Pernikahan selalu tak akan lepas dari masalah. Mulai dari masalah  kecil sampai yang besar, datang silih berganti menimpa biduk rumah  tangga. Banyak dari pasangan menilai bahwa diam adalah solusi. Ketakutan  mereka akan tersakitinya orang terkasih atau ketakutan atas memperbesar  konflik adalah selalu menjadi dalih utama. Kesalahan demi kesalahan,  yang sama, dibiarkannya tetap menjadi sebuah kesalahan tanpa adanya  koreksi yang berarti. Tapi benarkah diam selalunya menjadi solusi yang  terbaik, sekaligus bisa menghindarkan konflik dalam pecahnya sebuah  hubungan rumah tangga? 
Pernahkah perasaan menyesal menghampiri kita, saat pasangan kita  mendapatkan hantaman kritik justru dari orang lain yang terlebih dahulu  menguak kelemahannya dari pada kita?. Lalu kemanakah kita? apakah kita  sibuk dengan diri sendiri sehingga kita harus melupakan bahwa pasangan  kita membutuhkan seseorang yang bisa memberikan kritik dengan kasih  sekaligus solusi , tidak seperti orang lain yang hanya bisa memberikan  kritik penuh penghakiman? Maka bicaralah dengan pasangan anda,  tentang  apapun uneg- uneng anda. Dia adalah yang paling pantas dimana anda harus  berkata jujur atas kelemahan dan kekurangan anda dan sekaligus dirinya  sendiri. Bagi anda yang diposisikan untuk mendengar, maka tawarkan  solusi tanpa harus membuatnya lebih bingung atau merasa lebih rendah,  pahami dengan penuh empati dan jangan hanya diam.
Jangan sampai kita mendiamkan kelemahan pasangan kita, tanpa  memperingatkan dia apapun apalagi sampai tidak memberi solusi. Jangan  sampai orang lain justru yang menegurnya atas kesalahan  sebagai efek  dari kelemahan yang dia sendiri mungkin tidak sadar. Jika sudah begini,  apa gunanya orang terdekatnya yaitu kita?. Allah mengkaruniakan mulut  dan lidah untuk menyampaikan kata- kata penuh berkah, nasehat dan  kebaikan terutama bagi pasangan kita sendiri. Kalau bukan kita yang  menjadi pagar dan alarm atas semua kekurangannya, maka siapa lagi ?
Namun komunikasi bukan berarti pula memenuhi telinganya dengan  sederet nasehat yang justru membuatnya seperti anak kecil yang sedang  dalam perbaikan. Komunikasi adalah tentang kerjasama dan solusi  pemecahan atas sebuah masalah tanpa harus menyakiti. Semua akan terjadi  apabila kedua belah pihak sama- sama tahu diri dan mencoba membuka hati  serta melepaskan gengsi dari semua kekurangan yang di anugrahkan Allah  kepadanya. Orang yang penuh gengsi dan merasa dirinya sudah dan selalu  benar, sebenarnya adalah orang yang merugi. Betapa tidak, dengan  kepercayaan itu, dia justru menghentikan proses belajar dan perbaikan  atas dirinya sendiri, karena prosesnya untuk naik dirasa sudah sangat  cukup. Bahkan dia merasa lebih tinggi dari orang lain, sehingga tidak  perlulah yang namanya koreksi. Padahal kita baik menurut diri kita  adalah dari yang kita pikir, tapi orang lain melihat kita baik adalah  dari yang sudah kita lakukan.
Tak ada guna menyembunyikan kekurangan diri dan mendiamkan kekurangan  pasangan hanya dalam hati saja, kecuali jika anda memang tidak  mencintainya. Dalam arti juga, anda tidak perduli padanya. Mengasihi  adalah menjaga sesuatu yang kita miliki agar selalunya baik, dan jangan  sampai orang lain juga memandang rendah atas pasangan yang kita kasihi.  Dan siapa lagi yang dapat memberikan saran yang lebih baik selain kita  sendiri sebagai pasangan dan sahabat terdekatnya. Bukankah sahabat  adalah penasehat yang penuh kasih?
Pun ketika kita mengharapkan sesuatu dari pasangan kita. Mereka bukan tuhan yang bisa mengetahui sedetail apapun pikiran kita. 
Apa jadinya jika suami istri minta saling dipahami tanpa salah satunya berkata bagaimana selera dia untuk dipahami?
Betapa ruginya bagi orang - orangg yang membiarkan masalah dengan  diam atau mendiamkan masalah karena dalih takut menyakiti. Karena hal  tersebut adalah seperti menyimpan bom waktu sebuah kesakitan yang  tinggal menunggu waktu saja untuk meledaknya. Percayalah bahwa  bertemunya kita dengan pasangan adalah sudah menjadi skenario Allah  untuk perbaikan hidup kita menuju yang lebih baik. Maka jangan biarkan  pernikahan hanya tinggal sekedar status tanpa adanya ikatan kasih  diantara dua hati. Kalau dalam hal lain, diam itu adalah emas, maka  dalam hal permasalahan suami istri, diam bisa berarti bom waktu. Bom  waktu yang jika dibiarkan terus menerus tanpa komunikasi kasih sayang  keduanya, maka ledakan itu akan sangat menyakiti bukan hanya bagi kedua  pasangan, namun semua orang yang mengasihi dan dikasihi oleh mereka.
(Syahidah)