ternyata mansukh dengan hadits lain yang lebih akhir, atau tidak sesuai dengan maksud yang disampaikan oleh Nabi. Padahal Rasulullah SAW bersabda :
من كذب علي متعمداً فليتبوأ مقعده من النار

“ barang siapa secara sengaja mendustakan atasku, maka dia telah mempersiapkan tempatnya di neraka “

Sebagai contoh : hadits Nabi SAW :
عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

Diriwayatkan dari sahabat Anas, bahwa Nabi SAW bersabda “ tidaklah beriman salah satu diantara kalian sehingga menyukai kebaikan bagi saudaranya apa yang dia suka bagi dirinya sendiri “

Jika kita pandang dari makna dhohir hadits saja, kita akan menganggap banyak orang menjadi kafir karena tidak menyukai untuk saudaranya apa yang dia suka untuk dirinya sendiri. Padahal itu sangatlah sulit bagi setiap orang mukmin, karena secara tabiat orang lebih menyukai untuk dirinya sendiri daripada untuk saudaranya. Adapun menurut para ulama’ maksud dari hadits tersebut adalah nafyul kamal (meniadakan kesempurnaan keimanan), artinya : tidaklah sempurna keimanan seseorang hingga dia menyukai kebaikan bagi saudaranya apa yang dia sukai bagi dirinya sendiri.

Demikian juga dengan hadits Nabi SAW :
لا صلاة لجار المسجد إلا في المسجد

“ tidak ada shalat bagi tetangga masjid kecuali di masjid ”

Dhohir arti hadits terebut shalat tetangga masjid yang dilakukan di rumah tidak sah. Sedangkan menurut para ulama’ maksud hadits tersebut adalah nafyul kamal (meniadakan kesempurnaan) : artinya tidaklah sempurna shalat tetangga masjid kecuali dilakukan di masjid.

Hadits lain Nabi SAW bersabda :
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِن بِاَللَّهِ وَالْيَوْم الْآخِر فَلْيُكْرِمْ ضَيْفه

“ barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya memuliakan tamunya “

Dhohir arti hadits tersebut adalah orang yang tidak memuliakan tamunya atau bahkan mengusir tamunya dihukumi kafir. Padahal bukanlah demikian, karena yang dimaksud hadits tersebut sebagaimana keterangan ulama’ adalah alkamal (kesempurnaan iman). Artinya orang yang memuliakan tamu adalah orang yang sempurna keimanannya.

Dan masih banyak sekali hadits-hadits lain semisal hadits di atas yang tidak bisa kami sebutkan yang intinya kita tidak bisa hanya mengambil dari dhohir makna hadits tapi harus lebih dicermati lagi. Oleh karena itu wajib bagi kita yang belum kompeten dalam keilmuannya untuk berpegangan pada tafsiran para ulama’.


.

PALING DIMINATI

Back To Top