Oleh Apria Putra
Bermula dari kritikan Syekh Ahmad Khatib Minangkabau pada amaliah Tarikat Naqsyabandiyah Khalidiyah membuat ulama-ulama tua tampil membela eksistensi tarikat sufi, terutama Naqsyabandiyah. Salah seorang ulama yang gigih melakukan pembelaan ialah Syekh Khatib Muhammad Ali Padang (w. 1938). Beliau banyak menulis risalah sebagai bentuk apologetis terhadap amalan suluk, diantaranya Risalah Miftahus Shadiqiyah fi-Istilah al-Naqsyabandiyah.
Haji Rasul Maninjau, tokoh sentral Kaum Muda, yang sedari awal menyokong pendapat guru, Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, lantas maju "menyerang" Syekh Khatib Ali Padang. Tidak tanggung-tanggung, ia menulis risalah khusus dengan nada keras membantah pembelaan Syekh Khatib Ali Padang dengan judul al-Suyuful Qathi'ah fi Dawa'il Kazibah (Pedang yang tajam, menjelaskan dakwaan dusta). Dalam risalah ini Haji Rasul tanpa sungkan menulis bahwa kitab Syekh Khatib Ali bisa membawa kepada neraka jahim. Disini nampak bagaimana keraskan Haji Rasul.
Syekh Khatib Ali dapat disebut sebagai "lawan berat" dari Haji Rasul. Hamka sendiri mencatat nama Syekh Khatib Ali dalam bukunya Ayahku pada fasal "musuh-musuh" ayahnya, ditulisnya Syekh Khatib Ali sebagai sosok yang reaksioner.
Syekh Khatib Ali sendiri lebih tua dari Haji Rasul Maninjau. Ia juga merupakan murid Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, bahkan memperoleh ijazah keilmuan darinya. Selain kepada Syekh Ahmad Khatib, Syekh Khatib Ali yang belajar lama di Mekkah itu juga menerima ijazah ilmu dari Sayyid Bakri Syatha penulis I'natut Thalibin dan dari Sayyid Muhammad Amin Ridhwan di kota Madinah (sosok ini juga merupakan guru dari Syekh Kumango).
Foto berikut adalah halaman pertama kitab Haji Rasul berjudul al-Suyuf al-Qathi'ah yang membantah pendirian Syekh Khatib Ali Padang. Dapat dibaca betapa Haji Rasul tidak tanggung-tanggung jika berdebat. Pantas saja Syekh Jaho pernah menyebut Haji Rasul itu salahnya cuma satu, yaitu terlalu keras.
