Bismillahirrohmaanirrohiim

Kematian Hati

Banyak orang tertawa tanpa (mau) menyadari sang maut sedang mengintainya.
Banyak orang cepat datang ke shof sholat layaknya orang yang amat merindukan kekasih.
Sayang ternyata ia datang tergesa-gesa hanya agar dapat segera pergi.
Seperti penagih hutang yang kejam ia perlakukan tuhannya.
Dari jahil engkau disuruh berilmu dan tak ada izin untuk berhenti hanya pada ilmu.
Engkau dituntut beramal dengan ilmu yang Alloh berikan.
Tanpa itu alangkah besar kemurkaan Alloh atasmu.

Tersanjungkah engkau yang pandai bercakap tentang keheningan
senyap ditingkah rintih istighfar, kecupak air wudhu di dingin malam,
lapar perut karena shoum atau kedalaman munajat dalam rakaat-rakaat panjang.
Tersanjungkah engkau dengan licin lidahmu bertutur,
sementara dalam hatimu tak ada apa-apa.
Kau kunyah mitos pemberian masyarakat dan sangka baik orang-orang berhati jernih,
bahwa engkau adalah seorang sholeh, alim, abid lagi mujahid,
lalu puas meyakini itu tanpa rasa ngeri.

As-Shiddiq Abu Bakar RA. Selalu gemetar saat dipuji orang.
“Ya ALLOH, jadikan diriku lebih baik daripada sangkaan mereka,
janganlah Engkau hukum aku karena ucapan mereka dan ampunilah daku
lantaran ketidak tahuan mereka,” ucapnya lirih.

Ada orang bekerja keras dengan mengorbankan begitu banyak harta dan dana,
lalu ia lupakan semua itu dan tak pernah mengenangnya lagi.
Ada orang beramal besar dan selalu mengingat-ingatnya,
bahkan sebagian menyebut-nyebutnya kepada khalayak.
Ada orang beramal sedikit dan mengklaim amalnya sangat banyak.
Dan ada orang yang sama sekali tak pernah beramal, lalu merasa banyak amal
dan menyalahkan banyak orang karena kekurangan atau ketidaksesuaian amal mereka
dengan ambisi pribadinya, atau tidak mau kalah atau tertinggal di belakang para pejuang.
Mereka telah menukar kerja dan kata.

Dimana kau letakkan dirimu? 

Saat kecil, engkau begitu takut gelap, suara dan segala yang asing.
Begitu kerap engkau bergetar dan takut, sampai sesudah pengalaman
dan ilmu makin bertambah, engkaupun berani tampil di depan seorang kaisar
tanpa rasa gentar.
Telah berapa hari engkau hidup dalam lumpur yang membunuh hatimu
sehingga getarannya tak terasa lagi saat obyek ma’siat menggodamu
dan engkau menikmatinya?
Malu kepada Alloh dan hati nurani tak ada lagi.

Malam-malam berharga berlalu tanpa satu rakaatpun kau kerjakan.
Usia berkurang banyak tanpa jenjang kedewasaan ruhani bertambah tinggi.
Rasa malu kepada Alloh, dimana kau kubur dia?
Di luar sana rasa malu tak punya harga.
Mereka jual diri secara terbuka lewat layar kaca, sampul majalah atau bahkan
melalui penawaran langsung, 228.000 remaja mengidap putau.
Dari 1500 responden usia SMP & SMU 25% mengaku telah berzina
dan hampir separuhnya setuju remaja berhubungan seks di luar nikah
asal jangan perkosaan, walaupun pada saatnya mereka memperkosa.

Dan masyarakat memanjakan mereka, karena “mereka masih dibawah usia.”
Mungkin engkau mulai berfikir, “Jamaklah, bila aku main mata dengan aktifis
perempuan bila engkau laki-laki atau sebaliknya (akhi dan ukhti)
dicelah-celah rapat atau berdialog dalam jarak sangat dekat atau bertelepon
dengan menambah waktu sekedar melepas kejenuhan dengan canda jarak jauh.
” Betapa jamaknya ‘dosa kecil’ itu dalam hatimu.
Kemana getarannya yang gelisah dan terluka dulu, saat “TV Thoghut”
menyiarkan segala “kesombongan jahiliyah dan maksiat?”

Saat engkau mau muntah melihat laki-laki berpakaian perempuan,
karena kau sangat percaya kepada ustadzmu yang mengatakan,
“Jika Alloh melaknat laki-laki berbusana perempuan
dan perempuan berpakaian laki-laki,
apa tertawa riang menonton akting mereka tidak dilaknat?”
Ataukah taqwa berlaku saat berkumpul bersama dan yang paling tinggi berteriak
“Ini tidak islami” berarti ia paling islami, lalu sesudah itu urusan kesendirian
tinggallah antara engkau dengan lamunanmu, tak ada Alloh disana?

Sekarang kau telah jadi kader hebat, tidak lagi malu-malu tampil.
Justru engkau sangat malu untuk menahan tanganmu dari jabatan tangan lembut
lawan jenismu yang muda dan segar.
Kau yang tak mampu melawan berontak hatimu untuk tidak makan berdiri
di tengah suatu resepsi mewah.
Berbisiklah syaithonmu: “Jika kau duduk di lantai atau di kursi malam ini
citra da’wah akan ternoda.” Seakan engkau-lah pemilik da’wah ini.

Lupakah kau, jika bidikanmu ke sasaran tembak meleset 1 milimeter,
maka pada jarak 300 meter dia tidak melenceng 1 milimeter.
Begitu jauhnya inhirof di kalangan awam, tak lain karena para elitenya
telah salah melangkah lebih dulu.
Siapa yang mau menghormati ummat yang “kiayi”-nya membayar beberapa ratus ribu
kepada seorang perempuan yang beberapa menit sebelumnya ia setubuhi,
lalu dengan enteng mengatakan, “Itu maharku, Alloh waliku dan malaikat itu saksiku,”
dan sesudah itu segalanya selesai, berlalu tanpa rasa bersalah?
Siapa yang akan memandang ummat yang da’inya berpose lekat
dengan seorang perempuan muda artis penyanyi lalu mengatakan,
“Ini anakku, karena kedudukan guru dalam Islam seperti ayah, bahkan lebih dekat lagi.”
Akankah engkau juga menambah barisan kebingungan ummat lalu mendaftar diri
sebagai ‘alimullisan (alim di lidah)?
Apa kau fikir sesudah semua kedangkalan ini
kau masih aman dari kemungkinan jatuh ke lembah yang sama?
Apa beda seorang remaja yang menzinai teman sekolahnya dengan seorang alim
yang merayu rekan perempuan dalam organisasinya?
Kau andalkan penghormatan masyarakat awam karena statusmu lalu kau serang maksiat masyarakat awam?
Bukankah ini mengkomersilkan kekurangan masyarakat?
Koruptor macam apa engkau ini? Semoga ini tak terjadi pada dirimu,
karena kafilah yang pernah berlalu tak sunyi dari peruntuh bangunan
yang dibina dengan susah payah.

Pernah kau lihat sepasang mami dan papi dengan anak remaja mereka.
Tengoklah langkah mereka di mal.
Betapa besar sumbangan mereka kepada Amerika dan Zionis
dengan banyak-banyak mengkonsumsi produk makanan mereka,
semata-mata karena nuansa “westernnya.
” Engkau akan menjadi faqih pendebat yang tangguh
saat engkau tenggak minuman halal itu,
dengan perasaan “lihatlah, betapa Amerikanya aku”.
Memang, bukan soalnya Amerika atau bukan Amerika,
melainkan apakah engkau punya harga diri.

Mahatma Ghandi memimpin perjuangan kemerdekaan India
dengan kain tenunan bangsa sendiri atau terompah lokal yang tak bermerk.
Namun setiap ia menoleh kekanan, maka 300 juta rakyat India menoleh ke kanan.
Bila ia tidur di rel kereta api, maka 300 juta rakyat India akan ikut tidur disana.
Bila ia minta bangsanya mendongakkan kepala dengan bangga,
maka 300 juta bangsa India akan tegak, walaupun tulang punggung mereka
tak kuat lagi berdiri karena lapar dan kurang gizi.
Kini datang “pemimpin” ummat, ingin mengatrol harga diri dan gengsi ummat
dengan pameran mobil dan rumah mewah
serta hidup di tengah gemerlap kehidupan selebritis.
Saat fatwa digenderangkan, ummat tak lagi punya kemauan untuk mendengar.
“Engkau adalah penyanyi bayaranku dengan uang yang kukumpulkan susah payah.
Bila aku bosan aku bisa panggil penyanyi lain yang kicaunya lebih memenuhi seleraku?”


.

PALING DIMINATI

Back To Top