Bismillahirrohmaanirrohiim

Tentang Hukum Bersalaman dengan Non Mahrom

Bersalaman dengan lawan jenis, terlebih di moment hari raya, menjadi masalah musiman ummat. Jangankan musiman bahkan harian pun bisa ditemukan, bersalaman dengan guru yg bukan Mahrom.


Diperhatikan, masalah ini bukanlan ranah Ijma’ melainkan masih diperdebatkan oleh para fuqoha, masih ranah Mukhtalaf Fih. Setidaknya, ada dua hukum yg di hasilkan : 

Pertama : 
Ulama yg mengharamkan dan ini sudah masyhur dikalangan pengkaji fikih. 

Kedua :
Ulama memperbolehkan, baik berjabat tangan dengan Non muslim ataupun sesama muslim. Terlebih lagi ini adalah pendapat para Muhaqqiq (ulama² peneliti), dan inilah inti pembahasan tulisan ini. 

Beberapa istidlal pendapat ulama yg membolehkan ini : 

Pertama : Hadits dengan redaksi إني لا أصافح النساء, hanya khusus diperuntukkan kepada Nabi saja. 

Kedua : Masyhur, dimasa pemerintahannya Syyidina Abu Bakar As siddik ra pernah berjabat tangan dengan rakyatnya yang bukan mahrom. 

Ketiga : Wanita dari kalangan As ‘Ariyyin seringkali mencari kutu dikepala sayyidina Abu Musa Al Asy’ari pada waktu berhaji, sedangkan mereka tidak ada ikatan mahrom satu sama lain. 

 2 pendapat diatas sekaligus memberikan solusi bagi Masyrakat agar leluasa dalam menerima perbedaan pandangan antara ulama. 

إنما ينكر المتفق عليه ولا ينكر المختلف فيه فهذا أمر مختلف فيه وليس متفق عليه 

“ Tidak diingkari perkara yg masih di perselisihkan ulama, melainkan yg diingkari adalah perkara yg sudah menjadi ketetapan bersama. Dan perkara ini bukanlah yg disepakati”. 

Memang betul, keluar dari pendapat yg masih diperselihkan itu dianjurkan, artinya mencari aman. Akan tetapi, siapa saja yg diberikan cobaan dengan perkara yg masih menjadi ranah perbedaan, maka dia boleh mengambil pendapat ulama yg membolehkan. 

الخروج من الخلاف مستحب، ولكن من ابتلي بشيءٍ من المختلف فيه فليقلد من أجاز. 

Dua Dasar berfikih ini selalu beliau bawa, menujukkan keluwesan dalam berfikih. Kerena ikhtilaf ulama itu hal pada biasanya dan merupakan rahmat besar bagi ummat.

Memang betul, Mayoritas ulama mengharamkan masalah berjabat tangan ini. Tapi, kebanyakan mereka tidak memperbolehkan bukan karena ada nash yg melarang, malainkan menggunakan teori qiyas. Yaitu teori : setiap yg tidak diperbolehkan memandangnya, tidak diperbolehkan pula menyentuhnya. 

Teori seperti ini tidaklah sempurna, karena banyak sekali para ulama mengatakan telapak tangan dan wajah itu bukanlah aurat. Nash Quran & Hadits tidak ditemukan mengenai kaharaman ini, kecuali mengacu pada dua hadits : 

Pertama : Hadits point pertama di atas. 
Kedua : Hadits لئن يطعن في رأسكم. Hadits ini tidak sampai tahap haram, paling mentok sampai sangat di makruhkan saja. Karena ada ulama yg menghukuminya Dhaif, yaitu Imam As Suyuthi.

Setidaknya bisa di simpulkan : 

Pertama : 
Hendak bagi siapapun, jika memang harus berjabat tangan, maka isyaratkan dengan ujung jari saja (tanpa bersentuhan). Atau lebih lagi mengatakan saya sedang dalam kedaaan berwudhu, atau berjabat tangan dengan lapis tangan supaya antar kulit tidak bersentuhan. Ini solusi dari ulama yang tidak membolehkan dan tentu lebih utama untuk diterapkan. 

Kedua : 
pendapat ulama yg membolehkan mungkin di jadikan opsi atau jalan alternatif, jika memang dirasa dan tentu dengan keyakinan tidak adanya syahwat dan aman dari fitnah. Apalagi sudah menjadi adat di sebgian daerah, terlebih bersama keluarga yg bukan mahrom. 

Tak kalah penting untuk diingat, ini masih ranah ijtihadiyyah dan masih berlaku khilaf antar para ulama, terlebih kontemporer. Bukan untuk menggampang atau mencari celah, tapi "menunjjukkan keluasan fikih" islam itu begini, terlebih dari zaman ke zaman dan melihat situasi dan urf daerah yg berbeda (bukan selamanya membenarkan, tak semerta di salahkan). 

Sehingga, tidak perlu di katakan yg membolehkan dengan syarat syarat tertentu terlalu mutasahil (menggampangkan), juga yg melarang terlalu keras. 

من أراد أن يشدد فليشدد على نفسه.
والله اعلم

Akhirul kata :
جعلنا الله من الْعائديْن والْفائزيْن
Ja'alanallahu minal 'aidin wal faizin" 

"Semoga Allah menjadikan kita termasuk (golongan) orang² yg kembali (fitrah) dan menjadi pemenang".


.

PALING DIMINATI

Back To Top