Bismillahirrohmaanirrohiim

Bedah Dalil Puasa Rajab

Bedah Dalil Puasa Rajab: Puasa Rajab Tenang Tanpa Takut Bid’ah Lagi


Bulan Rajab sering kali memicu perdebatan hangat di tengah masyarakat. Ada yang sangat antusias melaksanakannya, namun ada pula yang dengan tegas menyebutnya sebagai amalan bid’ah atau bahkan haram.

Lantas, bagaimana sebenarnya hukum puasa Rajab menurut tinjauan para ulama klasik? Sebelum Anda ikut menyalahkan orang yang berpuasa atau justru merasa berdosa saat melakukannya, mari bedah tuntas ilmunya agar tidak salah paham.

Meluruskan Miskonsepsi: Benarkah Sahabat Melarang Puasa Rajab?

Sering kali, mereka yang melarang puasa Rajab merujuk pada riwayat Sayyidina Umar bin Khattab atau Ibnu Abbas yang terkesan "keras" terhadap orang yang berpuasa di bulan ini.

Dalam kitab Al-Hawadits wal Bida’ karya Imam At-Turtushi -ulama asal Andalusia yang berafiliasi di madzhab Maliki-, beliau menyebutkan bahwa Umar bin Khattab pernah memukul tangan orang-orang yang berpuasa Rajab agar mereka menyantap makanan. Begitu pula Ibnu Abbas yang berkata, "Jangan jadikan Rajab seperti hari raya (yang terus disambung).”

Pertanyaannya: Apakah mereka mengharamkan puasanya?
Jawabannya: Tidak. Imam At-Turtushi menjelaskan bahwa para sahabat memakruhkan puasa tersebut bukan pada ibadah puasanya, melainkan pada dua hal:

1. Keyakinan bahwa puasa Rajab adalah wajib seperti Ramadhan.

2. Keyakinan bahwa ada sunnah khusus yang ditetapkan Nabi secara eksplisit untuk bulan tersebut seperti Sunnah Rawatib.

Bahkan, ada kisah menarik ketika Sayyidah Asma mengirim pesan kepada Ibnu Umar karena mendengar kabar bahwa Ibnu Umar mengharamkan puasa Rajab. Ibnu Umar menjawab dengan retoris: "Bagaimana dengan orang yang berpuasa sepanjang tahun?" Ini menunjukkan bahwa Ibnu Umar pun tidak mengharamkan, hanya saja masyarakat awam sering kali salah dalam memahami tindakan tokoh agama (distorsi informasi). 

Mengapa Ada Hukum Makruh?

Menurut Imam At-Turtushi, puasa Rajab menjadi makruh jika:

• Masyarakat awam mulai menganggapnya sebagai kewajiban.

• Dikerjakan secara penuh sebulan penuh tanpa jeda, sehingga menyerupai Ramadhan.

• Menganggapnya memiliki keutamaan khusus yang setingkat dengan puasa Asyura jika tidak ada dalil shahih yang mendukungnya secara spesifik.

Namun, beliau memberikan catatan penting:

فإن أحب امرؤ أن يصومه علي وجه تؤمن فيه الذريعة وانتشار الأمر حتى لا يعد فرضا أو سنة؛ فلا بأس بذلك

"Jika seseorang ingin berpuasa dengan cara yang aman dari fitnah (tidak dianggap wajib atau sunnah tetap), maka hal itu tidak mengapa (boleh)." 

Pandangan Imam Al-Ghazali: Rajab adalah Bulan Mulia
Berbeda dengan pendekatan formalitas hukum di atas, Imam Al-Ghazali dalam kitab Bidayatul Hidayah memasukkan Rajab sebagai salah satu hari-hari utama (al-ayyam al-fadhilah) untuk melaksanakan puasa.

Beliau menekankan bahwa seorang Muslim tidak seharusnya hanya terpaku pada puasa Ramadhan saja. Untuk meraih derajat tinggi di surga, kita butuh upaya melalui amalan-amalan sunnah. Rajab termasuk dalam Asyhurul Hurum (bulan-bulan yang dimuliakan) bersama Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram.

Maka darinya, Imam al-Ghazali dalam Bidayatul Hidayah menganjurkan untuk berpuasa di sepuluh hari pertama bulan Rajab. Keagungan puasa bulan Rajab kian terpancar melalui untaian ilmu yang disampaikan para ulama. Salah satunya adalah Syekh Zainuddin al-Malibari yang dalam mahakaryanya, Fath al-Mu’in, menempatkan Rajab di jajaran bulan paling utama untuk merajut ibadah puasa setelah berlalunya Ramadan. 

Keutamaan Puasa di Bulan Mulia (Termasuk Rajab):
Tidak tanggung-tanggung, dalam karya monumentalnya (Iḥyā’ ‘Ulūm al-Dīn), Imam Ghazali pernah menjelaskan pahala melimpah yang dapat kita raih dalam berpuasa di bulan mulia (termasuk Rajab)

Beliau mengutip hadis:

صوم يوم من شهر حرام أفضل من ثلاثين من غيره وصوم يوم من رمضان أفضل من ثلاثين من شهر حرام 

Satu hari puasa di bulan mulia -dalam hal ini Rajab juga masuk- lebih utama dari 30 hari puasa di bulan biasa (selain Ramadhan). 

Kesimpulan: Harus Bijak Berilmu

Mengharamkan puasa Rajab secara mutlak adalah kekeliruan, sebagaimana mewajibkannya juga adalah kesalahan.

• Bagi Anda yang ingin puasa: Silakan, ini adalah bagian dari amal shalih di bulan yang mulia (Asyhurul Hurum). Sangat baik juga jika Anda niatkan sekaligus untuk meng-qadha utang puasa Ramadhan.

• Bagi Anda yang tidak puasa: Jangan mencela mereka yang berpuasa, selama mereka tidak meyakini puasa tersebut sebagai kewajiban agama yang baru.

Intinya, mari hiasi bulan Rajab dengan ketaatan, bukan dengan perdebatan yang memutus tali silaturahmi.
Bukankah maksud dari asyhurul hurum adalah bulan di mana pertikaian harus kita jauhi sejauh-jauhnya?

Sumber FP Pondok Lirboyo


.

PALING DIMINATI

Back To Top